Robi memberikan satu gelas teh hangat yang dipesannya dari sebuah warung untuk Narsih, juga satu mangkuk mie panas untuk menemani teman bicara mereka. Cuaca yang sangat dingin, juga hujan yang terus turun rasanya memang cocok dengan dua menu tersebut.
"Silakan makan dulu, Bi."
"Tapi Tuan—"
"Panggil saja Robi, Bi. Sekarang saya hanya pria biasa yang hidup di kampung."
"Tapi—"
"Kita makan dulu, ya?" Adit kembali bangkit. "Saya temui sopir taksi dulu, kasihan."
"Ya."
Pria itu berlalu membawa mie dan minuman panas untuk pria yang sudah berjasa mengantarnya seharian hari ini. "Pak, maaf ya merepotkan."
"Tidak apa, Tuan. Toh, saya juga mau mengunjungi Nyai di kampung."
"Tenang saja, nanti saya tambah uang ongkosnya."
"Tidak usah sungkan, Tuan."