"Ayah bertahan, Yah. Ayah pasti kuat," ucap seorang gadis, menangis terisak.
"Maaf, Mba. Silahkan menunggu di luar," pinta suster lalu menutup pintu ruang UGD.
"Riana, gimana kondisi ayah kamu?" tanya seorang wanita yang baru saja datang.
"Tante." Gadis yang bernama Riana, menangis dalam pelukan wanita yang ia panggil tante.
Riana, seorang gadis piatu yang ditinggal ibunya sejak masih bayi. Dia tinggal dengan sang ayah yang selalu sibuk mengelola Mall. Rena Fitri, adik kandung ibu Riana. Beliau memutuskan kembali ke rumah kakak iparnya, untuk membantu mengurus dan menjaga putri kakaknya itu.
Selisih usia Riana dan tantenya yang hanya berjarak enam tahun, membuat mereka terlihat seperti kakak dan adik.
"Kamu yang sabar, ya. Doakan saja, semoga ayah kamu bisa melewati masa kritisnya," ucap sang tante memberikan kekuatan.
. . . . .
Riana masih mengunci diri di kamar. Setelah pemakaman sang ayah, dia tidak keluar sama sekali.
Hari sudah hampir malam, saat Tante Rena kembali mengetuk pintu kamar keponakannya. Semua bujukan yang Tante Rena lakukan, tidak bisa membuat Riana mau membuka pintu.
"Ri, buka ya pintunya, kamu kan belum makan apa-apa sejak pagi tadi," bujuk Tante Rena.
Riana tidak bergeming sedikit pun, dia masih menyalahkan dirinya atas kematian sang ayah. Wajah kesakitan ayahnya terus membayangi pikiran Riana.
Riana memberitahukan hubungannya dengan Alvin pada sang ayah, itu yang menjadi penyebab penyakit sang ayah kambuh, bahkan sampai merenggut nyawanya.
Tok-tok-tok
Ketukan itu kembali terdengar, rupanya Tante Rena masih belum menyerah.
"Riana, aku mohon buka pintunya," pinta seorang laki-laki.
"Alvin?" ucap Riana, menyebut nama laki-laki yang kini berada di depan pintu kamarnya.
Riana membuka pintu, melihat laki-laki yang dia cintai ada di hadapannya.
"Alvin." Riana langsung memeluk laki-laki itu. Tangis kembali hadir, rasa cintanya ternyata merenggut nyawa sang ayah.
Mereka berdua telah menjalin hubungan secara diam-diam selama satu tahun. Itu karena orang tua Alvin dan Riana tidak menyetujui hubungan mereka.
Selama satu tahun itu pula, mereka hanya bertemu di kampus. Tidak ada yang mengetahuinya, baik Alan maupun Tante Rena.
Alvin dan Riana, sengaja memberitahu kedua orang tuanya mengenai hubungan mereka. Berharap orang tua mereka bisa memiliki hubungan baik, saat mengetahui Alvin dan Riana saling mencintai.
Ternyata harapan Alvin dan Riana tidak berbuah seperti yang mereka bayangkan. Selain semakin marah, ayah Riana bahkan sampai masuk rumah sakit.
"Alvin. Ayah, Vin. Ayah meninggal karena keegoisan kita," terang Riana.
Alvin berusaha menenangkan Riana, menatap dalam ke arah netra gadis yang dia cintai.
"Aku minta maaf, kita ngga punya pilihan lain selain mengatakan kebenaran itu, Ri. Kita ngga mungkin terus bersembunyi, sementara ayah ingin menjodohkanku dengan gadis lain," jelas Alvin.
"Seandainya kita terus bersembunyi, semua ini pasti ngga akan terjadi, Vin." Isak Riana, membalas tatapan dalam sang kekasih.
"Itu di luar kendali kita, Ri. Semua sudah ditakdirkan, kita hanya mencoba memperjuangkan cinta," ucap Alvin.
"Benar yang Alvin katakan, itu bukan salah kalian berdua. Setiap hidup manusia sudah ditakdirkan," timpal Tante Rena membenarkan ucapan Alvin.
Malam itu Tante Rena mengajak Alvin makan malam di rumah mereka, sekaligus membujuk Riana supaya mau makan.
Dia datang ke rumah Riana, karena mendengarnya terus mengunci diri di kamar. Meski telah dilarang oleh orang tuanya, Alvin tetap pergi.
Pada saat seperti ini, dialah yang paling Riana butuhkan. Itu hubungan mereka, Ayah Riana meninggal karena sakit jantungnya kambuh, setelah mendengar tentang hubungan mereka berdua.
Alvin merasa sangat bersalah. Untuk menghindari perjodohannya, Riana harus kehilangan sang ayah.
"Ri, aku mohon, makan sedikit saja. Ayah akan sedih melihatmu terus seperti ini," bujuk Alvin.
Mendengar kata ayah, Riana mulai membuka mulutnya. Alvin pun segera menyuapi sang kekasih. Riana pasti memikirkan ucapan Alvin tadi, karena dia sangat menyayangi sang ayah.
Sejak ibunya meninggal, Riana hanya mempunyai fotonya saja. Kasih sayang ibu dirangkap oleh ayahnya, meski sibuk Ayah Riana mencoba memberikan yang terbaik untuk putrinya.
Riana hanya bersama Tante Rena setiap hari. Beliau juga menjadi sosok ibu pengganti bagi Riana, teman, tempat curhat, segalanya.
"Makasih, Ri. Makasih karena mau makan walau hanya sedikit. Senang melihatnya, aku ngga mau melihat kamu sakit," ucap Alvin. Matanya mulai berkaca-kaca melihat kondisi sang kekasih seakan tidak memiliki gairah hidup.
"Alvin, hei, kamu kenapa?" tanya Riana, menyadari suara Alvin sedikit berubah karena menahan rasa sedih.
Rasa yang ditahan tak mampu bertahan, ia jatuh tanpa seizin sang pemilik. Terisak, keduanya saling menatap penuh kesedihan. Alvin tak mempu memendung lagi. Dia menangis, menangis di hadapan sang kekasih.
"Alvin, aku minta maaf karena membuatmu khawatir," ucap Riana.
"Ngga, Ri. Aku yang minta maaf karena terlalu egois. Aku sudah membuatmu kehilangan orang tua satu-satunya, maafin aku," Alvin semakin tak kuasa menahan rasa itu.
Riana memeluk Alvin. Bukan Riana yang menangis karena ditinggal sang ayah, melainkan sang kekasih karena membuat Riana menjadi terpuruk seperti sekarang.
"Sudahlah, hapus kesedihan kalian. Lebih baik kita doakan agar ayah kamu tenang di sana," ucap Tante Rena.
"Iya, Tante. Aku minta maaf karena datang menambah kesedihan," terang Alvin.
"Sudah, sudah. Lebih baik sekarang kalian makan dulu," saran Tante Rena.
Ketiganya kembali menghabiskan makanan yang Tante Rena masak. Beliau memang selalu memasak sendiri, menyewa asisten rumah tangga hanya untuk sekedar bersih-bersih saja.
Setelah makan malam, Alvin menemani Riana menonton tv di ruang tengah. Untuk langsung pulang, Riana tidak mengizinkan sang kekasih. Dia bahkan memintanya menginap di rumah. Namun, Tante Rena melarang, karena hubungan mereka sedang tidak dalam kondisi yang baik saat ini.
Cinta memang butuh perjuangan. Alvin tetap bersikeras melihat kondisi sang kekasih, meski harus melawan orang tuanya. Riana juga harus berjuang melawan rasa takut. Namun, perjuangannya tidak berbuah manis. Karena ketakutannya harus berbuah penyesalan, penyesalan yang tidak bisa dia tebus sampai kapan pun.
"Aku pulang ya, kamu istirahat. Inget, jangan sedih lagi, ada teman yang tidur di samping kamu," ucap Alvin sebelum pamit.
"Nanti dulu, tinggal sebentar lagi ya," pinta Riana, memohon pada sang kekasih.
"Hei, kita ketemu lagi besok. Aku akan datang ke rumah setelah orang tuaku pergi bekerja," ucap Alvin.
"Janji ya, besok ke sini lagi?" balas Riana.
"Iya, aku janji. Sekarang kamu istirahat, udah malam. Aku antar kamu ke kamar ya," ucap Alvin.
"Iya, makasih ya. Kamu hati-hati di jalan." Riana memeluk sang kekasih sebelum pulang. Sebenarnya dia masih tidak rela membiarkan Alvin untuk pulang, karena rasa kangennya yang masih belum terobati.
bersambung...