Dimas tampak duduk dengan begitu kaku, sebab Kaila sudah duduk di depannya saat ini.
Ke duanya berada di ruang tengah, benar benar hanya berdua. Diana memilih untuk memberikan mereka waktu bicara empat mata.
Sebagai tetua, Diana hanya bisa memberikan nasihat bagi putranya. Dan, dia pikir itu adalah yang terbaik untuk semua orang termasuk juga untuk Tia yang sudah lama tiada.
"Ck, kenapa diem aja, sih?" seru Kaila keras, membuat Dimas yang sejak tadi melamun jadi tersentak kaget.
Pria itu mengusap dadanya, dengan menghembuskan napas panjang guna menghilangkan rasa kagetnya.
"Kaila, kalau ngomong yang pelan aja kali, aku bisa denger, kok!" seru Dimas sangat memohon, dia tak bercanda.
Suara Kaila yang cempreng kalau naik satu oktaf saja sudah berhasil membuatnya kaget, ah. Menyebalkan sekali, Dimas sekarang jadi semakin gelisah saja.
