Lima tahun yang lalu...
Setelah Leon mengetahui bahwa calon istrinya itu telah berselingkuh, ia memutuskan untuk pergi ke Mansion pribadinya. Dengan penuh emosi dan amarah yang besar ia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, kebetulan suasana pagi itu sedang gerimis.
"Aku bersumpah akan balas dendam padamu," ujar Leon.
Leon terus melajukan mobilnya dengan sangat kencang dan tidak melihat di sebelahnya seorang gadis sedang berjalan perlahan-lahan.
Byuurr!
"Astagfirullah," ujar gadis itu.
Leon mengabaikan apa yang ia lakukan dan terus menjalankan mobilnya.
"Pemilik mobil yang sombong itu harus diberi pelajaran agar lebih berhati-hati dalam mengemudi," ujar gadis itu.
Gadis itu mengambil batu besar dan melemparkan ke mobil yang masih berjalan.
Pyarrrr!
Kaca belakang mobil itu pecah membuat pemilik mobil itu menghentikan mobilnya.
Gadis itu tersenyum penuh kemenangan.
Pemilik mobil itu turun dan memeriksa keadaan mobil mewah miliknya, betapa terkejutnya ia ketika melihat kaca mobil belakangnya rusak.
"Gadis kurang aja!" bentak Leon.
Leon pun mendekati gadis kecil itu dengan penuh kemarahan.
"Berani sekali kau memecahkan kaca mobilku!" bentak Leon dengan penuh emosi.
"Seharusnya Saya yang harus marah pada Anda. Karena perbuatanmu pakaianku basah," ujar gadis itu.
Gadis itu pun pergi karena tidak ingin berdebat lama.
"Gadis kurang ajar!" jerit Leon emosi.
Leon pun masuk ke dalam mobilnya kembali lalu melajukan dengan kecepatan tinggi.
Sesampainya di Villa...
Gadis tersenyum saat melihat neneknya menyambut dirinya.
"Sudah pulang nak?" tanya nenek.
"Sudah nenek," balas gadis itu.
"Baju kamu kenapa basah nak?" tanya nenek.
"Tadi ada mobil punya orang sombong yang nyiram aku dan jadi basah deh," balas gadis.
"Ya sudah, mandi dulu nak. Nanti kita sarapan bersama," ujar nenek.
"Baiklah, Nek."
Gadis itu pun pergi.
"Cucuku sudah besar."
Nenek itu pun masuk ke dalam.
Setelah sampai di dalam nenek itu masuk ke dalam kamarnya dan ia membuka lemarinya. Diambilnya kota perhiasan berwarna biru muda dan tersenyum hangat.
"Aku akan memberikan gelang milik putriku kepada anak perempuannya," ujar nenek.
"Seandainya saja kecelakaan itu tidak terjadi, kalian pasti akan bahagia dengan perkembangannya."
Nenek itu meneteskan air mata kesedihan karena telah kehilangan putri dan menantu kesayangannya.
Tak lama kemudian gadis itu datang, ia memakai dress lengan panjang semata kaki berwarna biru muda.
"Nenek," lirih gadis itu.
Gadis itu memeluk sang nenek dengan penuh kasih sayang.
"Nenek kenapa nangis? Kangen Ayah sama Bunda ya?" tanya gadis itu dengan tatapan sedih.
"Nenekmu ini hanya merindukan Ayah dan Bunda saja nak. Jangan khawatir ya," balas nenek.
Gadis itu tersenyum dan kembali memeluk erat sang nenek.
"Shafa sangat menyayangi nenek," ujar Shafa.
"Nenek juga sangat menyayangimu nak," ujar nenek.
Shafa tersenyum ketika sang nenek mengusap lembut keningnya.
"Nenek punya sesuatu untukmu," ujar nenek.
"Apa itu?" tanya Shafa.
Nenek itu tersenyum dan membuka kotak perhiasan itu.
"Perhiasan ini adalah milik Bundamu nak. Karena sekarang kamu sudah besar nenek serahkan padamu kenangan ini," balas nenek dengan nada lembut.
"Shafa janji akan menjaga kalung ini, Nenek."
Nenek itu tersenyum dan memeluk cucunya dengan penuh kasih sayang.
"Cucuku tumbuh dewasa dan juga sangat cantik seperti Bundamu. Kalau nenek lihat mata tajammu mirip Ayahmu," ujar nenek.
Shafa tersenyum dan memeluk erat sang nenek.
"Ya sudah nak. Sebaiknya kita sarapan dahulu sudah terlalu siang," ujar nenek.
"Baiklah, Nenek."
Nenek dan Shafa pun pergi.
Di sisi lain...
~ Hotel ~
Para tamu undangan sudah mulai berdatangan, namun Leon belum juga datang.
"Mas di mana Leon mengapa belum datang juga. Ia niat untuk menikah atau tidak sih?" tanya Alisia.
"Entahlah Sayang. Mas juga bingung dia ke mana," balas Devian.
Alisia mulai cemas dan memutuskan untuk menelpon Leon.
[Nomor yang Anda tuju sedang tidak dapat dihubungi. Cobalah beberapa saat lagi.]
"Ponselnya juga tidak dapat dihubungi," ujar Alisia.
Devian menghela nafas panjang.
Tak lama penghulu pun datang.
"Putra kalian belum juga datang?"
"Kami mohon tunggu beberapa menit lagi," balas Devian dan Alisia.
Penghulu itu hanya mengangguk dan kembali ke dalam Hotel.
Alisia memijat keningnya yang terasa pusing, ia sangat panik.
"Tenanglah Sayang. Kita tunggu saja dulu Leon selama 10 menit dan kalau tidak datang juga batalkan saja," ujar Devian.
"Kita akan menanggung rasa malunya Mas kalau membatalkan pernikahannya," ujar Alisia.
"Tidak masalah dari pada mereka harus menunggu," ujar Devian.
Tak lama kemudian Allena datang bersama dengan seseorang pria yang mengikutinya, tatapan pria itu sangat tajam dan ditaksir usianya lebih dewasa.
"Bunda. Kakak Leon belum datang juga? " tanya Allena.
"Belum nak. Jika dia tidak datang maka pernikahan ini akan batal," balas Alisia.
"Tidak perlu membatalkan pernikahan Bunda. Aku saja yang menggantikan putramu menikah," ujar pria asing itu.
"Kamu siapa?" tanya Allena.
"Calon suamimu," balas pria asing itu dengan senyuman.
"Jangan gila kau!" bentak Allena.
Devian menyentuh pundak Allena.
"Jangan berkata seperti itu nak. Bisa jadi dia adalah jodohmu," ujar Devian.
"Maapkan anak Bunda ya nak. Dia memang ketus sifatnya semenjak kakaknya memilih Citra sebagai istrinya," ujar Alisia.
"Tidak masalah Bunda. Aku tidak merasa terhina sedikitpun justru menjadi tantangan buatku untuk membuatnya menjadi istriku," ujar pria asing itu.
Pria itu mengusap lembut rambut Allena. Devian dan Alisia hanya tersenyum.
"Baiklah nak. Kami setuju tapi tidak hari ini. Tunggu usia Allena 21 tahun," ujar Devian dan Alisia.
"Bunda," lirih Allena.
"Jangan takut Sayang," ujar pria itu.
Pria itu pun mencium punggung tangan Devian dan Alisia lalu tersenyum.
"Assalamualaikum," ujar pria itu.
"Waalaikumsalam," ujar Devian dan Alisia.
Pria itu tersenyum hangat pada Allena lalu pergi dengan senyuman bahagia.
"Pria itu sangat bahagia," ujar Alisia.
"Kau benar Sayang. Ia sangat bahagia saat kita telah merestuinya," ujar Devian.
"Kenapa kalian merestuinya. Aku tidak kenal dengannya Ayah," ujar Allena.
"Cepat atau lambat kamu juga akan kenalnya dengannya dan keluarganya," ujar Devian.
"Ayah sama Bunda nyebelin," ujar Allena.
Allena pun pergi dengan perasaan kesal.
"Allena. Nak," ujar Alisia.
Devian mengusap punggung istrinya dengan lembut.
"Biarkan saja, Alisia. Ia akan mengerti perlahan-lahan," ujar Devian.
"Baiklah Sayang," ujar Alisia.
Alisia kembali cemas dan menatap arloji mewah yang ia pakai.
"Bagaimana ini Sayang. Leon belum juga datang," ujar Alisia dengan nada panik.
"Aku sudah putuskan. Batalkan saja pernikahannya," ujar Devian dengan nada tegas dan penuh wibawa.
Devian dan Alisia pun masuk ke dalam Hotel.
Di sisi lain...
Leon Louis Devian telah sampai di Mansion pribadi miliknya, ia sendiri yang telah membelinya dengan desain yang ia pilih.