Leon membanting semua barang-barang yang ada dihadapannya dengan penuh emosi, ia sudah sangat benci dan dendam kepada Citra kekasihnya karena berani berkhianat padanya dengan bercinta dengan pria lain.
"Aku kecewa, benci, dan dendam padamu. Lihat saja kau Citra diriku ini akan membuatmu hancur berantakkan," ujar Leon dengan nada dingin miliknya.
Leon mengambil gelas kaca yang berada di meja lalu membantingkan ke lantai.
Pranggg!
Pyaarr!
Leon pun pergi ke kamar khusus yang biasa ia pakai untuk menyendiri dikala rasa sakit menghampirinya.
Setelah sampai di ruang khusus miliknya, Leon menghancurkan semua lukisan Citra yang ia buat sendiri.
"Aku harus melukis gadis itu saja. Agar kenangan tentang Citra akan hancur dalam ingatanku," ujar Leon.
Leon menginjak-nginjak lukisan Citra lalu membakarnya hingga hanya sisa debu.
"Kau berkhianat padaku, aku tidak akan segan-segan menghancurkan dirimu!"
Leon pun memulai melukis gadis asing yang telah merusak mobilnya.
"Kamu akan jadi sasaran balas dendamku karena dirimu telah merusak mobilku," ujar Leon.
Leon bahkan bisa melukis wajah gadis asing itu dengan sempurna dan indah.
"Kau pasti akan jadi milikku. Gadis pemberani," ujar Leon.
"Aku harus membersihkan ruangan ini," lanjut Leon.
Leon pun mengambil pembersih elektrik dan mulai membersihkan lantai yang kotor.
"Akhirnya selesai juga," ujar Leon.
Leon pun mencabut kabelnya lalu meletakan alam pembersih itu ke tempatnya.
Leon mengambil ponselnya dan menelpon seseorang.
[Halo Bos.]
Leon:[Aslando. Cari tahu gadis yang telah berani bermain-main denganku dan memecahkan kaca belakang mobilku.]
Aslando:[Saya akan segera menemukannya.]
( Panggilan Selesai )
Setelah selesai menelepon, Leon pun keluar dari ruangan khusus itu dan tidak lupa mengunci kembali pintunya.
Di sisi lain...
Devian tampak sedang termenung di halaman Mansion miliknya.
"Mas."
Devian melirik ke arah istrinya sekilas dan kembali menatap kosong pemandangan dihadapannya. Karena tidak tahan dengan sikap suaminya, Alisia memeluk erat tubuh Devian dengan lembut.
"Aku sangat malu dengan kelakuan Leon yang tidak kembali lagi ke Hotel tempat acara pernikahannya diselenggarakan," ujar Devian.
"Sama sepertimu, Sayang. Aku juga sangat kecewa padanya," ujar Alisia.
Tak lama kemudian datanglah Allena.
"Ayah ... Bunda. Ayo kita makan siang dahulu," ujar Allena.
"Kamu saja duluan, Ayah dan Bunda akan makan nanti," sahut Devian.
"Baiklah."
Allena pun pergi meninggalkan kedua orang tuanya. Setelah kepergian putrinya Devian dan Alisia kembali menatap kosong pemandangan dihadapannya.
Di tempat lain...
Citra telah selesai mandi setelah berhubungan dengan Jacob.
"Sayang," ujar Jacob dengan nada manja sambil bergelayut manja.
"Ada apa Sayang? Apa masih belum puas?" tanya Citra.
"Tentu saja. Aku tidak akan pernah puas," balas Jacob.
Citra pun mengecup bibir Jacob dan mereka pun kembali melakukan adegan panas lagi.
***
Di sebuah Cafe yang hanya memiliki ruangan privasi seorang pria dengan jubah hitam sedang mengawasi seorang gadis yang sedang mengantarkan pesanan para tamu yang datang dari kaca ruang privasi yang ia tempati.
Tak lama pelayan datang dan berkata, "Tuan. Anda ingin pesan sesuatu?"
Pria dengan jubah hitam itu hanya tersenyum miring.
"Ya. Hot Choco And Cake."
Pria itu membenarkan letak Arloji mewah di pergelangan tangannya.
"Aku ingin gadis itu yang mengantarkan pesanannya padaku,"
Pelayan itu hanya mengangguk lalu pergi.
"Sebentar lagi kau akan jadi wanitaku seutuhnya. Malam ini kita akan menikah dan aku sudah menyiapkan penghulu untuk menikahkan kita."
Pria itu tersenyum menyeringai.
Tak lama kemudian gadis yang ia sukai datang dan berjalan menuju ke arahnya.
"Kemarilah sayangku. Aku sudah sangat lapar dan juga haus," ujar pria itu.
Gadis itu mendekati pria itu lalu memberikan pesanannya.
"Saya permisi. Tuan," ujar gadis itu.
Saat gadis itu akan pergi, tiba-tiba tubuh mungil itu dilemparkan secara paksa ke tempat tidur.
Gadis itu tampak panik dan ketakutan saat pria itu menindih tubuhnya.
"Apa yang Anda lakukan Tuan. Jangan macam-macam atau Saya akan teriak," ujar gadis itu.
Pria itu semakin menyukai perlawanan dari gadis dihadapannya.
"Berontak saja Sayang. Aku semakin suka dengan perlawananmu," ujar pria itu.
Pria itu mengusap lembut perut gadis itu.
"Sangat menyenangkan jika di dalam rahimmu ini ada benih-benih lucu dariku," ujar Pria itu.
"Aku mohon lepaskan aku. Bukankah diriku ini tidak pernah menganggu kamu?" tanya gadis itu.
Pria itu diam-diam membuka celana panjang miliknya dan melemparkan ke lantai lalu mulai membuka celana dalamnya.
"Bersiaplah gadis manis," balas pria itu.
Pria itu mengecup bibir gadisnya untuk mengalihkan rasa sakit yang akan diterima nantinya. Diam-diam dia mulai melucuti rok panjang yang dipakai dan juga melepaskan celana dalamnya.
"Bersiaplah untuk menjadi wanita seutuhnya," ujar pria itu.
Pria itu mulai memposisikan adik kecilnya dan menyatukan miliknya dengan miliknya.
Pria itu menghapus air mata gadisnya, dia tahu bahwa wanitanya ini sedang menahan rasa sakit seperti terbelah menjadi dua.
"Kuat ya Sayang. Kita akan segera menikah setelah ini," ujar Pria itu, "Kamu harus tahu Sayang, aku bukanlah pria yang mengambil keuntungan dalam penderitaan."
Gadis itu merasakan ada yang mengalir deras menuju rahimnya, pria itu tersenyum.
Pria itu langsung ambruk dengan kedua tangannya memeluk wanitanya.
"Kamu milikku seutuhnya," ujar pria itu.
Pria itu mengusap lembut rambut wanitanya.
"Aku belum tahu siapa namamu Sayang. Masa ia aku tidak tahu nama calon istriku sendiri," ujar pria itu.
"Namaku Amira Syafira Syehra," ujar Amira.
"Nama yang sangat indah. Pertemuan kita takdir Sayang," ujar pria itu.
Pria itu mengusap lembut rambut Amira.
"Amira Sayang. Siapkan bertemu dengan Ayah dan Bundaku?" tanya pria itu.
Amira hanya mengangguk dan tersenyum.
"Senyumanmu hanya boleh dilihat olehku saja," ujar pria itu dengan nada tegasnya.
Pria itu menatap jam mewah yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Kita akan pulang sebentar lagi," ujar pria itu.
Amira hanya mengangguk tubuhnya masih lemah karena menahan berat tubuh pria asing dihadapannya.
"Mas. Siapa namamu?" tanya Amira dengan nada lembut.
"Revano Abbiyan Wilson," balas Revano.
Amira tersenyum.
Revano menatap bercak-bercak darah dan tersenyum.
"Aku akan membawa seprei ini dan membayarnya," ujar Revano.
"Mas ini ada-ada saja," ujar Amira.
"Aku akan memasangnya kembali di kamar kita setelah seprei ini bersih kembali," ujar Revano.
"Baiklah ... Aku ikut keinginan Mas saja," ujar Amira.
"Aku akan memasangkan kembali pakaian bawahmu," ujar Revano.
"Biar aku saja Mas. Kamu adalah pria yang merupakan seorang pemimpin," ujar Amira.
Revano mengambil pakaian bawah Amira dan memberikan kepada pemiliknya kembali.
Amira memakainya kembali meski ia harus menahan rasa perih yang mungkin akan dirasakan beberapa hari.
Revano juga memakai pakai bawahnya kembali dan membantu Amira untuk duduk di sofa lembut.
Revano langsung membuka seprei kasur. Tak lama kemudian pelayan lain datang.
"Cuci kembali seprei ini dan antarkan ke Mansionku besok pagi," ujar Revano.
"Baiklah. Tuan," ujar pelayan itu.
Pelayan itu pun mengambil semua seprei beserta selimutnya lalu pergi.