Perempuan cantik itu menghampiri Edward, lalu memeluknya. Ia mencium kedua pipi pria itu dengan lembut. "Divya! Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu sudah pulang dari Jepang?" kata Edward seraya memandangnya.
"Divya, kenapa kamu juga tidak mengabari mama? Mama juga kangen," ucap Melva.
Sebenarnya, Divya merupakan adik dari Keenan. Gadis cantik itu mudah tersenyum, tetapi dibalik senyumannya mengandung sesuatu yang berbahaya. Tak ada yang tahu apa rencananya, namun dia bukan gadis yang baik. Dia lebih licik dibandingkan kakak-kakaknya. Divya paling muda diantara keempat pria itu, dan umurnya juga berada di bawah Xyever. Usianya masih 20 tahun.
"Karena aku ingin memberikan kalian kejutan. Surprise! Oh ya, kenapa semua berkumpul ditempat ini? Ada acara apa?" tanya Divya. Ia mengerutkan kening.
"Acara kumpul-kumpul keluarga," jawab sang ayah.
"Kenapa tak ada yang memberitahuku? Kak Keenan juga tidak mengatakan apa-apa," kata Divya seraya melipat kedua tangannya.
"Kakak juga baru dihubungi tadi, mana sempat memberitahumu."
"Ini hanya perkumpulan keluarga biasa. Papa tidak menghubungimu karena kamu masih harus membereskan kuliahmu disana. Bagaimana kuliahmu?" ujar Edward sambil membelai rambut Divya.
"Yah, begitulah. Cukup menyebalkan. Banyak pria yang menggodaku. Pa, aku ingin pindah disini saja. Aku bosan ada di Jepang."
Divya duduk di pangkuan ayahnya. Ia menyandarkan kepalanya. Sudah lama, ia tak berperilaku seperti itu. Ia seperti anak kecil, jika berdekatan dengan Edward. Uniknya, Edward tak pernah marah. Ia selalu memanjakan Divya.
"Siapa pria-pria itu? Papa akan mengatasinya untukmu."
"Aku lupa nama-nama mereka, tetapi aku sudah enggak betah disana. Boleh 'kan, kalau aku pindah di sini aja? Boleh, ya, Ayah?" Divya menatap Edward dengan nada manja.
"Ya sudah, papa akan bereskan semua kuliahmu dan besok kamu bisa langsung pindah."
"Oke. Papaku memang yang terbaik."
Divya mengacungkan jempol sambil mencium pipinya bertubi-tubi. Edward hanya bisa tersenyum diperlakukan seperti itu. Terkadang, Melva iri melihat kedekatan mereka. Namun, ia tak terlalu pusing memikirkannya. Berbeda dengan wanita itu, Cindy mencibir. Ia tampak tak suka. Dia tahu, kehadiran Divya seringkali menjadi batu sandungan baginya.
Divya dikenal sebagai anak yang paling manja dan dekat dengan ayahnya. Selain Devano, Divya orang kedua yang diperlakukan begitu lembut melebihi Keenan atau yang lainnya. Cindy berkali-kali menggunakan trik untuk menjatuhkan Divya di depan Edward. Kali ini, ia akan menggunakan cara yang sama.
"Divya!" panggil Cindy.
"Iya mama Cindy? Ada apa?" tanyanya. Senyuman tak luput dari bibirnya.
"Kamu berpakaian seperti itu ke kampus?"
"Iya, lalu kenapa, Ma? Apa ada yang salah?"
"Yah, tidak heran saja kalau di tempat kuliahmu, banyak sekali pria yang mencoba mendekatimu. Mama hanya khawatir, kamu akan selalu menjadi sorotan tajam dimanapun kamu berada," kata Cindy.
Ia mencoba menjatuhkan harga diri Divya. "Sayang, aku hanya kasihan melihat Divya seperti ini. Aku hanya takut kalau Divya bisa ikut-ikutan temannya," ujar Cindy sambil memasang ekspresi wajah sedih.
"Wanita licik ini mencoba menghasut suamiku. Beraninya dia!" batin Melva. Ia tak terima putrinya diperlakukan seperti itu. Dibalik kekesalannya, Divya tampak tenang. Ia tersenyum lebar, sembari duduk di lantai. Kemudian, ia menggenggam tangan Cindy.
"Ma, terima kasih telah memperhatikanku. Aku sangat bahagia memiliki mama sepertimu. Tetapi, jika aku berpenampilan sederhana, lalu bagaimana dengan reputasi papa? Aku enggak mau penampilanku akan memperburuk situasi papa di dunia bisnis. Di dunia ini, siapa yang tidak mengenal papa? Edward Wilson, nama papa terkenal dimana-mana. Mereka juga tahu istri-istri dan anak-anaknya," ujarnya. Divya sangat cerdas, ia selalu tahu apa yang harus ia lakukan.
"Sudahlah, aku tidak memusingkannya. Apa yang dikatakan Divya benar, tetapi Cindy juga tidak salah. Divya, lain kali jangan memakai rok. Dan bajumu tidak sependek itu sampai kelihatan perutmu. Kamu mengerti?" ucap Edward. Divya berpindah posisi. Kini, ia berada di dekat ayahnya.
"Oke, Papa sayang." Kecupan lembut mendarat pada pipi Edward.
"Daripada memikirkan situasi yang seperti ini, bagaimana kalau kita menikmati waktu kebersamaan kita dengan bersulang teh?" ucap Eileen.
"Aku setuju. Apalagi Divya sudah datang kemari, sekalian saja kita rayakan ini bersama-sama," sahut Cavero.
"Ide bagus. Sudah lama kita tidak menikmati kebersamaan ini," ujar sang ayah.
Suasana pun kembali damai seketika. Namun, suasana sedamai itu, tak seperti hati mereka yang bersifat tersembunyi. Mereka terlihat saling mengumbar senyuman, namun hati tak pernah selaras dengan senyuman mereka. Mungkin, kebersamaan ini takkan berlangsung lama.
Grand royal house hanya berisikan penghuni-penghuni yang licik. Kedamaian hanya bersifat angin lalu saja, semua sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Mereka mengenakan topeng tanpa menunjukkan taring. Saat ini, masih belum ada tanda-tanda dari tindakan mereka.
Namun, tak ada yang tahu kapan terjadi, bahaya bisa datang kapanpun, yang perlu diperhatikan, bagaimana cara melindungi diri dari serangan lawan? Lebih baik bergerak lebih dahulu ketimbang bertahan tetapi mudah dihancurkan. Hati dan pikiran yang begitu rumit, akankah mendatangkan bencana yang hebat di masa mendatang?
******
David membuka pintu mobil, mempersilahkan Kyra untuk duduk. Wanita itu bersikap sopan dengan senyuman yang melekat pada bibirnya. Walau David merupakan sopir pribadi dari Keenan, ia tetap menghormatinya.
David hanya mengantarkan Kyra di tempat seperti waktu itu. Padahal, tempat yang diturunkan bukan rumah Kyra. Ia sengaja memilih tempat itu untuk mengecohnya. Wanita itu berjaga-jaga agar Keenan dan keempat pria lainnya tak tahu tempat tinggalnya.
Sebelum David mengantarkan Kyra ke tempat itu, ia ditugaskan oleh Keenan untuk mencari kebenarannya. Kyra berpikir begitu cerdas dengan membodohi David. Namun, David membuntutinya diam-diam.
Kyra mengambil ponselnya, lalu menghubungi seseorang. "Halo, Nona Kyra!" ucap seorang pria yang ia telepon.
"Pak Eric, jemput saya ya, seperti kemarin."
"Kemarin?" Eric berpikir keras.
"Pertokoan yang di dekat pasar kemarin," ucap Kyra.
"Siap, Nona!" Kyra pun mengakhiri panggilan teleponnya.
Dia menghela nafas, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres di sekitarnya. Ia menoleh, David berhasil bersembunyi dengan baik. Walau ia hanya sopir, tetapi dia sangat ahli dalam membuntuti seseorang. Dulunya David merupakan mantan detektif.
Ia diberhentikan karena tak sengaja menjadi saksi dari kasus pembunuhan yang melibatkan salah satu pengusaha besar. Kebetulan, CEO dari perusahaan itu merupakan saingan bisnis dari Wilson Group. Identitas David tak sengaja diketahui Keenan.
Sejak saat itu, dia menjadikan David sebagai sopir pribadinya. Dia tidak pernah protes dan dia selalu nurut apa yang dikatakan Keenan. Dia 'anjing' Keenan yang bisa diandalkan kapanpun. Sebutan anjing hanya untuk pesuruh yang setia mati terhadap tuannya tanpa memedulikan harga diri.
Tak peduli apa misi yang ia dapatkan, dia tetap setia walau nyawa taruhannya. Walau Kyra sempat curiga ada seseorang yang membuntutinya, ia menggelengkan kepala, mencoba melupakan hal itu. Kyra tidak dapat membuktikan kecurigaannya hingga mobil yang ia tunggu-tunggu datang juga.
Eric membuka pintu mobil sambil membungkukkan kepala serta badannya. Kepergian Kyra membuat David menancapkan gas. Akankah David mengetahui siapa Kyra sebenarnya? Apa yang akan terjadi jika Keenan tahu kalau Kyra bukanlah gadis biasa dan keluarganya cukup berpengaruh di kalangan atas?