Di tempat lainnya, Bram menunggu dengan gelisah. Di sisinya, sang istri juga tampak resah. Mata mereka berdua masih sembab karena menangis selama seharian kemarin di depan pusara sang putri yang sudah mengidap sakit keras selama berpuluh-puluh tahun. Dia pikir, kondisi putrinya yang sudah membaik menandakan sudah sehat, oleh karena itu dia merasa tenang.
Namun, siap sangka kondisi sang putri kembali memburuk sampai akhirnya menghembuskan napas terakhir di usia yang sudah matang. Mimpinya mengantar sang putri ke pelaminan hanya menjadi mimpi semata, kini gadis itu sudah terbaring di bawah pusara yang bertaburkan bunga Camelia, bunga kesukaannya.
Semua masa lalunya terbongkar berkat itu, mengalir begitu saja sampai akhirnya tidak ada lagi yang dia tutupi dari sang istri. Kecewa tentu saja ada, terlebih dia merasa hina karena selama berpuluh tahun lamanya hidu dengan nyaman berkat uang wanita simpanan suaminya.