Chereads / Love And Conspiracy / Chapter 19 - Ketidaksukaan

Chapter 19 - Ketidaksukaan

Mobil Alphard tiba di depan rumah Kyra. Rumah yang elegan dan tampak berkelas, siapapun yang melihat, dapat menebak Kyra bukan berasal dari keluarga yang sederhana. David memotret rumah itu, lalu dikirim lewat whatsapp.

Setelah itu, David memutar mobil yang ia kendarai dan kembali ke green house. Keenan tak bisa membuka ponselnya. Ia duduk di sebelah sang ayah di taman grand royal house. Mereka duduk di kursi kayu yang dibeli di Jerman lima tahun yang lalu.

Kursi itu tidak dapat digoyangkan seperti di film horor, tetapi terbuat dari bahan yang kokoh. Edward menatap Keenan seraya menyerahkan beberapa lembar kertas pada pria itu. "Apa ini, Pa?" tanya Keenan.

"Itu semua dokumen tentang perusahaan. Kamu bilang sebelumnya kalau kamu ingin mendirikan perusahaan atas namamu. Itu semua daftar investor, data keuangan, dan semua yang berhubungan dengan perusahaan. Pelajari itu!"

"Papa ingin menaruh saham pada perusahaan yang aku dirikan?" tanya Keenan seolah tak percaya.

Ia tahu siapa ayahnya dan seberapa besar ambisi yang ia miliki. Ia cukup kaget kalau dirinya diberi kesempatan untuk mendirikan perusahaan atas namanya sendiri. Itu seperti mimpi bagi Keenan.

"Bagaimana? Kamu mau? Kalau kamu berubah pikiran, papa bisa memberikannya secara langsung pada…"

"Tentu saja aku mau. Ini impianku dari dulu. Akhirnya datang juga. Terima kasih atas kepercayaan papa selama ini. Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini," kata Keenan. Sorotan matanya begitu tajam.

"Aku mencari papa kemana-mana dan ternyata papa di sini bersama kak Keenan," ucap Devano. Ia menghampiri mereka.

"Devano! Ada apa mencari papa?"

"Akhir-akhir ini aku ingin belajar bisnis. Bolehkah, aku belajar dari papa?"

"Bukankah kamu sudah ada pekerjaan? Kamu bisa melebarkan sayapmu di sana," celetuk Keenan. Dia merasa cukup aneh dengan sikap Devano.

"Aku merasa cukup kesulitan di sana karena bekerjasama dengan kak Harrison tak mudah. Pa, aku ingin seperti kak Keenan," ujar Devano.

"Devano pasti merencanakan sesuatu. Aku rasa dia mendengar pembicaraanku dengan papa," batinnya. Hati Keenan gelisah.

"Kebetulan sekali, kamu bisa belajar dari kakakmu ini. Dia mungkin bisa mengajarimu dengan baik," kata Edward sambil mengumbar senyuman.

"Apa yang…"

"Kalian berdua bisa mengelola perusahaan dengan baik."

"Lalu, bagaimana dengan hotel yang aku kelola, Pa?" tanya Keenan. Sejujurnya, ia hanya khawatir dengan kehadiran Devano di sana. Dia tidak sepenuhnya mengkhawatirkan hotelnya.

"Tenang. Papa akan atur semuanya." Edward tersenyum lebar, meyakinkan Keenan.

"Wah, terima kasih ya, Pa. Kak Keenan, mohon bimbingannya ya," ujar Devano sembari menundukkan kepala. Keenan tak merespon karena ia tak merasa senang bekerjasama dengan adik tirinya.

"Ya sudah, kalau begitu papa pergi dahulu. Kalian berdua bisa saling berbincang-bincang di sini," kata Edward sambil menepuk pundak Keenan.

Dia mengepalkan kedua tangan, tak bisa berbuat apa-apa . Dia memandang wajah Devano, memperhatikan sorotan kedua matanya. Dia hanya ingin tahu motif tersembunyi yang direncanakan Devano.

Sepasang mata Devano yang polos, membuatnya menghela nafas. Untuk saat ini, Keenan membiarkannya karena tak ada kecurigaan yang ia lihat dari mata Devano.

Tanpa mereka sadari, Cavero memperhatikan mereka dari tadi. Dari awal ia telah mendengarkan percakapan antara ayahnya dengan dua saudara tirinya.

Dia tak bisa membiarkan keberuntungan berada di pihak Keenan. Dia tak ingin tinggal diam. Satu-satunya cara agar menghancurkan Keenan dengan meminta bantuan pada seseorang yang ia kenal dan berkuasa.

Ia tahu kalau dirinya sendiri takkan mampu menghadapi Keenan. Ia membalikkan badan, kemudian berjalan menemui orang itu.

******

Eileen membongkar tatanan rambutnya. Rambut wanita itu agak kaku karena hairspray ketika ia menyemprotkan pada rambutnya tadi. Suara ketukan pintu terdengar. "Mungkin itu Edward," batin Eileen.

Kekaguman Edward pada kecantikannya tadi tak pernah ia lupakan. Tak heran, ia berharap orang yang mengetuknya adalah suaminya. Dia berharap hubungannya dengan Edward semakin lengket dibandingkan Melva dan Cindy.

Rasa kecewa terasa di hatinya karena pria itu bukanlah Edward, melainkan Cavero. "Mama kira papamu, ternyata kamu."

"Aku ingin bicara sesuatu, Ma."

"Ya udah, bicara di dalam saja." Mereka duduk di sofa yang berada cukup jauh dari pintu itu.

"Ma, aku butuh bantuan."

"Kamu ini, datang-datang langsung minta bantuan begitu," kata Eileen, keningnya berkerut menandakan ia tak suka sifat Cavero yang terang-terangan.

"Yah, habisnya bagaimana lagi. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, Ma," ucap Cavero dengan wajah lesu. Dia tak henti-hentinya menggertakkan gigi karena kesal.

"Bantuan apa?" tanya Eileen seraya mengambil potongan kuku. Lalu, ia memotong kukunya yang terlihat kurang rapi.

"Aku ingin melawan Keenan."

"Keenan? Kenapa harus dia? Mama kira Devano akan menjadi ancaman suatu saat nanti." Eileen memperhatikan kukunya lagi yang kurang rapi.

"Devano tidak mungkin melakukan seperti itu. Dia begitu polos, yang perlu diperhatikan hanyalah…"

"Justru pria yang terlihat biasa saja, bisa membahayakanmu suatu saat nanti dan kamu harus belajar banyak dari Keenan."

"Ma, aku ingin melawan Keenan, kenapa mama malah menyuruhku untuk melakukan hal yang tidak masuk akal?" ujarnya bernada tinggi.

"Apa kamu tidak mengerti apa yang mama katakan? Itu kenapa kamu terlahir begitu bodoh dan tidak memakai otakmu dengan baik." Mata Eileen melotot tajam, ia tak habis pikir Cavero tak seperti dirinya yang harus bersikap tenang saat menghadapi musuh.

"Apa maksud mama? Aku tidak mengerti," kata Cavero. Eileen tak sengaja menjatuhkan potongan kuku yang baru ia pakai.

"Cav, dengerin mama, musuh terbaik akan menjadi kawan yang menguntungkan. Kamu harus hafal kata-kata ini dalam otakmu," ungkap Eileen seraya menyentuh kepala Cavero.

"Maksud mama, aku harus tetap mengawasi Keenan tanpa melakukan apa-apa?"

"Itu kamu pintar."

"Ma, sampai kapan aku harus begitu? Aku itu lelah, Ma. Hampir setiap hari aku diinjak-injak olehnya. Mama tahu nggak, sahamku yang ada di perusahaan papa, hampir saja diambil olehnya. Hanya gara-gara anjing sialan itu, dia bersikap sombong dan menginjak harga diriku. Aku nggak mau berdiam diri saja. Aku harus melakukan sesuatu."

"Kenapa kamu tidak berikan saja sahammu pada Keenan?

"Ma, apa mama sungguh tidak peduli dengan anakmu sendiri? Apa anak mama itu aku atau Keenan? Atau mama seperti mama Cindy yang hanya memedulikan Devano saja?"

"Heh, jangan samakan mama dengan wanita murahan itu. Dia enggak level sama mama."

"Lihat 'kan, mama marah kalau membahas mama Cindy. Seharusnya mama membela anaknya sendiri dibandingkan anak orang lain. Atau mungkin aku dan Keenan tertukar ketika kami lahir?"

"Apa kamu pikir ini sinetron 'bayi tertukar'? Mama hanya melakukan semua ini demi kebaikanmu."

"Kebaikanku? Dengan merendahkan diri di depan iblis seperti Keenan? Aku enggak sudi."

"Kamu mau tahu, kenapa selama ini Keenan berhasil mengalahkan musuh-musuhnya?"

"Aku enggak peduli apa yang dia lakukan," kata Cavero cuek. Eileen menjewer telinga anaknya dengan gemas. "Aaah, sakit, Ma!"

"Dengarkan mama baik-baik! Telinga dibuka lebar-lebar, pikiranmu juga harus sepintar mama. Cav, dengarkan mama ya, mama tidak pernah menyuruh kamu untuk bersujud di bawah kakinya atau menjadi budaknya."

"Kalau begitu apa yang harus aku lakukan untuk menghadapi Keenan?" tanya Cavero. Eileen meliriknya sambil tersenyum licik. Trik licik apa yang diberikan oleh wanita itu?