Chapter 5 - Si Pencuri

Teriakan Liana dan Dinar begitu keras, sehingga semua penduduk desa di dekat rumah Sukma mendengarnya. Sebagian besar penduduk desa memandang rendah Sukma, dan secara alami mempercayai kata-kata Liana dan Dinar. Sejak saat itu, di mata penduduk desa, Cantika adalah gadis nakal yang suka mencuri barang.

"Cantika tidak mencuri uang, itu uang hasil menjual ular." Sukma

pergi ke dapur. Dia melihat Dinar duduk di lantai, tapi bukan karena dipukul.

"Aku melihatnya datang ke rumahku diam-diam!" Liana memarahi, "Jika anakmu mencurinya, kamu harus mengakuinya!"

"Kapan Cantika memasuki rumahmu?" Pada saat ini, suara dingin seseorang terdengar dari belakang Liana.

Cantika mengangkat matanya dan menatapnya. Itu Abimayu. Apa yang dia lakukan di sini? Rumah Keluarga Sinaga berada di depan rumah Liana, jadi Abimayu datang ketika mendengar keributan di sini. Anita juga mengikutinya.

Sukma melihat bahwa orang yang datang adalah Abimayu, jadi dia buru-buru berhenti di samping, seolah-olah Abimayu adalah seorang kaisar dan dia hanya rakyat jelata. Liana melihat pemandangan itu seolah-olah dia telah melihat pangeran, jadi dia segera melepaskan tangan Dinar dan maju. Dia berdiri di depan Abimayu, menunjuk ke arah Cantika sambil mengeluh, "Nak, kamu datang tepat waktu. Cantika mencuri lima puluh rupiah dariku. Dia memang anak tidak memiliki pendidikan yang bagus."

Dalam kalimat terakhir, Liana dengan sengaja menaikkan nadanya, berharap dia akan meninggalkan kesan yang sangat buruk untuk Cantika di hati Abimayu.

"Kapan bibi kehilangan uang itu?" Mata Abimayu sangat tajam.

"Jam delapan pagi." Saat itu Ferro dan Tasya pergi ke pameran. Liana memberi mereka tiga rupiah, tepat pukul delapan. Setelah Ferro dan Tasya berangkat, Liana berpikir sejenak, dan ingin pergi berbelanja, jadi dia kembali untuk mengambil uang. Dia pun menyadari uang lima puluh rupiah miliknya hilang.

Liana sudah menggeledah rumah dan tidak dapat menemukan uang itu. Kebetulan dia melihat Cantika pergi ke pasar hari ini, dan ketika dia kembali, keranjangnya penuh dengan barang. Liana memutuskan bahwa Cantika mencuri uangnya dan pergi ke kota untuk

membeli makanan.

"Benarkah?" Abimayu mengangkat alisnya dan menatap Liana.

Liana mengangguk dan berkata dengan tegas, "Ya! Aku masih ingat memberikan uang kepada Tasya pada pukul delapan, lima puluh rupiah itu masih ada di sana pada saat itu."

"Cantika tidak mencuri uangmu. Cantika pergi ke pasar lebih awal," kata Abimayu.

Liana terkejut, "Bagaimana kamu tahu?"

"Aku melihat Cantika pergi ke pasar dengan sepeda. Saat itu, aku baru saja bangun, sedang berdiri di balkon dan menggosok gigi. Melihat dia keluar begitu awal, aku melihat ke arah jam. Saat itu belum jam setengah delapan."

"Lalu dari mana Cantika mendapatkan begitu banyak uang untuk membeli ayam?" Liana masih tidak percaya bahwa Cantika tidak mencuri uangnya.

"Aku menjual rambutku dan mendapat uang. Bibi, apakah ada masalah?" Cantika menyela. Dia tidak mengatakan bahwa dia baru saja menjual ular. "Jika rambutku dipotong, waktu keramas dan uang untuk beli sampo bisa dihemat."

Setelah Cantika bilang, Abimayu baru sadar kalau dia berambut pendek. Saat dia bertemu dengannya di gunung kemarin, rambutnya masih sebatas pinggang. Cantika terlihat cantik dengan rambut pendek.

Liana memandang Cantika dengan ekspresi buruk di wajahnya dan berkata, "Kamu jalang kecil! Kamu memotong rambutnya dan menjualnya

untuk mendapatkan uang? Lalu ke mana perginya uangku?"

Cantika memandang Liana dengan tatapan sedih, "Bibi, keluargaku

miskin, tapi bukan berarti kami harus mencuri. Aku tidak bisa makan, bahkan roti sekali pun. Bibi, kenapa kamu menganiaya kami seperti ini?" Dia berpura-pura sedih untuk membuat orang-orang tamak ini menyerah.

Liana merasa sangat marah. Dia bahkan lebih marah ketika Cantika mengatakan itu. Tapi Abimayu dan Anita ada di sana, dan dia malu untuk marah pada Cantika, jadi dia mengutuk dalam hatinya.

Saat ini, Tasya dan Ferro kembali. Mendengar bahwa nenek dan ibunya mengganggu Cantika, Ferro mengajak Tasya untuk menyaksikan kegembiraan itu. Penampilan Tasya mengubah ekspresi Cantika. Kebencian karena tertipu di kehidupan sebelumnya langsung muncul di hatinya.

Cantika menundukkan kepalanya dan menarik napas dalam-dalam. Dia berusaha keras untuk menekan kebencian ini, dan ketika dia mengangkat kepalanya lagi, hanya ada ketenangan di matanya yang jernih.

Tasya awalnya berlari karena ingin ikut menindas keluarga ini, tetapi ketika dia melihat Abimayu, dia langsung mengurangi emosi di wajahnya dan menjadi gadis yang baik. Dia dengan malu-malu berjalan ke sisi Liana, dan matanya tertuju pada Abimayu, "Ibu, apa yang terjadki?"

Memikirkan lima puluh rupiah yang hilang, wajah Liana sangat buruk. Ketika dia akan memberitahu Tasya bahwa dia tidak melihat uangnya, Cantika keluar dan memandang Tasya sambil tersenyum, "Tasya, tampaknya kamu bersenang-senang di kota hari ini."

Abimayu ada di sini, jadi Tasya ingin berperilaku baik, "Ya, tentu saja."

"Apa makanan di restoran itu enak? Dua orang memesan delapan hidangan. Apakah kamu sudah menghabiskan hidangannya? Selain itu, pakaian yang kamu berikan kepada teman sekelasmu sangat indah. Berapa kamu membelinya?"

Tasya menjawab dengan jujur, "Aku sudah makan semuanya dan tidak ada yang terbuang sia-sia. Gaun itu harganya 13 rupiah."

Ketika Liana mendengarnya, tiba-tiba dia memiliki firasat buruk. Dia hanya memberi kedua anaknya tiga rupiah. Dari mana Tasya bisa mendapatkan begitu banyak uang untuk makanan dan pakaian?

"Wah, Tasya, dari mana kamu bisa mendapat begitu banyak uang?" Cantika memandang Tasya sambil tersenyum.

Tasya meliriknya, dan dia menjadi bingung, "Itu… itu… aku tidak mencurinya!"

Mata semua orang beralih ke Tasya. Wajah Liana menjadi lebih buruk, dan dia menatap Tasya dengan marah, "Tasya!"

Tasya merasa gugup dan kehadiran Abimayu membuatnya kurang percaya

diri, "Ibu, aku tidak mengambil uangmu. Cantika berbicara omong kosong."

"Cantika hanya menanyakan dari mana uang itu berasal, tetapi tidak mengatakan bahwa kamu yang mencuri uangnya. Bukankah kamu baru saja mengakui perbuatanmu sendiri?" Abimayu memandang Tasya dengan ekspresi dingin.

Wajah Tasya langsung pucat pasi. Dia selalu ingin meninggalkan kesan yang baik di depan Abimayu, tetapi hari ini dia kehilangan wajahnya di hadapannya. Dia ingin menangis. Diam-diam dia menatap Cantika, merasa kesal di dalam hatinya. Ini semua karena si jalang ini!

Dinar yang masih duduk di lantai, menatap Tasya dengan kecewa. Bukankah Tasya selalu memiliki nilai bagus dan berperilaku baik? Bagaimana dia bisa mencuri uang?

Abimayu menatap Liana dengan tajam, "Bibi, tolong ajari putrimu dulu!"

Mendengar kata-kata Abimayu, Liana seperti ditampar dengan kejam. Wajahnya panas, dia tersenyum pada Abimayu, "Maaf, aku terlalu cemas karena uangku hilang." Setelah itu, dia menarik Tasya dengan keras dan berkata, "Ayo pulang!"

"Tunggu sebentar." Suara Cantika terdengar lembut. Liana berbalik dan diam-diam menggertakkan giginya. Jika bukan karena Abimayu, dia akan melangkah maju dan memukul Cantika dengan keras saat ini.

"Bibi, kamu memecahkan tutup panciku, apakah kamu tidak akan tanggung jawab?" Cantika memandang Liana sambil tersenyum. Di kehidupan sebelumnya, bibinya sudah menggertak keluarganya terlalu banyak. Dan sekarang, Cantika tidak akan pernah memberi mereka kesempatan lagi dalam hidupnya yang kedua ini. Bahkan jika itu adalah tutup panci, Liana harus bertanggung jawab.

"Tutup macam apa? Itu hanya tutup panci biasa!" Liana marah.

Setelah mendengar ini, Sukma bergegas maju dan dengan lembut menarik lengan baju Cantika, "Cantika, lupakan saja."

Cantika tersenyum pada Sukma, dan kemudian melihat ke arah Liana,

"Aku sedang memasak ayam sekarang, lalu bibi membuka tutup panci seenaknya dan membantingnya ke lantai. Apa yang bisa aku gunakan untuk menutup panci sekarang?"

Liana sangat marah. Dia diam-diam menggertakkan gigi dan melirik

Abimayu, lalu beralih ke Cantika, "Datang ke rumahku, ada tutup panci di sana!"

Cantika tersenyum dan mengikuti Liana.

"Bagaimana Tasya bisa mencuri uang?" Anita memandang Tasya dan berkata dengan kecewa. Ketika Liana dan Tasya mendengar ini, mereka merasa wajahnya ditampar.