Revano mendudukkan Amira di kursi dan mulai membuka topik pembicaraan. "Berapa usiamu saat ini?"
Amira terkejut dan menunduk malu lalu mulai membalas pertanyaan Revano. "Usiaku dua puluh satu tahun, Mas."
Revano mengusap rambut Amira lalu kembali mengeluarkan kata-kata lembut. "Usiamu sangat tepat untuk menikah Sayang, kamu sudah sangat dewasa."
Revano menyuapi kue brownis ke mulut Amira lalu tersenyum.
"Enakkan kuenya?" tanya Revano.
"Sangat enak," balas Amira dengan nada malu.
Setelah menghabiskan kue brownisnya, Revano memutuskan untuk mengajak sang Amira ke Mansion kedua orang tuanya.
"Ayo," ujar Revano.
"Mau kemana Mas?" tanya Amira.
"Kita akan pergi ke Mansion kedua orang tuaku," balas Revano dengan senyum khasnya.
"Tapi ...." Amira menghentikan perkataannya karena mulutnya dikecup lembut oleh Revano.
"Jangan khawatir Sayang," ujar Revano, "Mereka pasti akan menerimamu."
Revano menggendong tubuh mungil itu lalu pergi.
***
Di sisi lain...
~ Mansion Wilson ~
Keenan Wilson dan Kania Wilson sedang asik menonton televisi. Tiba-tiba seorang mata-mata suruhan Keenan datang.
"Maap mengganggu waktu Anda. Tuan," ujar Raymond.
"Ada informasi apa Raymond?" tanya Keenan Wilson.
"Saya ingin memberitahu Anda bahwa Tuan muda Revano telah melecehkan seorang gadis pelayan polos bernama Amira," balas Raymond.
Keenan Wilson dan Kania Wilson terkejut.
"Apa kau yakin itu putraku, Raymond?" tanya Keenan dengan nada dingin.
"Anda benar sekali, Tuan. Dia memang putra Anda dan Saya tidak berbohong," balas Raymond.
Keenan melemparkan gelas kaca ke tembok dengan sangat kencang, dan...
Prang!
Kania Wilson sangat terkejut dengan sikap suaminya yang terkesan mengerikan.
"Anak itu benar-benar memalukan dan seorang pria brengsek!" teriak Keenan.
"Apa yang ingin kau lakukan pada putra kita?" tanya Kania.
"Dia harus bertanggung jawab dengan menikah dengan Amira karena gadis polos itu telah direbut paksa kehormatannya oleh putra kita," balas Keenan dengan nada tegas.
Kania hanya diam mendengar keputusan suaminya.
"Semoga saja gadis itu bisa merubah sikap Revan menjadi lebih baik," ujar Kania dengan nada lirih.
"Amiinn," ujar Keenan.
Keenan menatap tajam Raymond.
"Raymond. Persiapkan semuanya untuk pernikahan putraku," ujar Keenan dengan nada tegas.
"Baiklah. Tuan," ujar Raymond.
Raymond pun membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan pasangan sejoli itu.
Setelah kepergian Raymond, Keenan menatap istrinya.
"Aku harap kamu menerima menantu kita dengan sangat baik nantinya dia seorang pekerja keras. Aku akan mencari tahu asal usulnya," ujar Keenan.
"Percayalah padaku, Mas. Aku akan memperlakukan menantu kita dengan sangat baik," ujar Kania.
Keenan tersenyum tipis lalu masuk ke ruang pribadinya.
***
"Revan ... Revan. Kenapa kamu berbuat seperti ini nak," lirih Kania.
Kania pun pergi ke kamarnya.
Di sisi lain...
Revano dan Amira telah sampai di gerbang Mansion milik kedua orang tua Revano. Tak lama kemudian satpam langsung datang dan membuka pintunya.
"Mas. Aku takut," ujar Amira.
"Jangan takut, Sayang. Aku yakin mereka akan memberi restu," ujar Revano.
"Tapi, Mas ...."
Revano menutup mulut calon istrinya agar tidak bicara soal keraguannya lagi.
"Jangan bicara lagi, Sayang. Sebaiknya kita masuk," ujar Revano.
"Den, Aden ditunggu Tuan besar di ruang pribadinya," ujar satpam.
Revano diam.
Apa Ayah sudah tahu semuanya?
Bagaimana bisa dia tahu?
Revano menghela nafas panjang dan mengenggam erat tangan Amira lalu masuk ke dalam Mansion.
Sesampainya di dalam Mansion, Revano dan Amira langsung masuk ke dalam ruangan Ayahnya dia tidak lupa untuk mengetuk pintunya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!"
Revano dan Amira pun langsung masuk ke dalam.
"Ayah tahu aku akan datang bersama Amira gadisku?" tanya Revano.
Tiba-tiba...
Plakk!
Keenan menampar putranya dengan keras lalu berkata. "Berani sekali kamu menodai seorang gadis yang masih sangat polos seperti dirinya. Apa kau tidak merasa kasihan sedikit pun tentang masa depannya?"
Revano memegang pipinya yang terasa nyeri karena tamparan kuat sang Ayah.
"Kenapa Ayah menamparku?" tanya Revano. Dia sangat syok baru pertama kali melihat sang Ayah begitu marah kepadanya dan juga murka.
Sang Ayah mengepalkan tangannya entah kenapa putranya ini begitu menguji kesabarannya.
"Jawab pertanyaanku, Vano!" tegas Keenan.
"Aku sangat mencintai dirinya pada pandangan pertama Ayah," balas Revano.
Keenan tersenyum menyeringai lalu berkata, "Jika kau berani menodai cintamu dengan berselingkuh. Kau akan habis ditanganku,"
Revano terkejut dengan perkataan Ayahnya.
"Revano berjanji Ayah tidak akan menodai hubungan pernikahan apa pun yang terjadi," ujar Revano.
"Ayah dan Bunda merestui hubungan kalian," ujar Keenan, "Kalian akan menikah besok, Revano kau pergilah ke kamarmu. Amira harus tetap berada di sini,"
"Baiklah Ayah. Aku akan pergi ke kamar dahulu," ujar Revano.
Revano pun pergi meninggalkan kedua orang tuanya.
Amira menunduk ia sangat cemas saat berhadapan dengan kedua orang tua Revano.
"Kamu kenapa nak?" tanya Keenan.
Kania mendekati Amira dan memeluknya erat.
"Mungkin dia takut dengan kita," balas Kania.
Keenan menghela nafas panjang dan mengusap lembut rambut Amira.
"Kamu gadis yang sangat polos nak. Maafkan putraku ya," ujar Keenan dengan nada lembut.
Amira tersenyum manis melihat sikap hangat Keenan membuat dia merasa seperti punya Ayah.
"Ayah," ujar Amira.
Amira menutup mulutnya karena menyadari perkataannya.
"Bagus nak. Panggil aku Ayah," ujar Keenan.
Keenan mengusap lembut Amira.
"Bersihkan dirimu nak. Bunda sudah menyiapkan pakaian untukmu," ujar Kania.
Amira mengangguk dan tersenyum.
"Kania. Antarkan menantu kita ke kamarnya. Aku ada urusan sebentar," ujar Keenan.
"Baiklah Mas. Hati-hati di jalan," ujar Kania.
Keenan mengangguk lalu pergi. Setelah kepergian Keenan, Kania dan Amira pun pergi.
***
~ Mansion Kedua Fernando ~
Alisia Fernando sedang sibuk menyiapkan makan malam untuk keluarganya dan tak lama kemudian datanglah kakak dari Devian yang merupakan putra pertama dari keluarga Adferion.
"Di mana suamimu. Aku mau bicara padanya?" tanya pria itu.
Tak lama Devian datang dan terkejut melihat kedatangan sang kakak.
"Kakak ada di sini?" tanya Devian.
"Ya. Aku kemari karena kau telah mempermalukan keluarga Adferion karena ulah putramu," balas pria itu.
"Sampaikan permintaan maaf diriku kepada Ayah dan Bunda atas nama Leon Louis Fernando," ujar Devian.
"Ah, tidak perlu. Putramu benar-benar kelewatan, Ayah dan Bunda sudah menghapus kalian dari daftar keluarga," ujar pria itu, "Kalian juga harus cepat pergi dari Mansion ini karena rumah ini sekarang adalah milikku."
"Aku tahu, kakak memang tidak suka dengan kelahiranku yang dahulunya terlahir prematur begitu pula dengan Ayah dan Bunda yang sangat malu dengan lahirnya diriku," lirih Devian dia hampir saja menangis jika saja Alisia tidak mengusap lembut bahunya.
Devian menatap lembut sang istri.
"Pergilah ke kamar, Alis. Bereskan barang-barang kita," ujar Devian.
Alisia mengangguk lalu pergi.