Chereads / Majikanku Cinta Lamaku / Chapter 4 - Melakukan Hal yang Tidak Pernah Dilakukan

Chapter 4 - Melakukan Hal yang Tidak Pernah Dilakukan

Begitu kakinya melangkah semua karyawan menundukkan kepala mereka cepat cepat, dia Haidar Saadi Adityawarman tengah berjalan dengan penuh ketenangan keluar dari perusahaan.

"Bagaimana bisa Ken menghilang?"

Haidar berhenti, hal itu secara otomatis ikut membuat langkah para anak buahnya juga terhenti.

Pengawal bertugas menjaga Ken, menunduk. Dia menjawab dengan gugup.

"Maaf, Pak. Saya lalai," ungkapnya pelan.

Pria dengan hidung mancung dan rahang tegas itu menatap datar ke depan, Haidar diam saja setelah mendengar alasan anak buahnya, Haidar adalah pria yang terkenal dengan kesabarannya. Dia bukan pria tempramen, Haidar memiliki pola pikir secara rasional.

"Cepat pergi cari putra, saya. Jangan pernah kembali sebelum menemukan dia, atau nyawa kalian akan menjadi taruhannya!" perintah Haidar mutlak, tak ada yang berani menentang.

Belasan pengawal yang tadi berdiri di belakangnya, langsung berlari keluar perusahaan mendahului sang bos.

"Tidak ada yang bisa diandalkan, apa saya harus selalu turun tangan?" gumamnya pada dirinya sendiri.

Dia menatap jam yang melingkar di pergelangannya, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh dan dia baru saja menyelesaikan rapat yang begitu penting. Tapi, setelah itu masih ada rapat dan pertemuan lain yang harus Haidar hadiri, menghilangnya Ken membuat semua rencananya berantakan. Haidar tak menyukai itu, dia benci ketika rutinitas dan rencananya jadi berantakan.

"Saskia, batalkan semua pertemuan dan rapat saya hari ini!" kata Haidar untuk yang terakhir kalinya pada sang asisten.

Gadis di belakang Haidar, yang dia sebut dengan Saskia mengangguk cepat dengan kepala sedikit menunduk.

"Baik, Pak!"

Tanpa basa basi lagi, Haidar langsung pergi dari sana.

Pergi ke parkiran, sampai di dalam mobil Haidar sedikit menggendorkan dasi yang melilit di lehernya.

Dengan cepat dia menjalankan mobilnya membelah jalan kota yang masih basah karena gerimis masih saja enggan untuk berhenti, tatapannya begitu tajam melihat ke depan sana. Entah apa yang sedang pria itu pikirkan tidak ada yang tahu.

Haidar adalah pria yang sulit untuk ditebak karakternya, tak ada yang tahu bagaimana pola pikir seorang Haidar yang tampan itu. Tapi, yang pasti dia lebih senang bertindak sesuai dengan logika daripada perasaan.

Sementara di jalanan Haidar sibuk mengendarai mobil hitam mewahnya, tanpa tujuan yang pasti.

Di kontrakan kecil itu, Ken adalah alasan batalnya semua pekerjaan papanya pada hari itu malah asik duduk di sofa putih dalam kontrakan Wiyana.

"Tante?"

"Ya?" jawab Wiyana, yang kala itu sedang sibuk di kamar mandi yang dekat dengan dapur. Namun, karana kontrakan itu tak terlalu luas Ken bisa melihat apa yang Wiyana lakukan.

Dia sedang sibuk memindahkan air yang ada di bak mandi ke ember pink dengan gayung.

"Mau ngapain?" tanyanya, jujur saja Ken mulai bosan terus berdiam diri tanpa melakukan apa pun.

"Mau siram bunga dan menanam di depan," kata Wiyana apa adanya.

Setelah embernya penuh, dia meletakkan gayung yang berwarna senada dengan ember ke dalam ember.

Tak perlu heran kenapa di kontrakan itu sangat banyak barang barang yang berwarna merah muda sebab itu adalah warna favorit Wiyana, bahkan Alea yang menjadi rekan satu kontrakkannya kadang suka sakit mata melihat segala barang berwarna sama.

"Kamu tunggu di sini, aku ke luar sebentar!"

Dengan ember dan gayung yang berisi air Wiyana keluar, di teras mereka yang tak terlalu besar itu Wiyana menanam berbagai macam tanaman. Ada sayur dan juga bunga, dia gadis yang rajin dan suka bercocok tanam.

"Hai, kalian sebenernya udah basah kena air hujan. Jadi, gue nggak akan siram lagi. Oh, iya. Cantik, wangi, menggoda, norak, Wiyana, ayam goreng, pelangi, merah mu––"

"Tente, kenapa?"

Ken mendadak muncul, Wiyana lumayan terkejut sebab tak menduga Ken akan menemuinya. Bocah itu berdiri di ambang pintu dengan bersedekap dada.

Dia sedikit heran melihat Wiyana terus bicara dengan tanaman bunga berwarna merah muda, yang Ken sendiri tidak ketahui bunga apa namanya.

"Ngapain bicara sama tanaman?" sambung Ken lagi.

"Kamu nanya? Wah, oke karena kamu penasaran aku jawab, ya. Itu namanya metode memuji," jawab Wiyana penuh keyakinan dengan senyum manis dia berikan pada Ken.

Alih alih paham, Ken malah mengerutkan dahinya tanda dia tak paham dengan apa yang Wiyana maksud.

"Ck, kamu nggak punya tanaman ya?"

Ken menggeleng dua kali, tanda kalau dia tak punya tanaman.

"Oh, iya. Kamu, kan. Gelandangan mana mungkin punya tanaman," timpalnya tanpa tahu yang sebenarnya.

Ken memutar bola matanya jengah, Wiyana terus saja mengatakan kalau Ken adalah gelandangan. Lagi lagi Ken melirik sepatu mahalnya yang tergeletak begitu saja di samping pintu.

"Bahkan sepatuku lebih mahal dari rumah ini," gumam Ken masih bisa didengar oleh Wiyana.

"Hah? Kamu ngomong sesuatu?"

Ken menggeleng, biarkan saja Wiyana menganggapnya gelandangan. Toh, tak lama lagi Ken akan pergi dari sana. Setelah itu dia akan mengatakan pada Wiyana betapa kayanya dirinya.

"Kenapa harus dipuji?"

Ken kembali membahas tentang pujian Wiyana pada tanaman, Ken mendekat. Dia ikut berjongkok. Tapi, Ken enggan memijak tanah basah sebab dia masih berjongkok pada ubin yang menyatu pada teras dan pintu masuk.

"Karena mereka makhluk hidup, seperti manusia yang bakal suka pujian. Tanaman juga kayak gitu, setiap hari tanaman harus dipuji sebanyak sepuluh kali biar dia tumbuh dengan indah."

Ken ingin tertawa mendengar penuturan Wiyana yang menurutnya sangat ngawur, sungguh Ken tak menduga kalau Wiyana suka bercanda.

"Kenapa?"

Wiyana tahu Kan hampir tertawa sebab bocah itu menutup rapat mulutnya dengan tangannya yang kecil, tangan Ken sudah Wiyana obati dan dia perban agar lekas sembuh.

"Sejak kapan itu? Aku baru tau."

Wiyana tersenyum manis, dia menepuk puncak kepala Ken sekali. Lantas dia menggali tanah, guna memasukkan bibit bunga baru agar tanamannya semakin banyak.

"Sejak lama, kamu nggak punya tanaman kamu mana tau."

Ken manggut manggut paham, dia memperhatikan bagaimana Wiyana tampak telaten merawat bunga dan bercocok tanam.

Wiyana menoleh, dilihat mata Ken tampak berbinar melihat dia menggali tanah.

"Kamu mau ikut coba?"

"Hah? Enggak, aku nggak boleh main kotor. Nanti papa marah," tolaknya cepat. Walau dalam hatinya yang paling dalam Ken sangat ingin.

"Ck, nggakpapa. Nanti aku yang bicara sama papamu, Ken!"

Untuk yang pertama kalinya Wiyana menyerukan nama Ken, Ken suka. Tanpa diminta senyumnya mengembang, Ken mengangguk tanpa ragu.

Lantas dia bangkit dan ikut menginjak tanah basah di mana Wiyana berpijak, awalnya Ken sedikit jijik mengingat dia tak pernah melakukan hal itu.

Tapi, lama kelamaan malah terasa seru. Dan dia pun ikut bercocok tanam dengan Wiyana, sesekali mereka tertawa. Ken senang melakukan hal yang baru baginya, dan Wiyana juga bahagia karena walau dia gagal lagi mendapatkan pekerjaan. Setidaknya dia menolong Ken yang dia anggap anak gelandangan.

***