Chereads / Majikanku Cinta Lamaku / Chapter 22 - Emosi Wiyana

Chapter 22 - Emosi Wiyana

"Kamu nggakpapa?"

Sepeninggalan tiga bocah nakal tadi, Wiyana membawa Ken untuk duduk di taman itu.

Melihat penampilan Ken yang sangat berantakan, gadis itu berinisiatif untuk mengambil tissue. Lalu, dia membersihkan wajah Ken yang kotor karena tepung dan telur yang menyisakan bau amis pekat.

"Apa mereka selalu perlakuan kamu begini, Ken?" tambah Wiyana, dia tetap saja bertanya walau Ken enggan menjawab.

Wiyana maklum jika Ken diam seribu bahasa sebab bocah tampan itu baru saja diperlukan dengan sangat buruk oleh teman temannya.

Entah seberapa buruk perlakuan mereka pada Ken selama ini, Wiyana tak bisa membayangkan bagaimana bocah sekecil Ken menjalani kehidupan begitu.

"Enggak," kilahnya dengan suara bergetar.

Wiyana menghela napas panjang, dia beralih membersihkan tangan Ken setelah wajahnya sudah sedikit lebih baik dari yang tadi.

Dia menghela napas melihat luka Ken kembali berdarah, Wiyana segera tutup luka Ken dengan sapu tangannya yang kerap dia bawa ke mana pun.

"Kamu bohong, mereka bisa perlukan kamu kayak tadi dengan berani. Karna udah biasa begitu, kenapa kamu diam, Ken?"

Ken yang awalnya menunduk sambil menahan genangan air matanya, menoleh perlahan pada Wiyana.

Ken bingung ada apa dengan Wiyana, kenapa wanita itu selalu hadir di saat dirinya benar benar sendiri tanpa pegangan.

"Kenapa Tante Bodoh selalu dateng di waktu yang tepat?"

"Hah?" tanya Wiyana cengoh, dirinya tak paham ke mana arah pembicaraan Ken.

"Aku diam karena aku nggak mau ciptakan masalah, nanti papa marah."

"Tapi, papamu akan lebih marah kalau tau anaknya diem aja saat diperlukan begini," tandas Wiyana kesal.

Ken menunduk, dia menarik tangannya yang masih dibersihkan oleh Wiyana.

Ken menggeleng, dia lalu bangkit tak lupa menyandang ransel hitamnya.

"Tapi, papa akan lebih marah kalau tau aku menciptakan masalah. Aku nggak mau nama baik papa jadi jelek, aku nggak masalah mereka perlakuin aku begini, kok."

Hampir saja Ken melangkah, tapi karena Wiyana belum puas dengan jawaban Ken.

Wanita baik itu ikut bangkit lantas menahan pergelangan Ken, Ken sontak menoleh dengan mata yang sudah sangat memerah.

"Apa papamu lebih peduli nama baiknya? Apa dia nggak tau kalau kamu mengalami perundungan di sekolahmu, Ken?"

"Ya, papa nggak tau."

"Kamu pernah kasih tau?"

Ken mengangguk.

"Aku sering berusaha untuk kasih tau, tapi papa tampak nggak peduli. Dia juga selalu marah kalau aku menciptakan masalah di sekolahku," ungkapnya dengan begitu pelan.

Ken masih kecil untuk mendapatkan dan mejalani kehidupannya yang keras.

Napas Wiyana sontak memburu, Haidar terdengar begitu buruk dari cerita Ken. Wiyana tahu Ken hanya anak kecil, anak kecil adalah makhluk yang tak bisa berbohong.

Apa yang Ken katakan adalah sebuah fakta, sayangnya fakta itu cukup mengejutkan bagi Wiyana.

Wiyana seperti tidak mengenal Haidar, padahal dahulu Haidar adalah sosok yang hangat dan penyayang.

Agak aneh rasanya pria penyayang seperti Haidar, mendadak ketika punya anak berubah menjadi monster paling buruk.

"Di mana papamu?"

"Hah?"

Wiyana menunduk guna melihat wajah Ken, ekspresinya yang sejak tadi terlihat begitu lembut bak seorang ibu.

Kini berubah sangat kesal, ya. Wiyana kesal pada Haidar, Haidar pria sialan yang sekarang menari nari indah dalam pikirannya.

"Kalau siang begini, papamu ada di mana?" ulangnya masih berusaha sabar.

"Kantor," jawab Ken cepat.

Dahi bocah itu berkerut tanda kalau ia bingung, ada apa gerangan Wiyana menanyakan tentang papanya.

"Kamu tau di mana papamu bekerja?"

Ken mengangguk, tanpa banyak basa basi lagi. Wiyana sontak menarik Ken pergi dari sana.

Ken mendelik, dilihatnya tangan Wiyana sangat erat memengangi pergelangannya.

Mendadak perasaan Ken tak enak, dia mulai menebak nebak sebenarnya apa yang kali ini akan Wiyana lakukan.

"Tapi, Tente kenapa?" heboh Ken tak mendapatkan jawaban dari Wiyana.

Wiyana memberhentikan angkot yang kebetulan lewat, walau dalam keadaaan marah dan walau sudah pernah ditegur oleh Haidar kalau tak boleh membawa Ken dengan angkutan umum yang pengap.

Gadis itu tetap melakukannya, alasan hanya satu. Wiyana tak punya uang untuk naik taksi.

***

Di ruang luas bercat putih gading itu, semua orang fokus pada satu titik yaitu Haidar.

Sang bos yang sejak tadi presentasi sembari menunjukkan perkembangan perusahaannya, tak satu pun berani buka mulut ketika Haidar masih belum diam.

Tapi, siapa sangka. Ruangan sesenyap dan setenang itu mendadak dimasuki oleh gadis badas dengan bocah berantakan di sampingnya.

Bahkan ia tak segan menendang pintu karena emosinya sudah sampai pada batas.

"Astaga, siapa dia," seru salah satu karyawan.

"Bukankah itu Ken? Putranya pak Haidar?"

"Kenapa putranya begitu?"

"Ada apa, ya. Kira kira?"

Begitulah bisikan bisikan yang menyapa gendang telinga Haidar, semua orang terkejut dengan kehadiran Wiyana yang tak terduga duga.

Terlebih penampilan Ken sangat tak pantas untuk menampilkan dirinya di sana, mereka yang tadinya duduk tenang kini sudah berdiri dan menyorot pada Wiyana.

Sementara yang ditatap heran, sibuk menatap garang Haidar. Seperti menemui musuh bebuyutan, Wiyana tak menampakkan tanda tanda kalau dia akan menyapa atau sekedar minta maaf pada Haidar karena sudah menganggu rapat pria itu.

"Apa mau kamu?"

Hanya itu kalimat yang lolos dari bibirnya, Haidar sendiri tak menunjukkan kalau dia kesal atau marah.

Haidar sangat pandai menutupi ekspresinya, walau tangannya sudah terkepal kuat. Terlebih dia melihat ada Ken dengan kepala tertunduk serta tangan yang digandeng oleh Wiyana.

"Ayah macam apa kamu ini? Apa kamu tidak tau kalau putramu mendapati perundungan di sekolahnya? Dia dibully oleh teman teman sekelasnya!" amuknya dengan suara yang menggelar menggema di ruangan kedap suara itu.

Sontak saja suasana di sana langsung riuh, puluhan karyawan menunjukkan ekspresi terkejut versi mereka masing-masing.

Ada yang mendelik, dan ada pula yang menutup mulut karena tak menyangka kalau putra seorang Haidar akan mendapatkan perlakuan bullying di sekolahnya.

"Rapatnya selesai!" kata Haidar santai, hanya dalam hitungan menit para karyawan bubar dari ruangan itu.

Mereka tahu betul rapat itu belum selesai, tapi mereka juga paham kalau Haidar pasti tidak akan membiarkan mereka tetap di sana untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya.

"Kamu tidak tau yang namanya tata krama?"

Wiyana maju satu langkah, dia gemas rasanya tangannya sangat gatal ingin memukul wajah Haidar karena masih bisa bicara sesantai itu.

"Dan, kamu juga tidak tau caranya melindungi seorang anak," balas Wiyana telak.

Sukses membuat rahang Haidar mengeras, dia tatap Wiyana beberapa detik. Setelahnya dia membuang muka, berusaha keras menahan diri agar tak terpancing.

"Saya papanya, saya tau bagaimana saya harus melindungi Ken. Pergilah sekarang!" usir Haidar.

Alih alih pergi, Wiyana malah menarik Ken dan mendorong bocah itu sampai menabrak Haidar.

Haidar agak kaget, tapi dia masih bisa menyembunyikan ekspresinya. Untungnya Ken tidak jatuh, tangan Wiyana melayang di udara membuat mata Haidar mengikuti arah tangan itu yang sepertinya akan mendarat di....

***