Kini tiba waktunya dimana Rengganis dan juga anaknya pak Kyai Umar akan melakukan ta'arufan. Namun, seperti biasa, anak Kyai Umar tampak tak bersemangat saat mendapat panggilan dari Abinya. Ingin sekali dia memberitahu pada Abinya jika dia sudah memiliki gadis masa kecilnya, dia sangat rindu dengan gadis itu. Ya anak Kyai Umar adalah bernama Hanafi Husein. Di kalangan pesantren semua memanggilnya dengan Gus Hanafi. Gus adalah panggilan khusus untuk anak Kyai laki-laki. Sedangkan anak perempuan dipanggil Ning.
Namun, untuk mengutarakan keinginannya saat ini Gus Hanafi seakan tak bisa. Mulutnya mendadak bungkam, ingin menolak namun ia takut jika akan membuat Abi dan Uminya malu. Gus Hanafi masih belum mengenal Rengganis, pun sebaliknya. Rengganis tidak mengenali Gus Hanafi, niatnya menerima perjodohan ini hanyalah karena permintaan dari kedua orangtua mereka masing-masing.
Rengganis sudah memberikan CV ta'aruf pada pihak lelaki atas perintah Abi dan juga kyai Umar. Mereka tidak Bertemu secara langsung melainkan hanya mengenal lewat CV masing-masing. Itu sudah ketentuan dari kyai Umar, mereka berdua meski dijodohkan tidak boleh bertemu. Karena ia takut jika Gus Hanafi tidak bisa menjaga pandangannya.
****
Setelah proses ta'aruf selesai dan dibaca oleh masing-masing pihak. Namun, Gus Hanafi belum memutuskan apapun disaat keluarga dari Rengganis akan pulang. Kyai Umar heran dengan sikap anak lelakinya, ia tidak tahu apa yang diinginkannya saat ini.
"Han, apa yang kamu tunggu sehingga kamu belum memberi jawabanmu pada anaknya pak Rozak? Beliau ingin pulang sekarang, sebentar lagi mereka sudah berangkat." Kyai Umar menanyakan tentang keputusan Gus Hanafi.
"Tapi, saya masih belum bisa menjawab sekarang Abi." Gus Hanafi menjawab tanpa mengurangi rasa hormat pada Abinya yang sangat dia hormati. Nyai Aminah hanya mendengarkan saja apa yang menjadi keputusan Gus Hanafi saat ini, beliau tidak ingin memaksakan kehendak anak sulungnya.
"Tapi mau tidak mau kamu harus menjawabnya sekarang Han. Agar mereka tidak memikirkan keputusan mu, dan Abi harap keputusan mu tidak mengecewakan mereka." Kyai Umar masih berucap dengan sangat tegas tanpa berkurang kesan wibawa dalam dirinya.
"Iya Abi, saya akan menerima ta'aruf dari Rengganis," jawab Gus Hanafi gamang. Dia benar-benar gamang karena tidak bisa memantapkan hatinya untuk menerima Rengganis. Walaupun tidak bisa dipungkiri, jika dirinya ada sedikit rasa kagum dan setelah membaca riwayat pendidikan yang diberikan Rengganis dalam CV tersebut.
"Biar Abi nanti yang akan memberi tahu pada Pak Rozak jika kamu menerima ta'arufan ini," sahut Kyai Umar. Beliau merasa bahagia karena pada akhirnya anaknya mau dijodohkan bersama dengan anak sahabatnya.
Kini hati Gus Hanafi diliput rasa bimbang dan juga kegamangan, tidak ada rasa berdebar dalam jiwanya saat melihat CV dari Rengganis. Entah kenapa hatinya masih terkunci hanya untuk gadis kecil yang pernah dia kenal semasa kecilnya juga.
Ternyata skenario Tuhan jauh lebih indah, mereka berada di bumi yang sama namun tidak menyadari jika ternyata mereka sangatlah dekat. Aisyah sendiri tidak tahu jika Gus Hanafi adalah orang yang sering dia mimpikan setiap malam saat tidurnya. Tidak ada yang tahu diantara keduanya.
"Hmmm, mudah-mudahan dia baik-baik saja dan juga sehat selalu," gumam Gus Hanafi dalam hati.
Kemudian Gus Hanafi hanya bisa pasrah dengan takdir Tuhan kedepannya nanti walau hatinya tak memikirkan Rengganis saat ini. Tak ingin pikirannya berkecamuk, Gus Hanafi segera keluar dari rumah dan segera meraih mobilnya. Saat ini dirinya hanya memakai celana jeans biru dan kemeja pendek berwarna baby blue. Jika sedang kalut dan memikirkan gadis masa lalunya, Gus Hanafi segera keluar untuk berdiam diri di cafe yang dia buka, cafe miliknya sendiri.
Cafe itu sangatlah indah dengan konsep dan tema yang anti mainstream dari kebanyakan cafe. Cafe yang mengusung tema seni musik seperti kesukaannya dan menggambarkan kepribadian nya. Meskipun dirinya anak Kyai Umar, namun jika sedang berada di cafe miliknya tidak banyak yang tahu jika Gus Hanafi adalah anak dari Kyai Umar. Dan di cafe Gus Hanafi selalu menyuguhkan seni musik yang telah disediakan, ada panggung mini untuk music live.
Namun kebalikannya, jika di pesantren tidak ada yang tahu jika Gus Hanafi sendiri hwmar sekali bermain musik. Yang mereka tahu Gus Hanafi yang memakai peci, rambut sedikit panjang menutupi mata. Dan tak lupa menggunakan sarung yang menjadi ciri khasnya jika berada di pesantren.
Jika di luar, Gus Hanafi tidak ingin orang lain mengenalnya sebagai anak Kyai Umar. Ia takut jika tidak ada yang berani mendekat padanya. Ia lebih nyaman berpenampilan seperti itu jika berada di luar pesantren.
****
Sementara itu, Aisyah sedang menangis tersedu saat melepas kepulangan Abi dan juga Uminya. Ia merasa tidak rela jika harus berpisah sangat jauh, terpisah jarak dan waktu.
"Abi, Aisyah ingin ikut pulang bareng ya?" pinta Aisyah sambil menangis. Hati Umi Masitoh merasa gamang untuk melepas Aisyah. Ia takut jika Aisyah benar-benar tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Namun, keputusan suaminya adalah poin utama yang harus dilakukan.
"Kamu tenang aja, di sini semua orang baik-baik. Jadi kamu tidak perlu khawatir," ucap Abi Rozak. Tangannya terulur mengelus puncak kepala yang terlapisi hijab itu.
"Tapi Aisyah takut kalau kangen dengan Abi dan juga Umi," sahut Aisyah masih menangis. Kini tubuhnya menghambur ke pelukan Abinya. Meskipun Abinya sering menentang apa yang dia suka, namun Aisyah masih tetap menyayangi Abinya dengan penuh cinta. Begitu juga rasa cintanya dengan sang Umi, Aisyah merasakan sesak jika mulai detik ini dia benar-benar akan berpisah dengan keluarganya. Mendadak hatinya merasa gelisah, takut jika di sini tidak bisa menggapai kebahagiaan.
Umi memalingkan wajahnya agar tidak terlihat jika sedang berkaca-kaca dan juga tidak berani memeluk Asiyah, karena ia Umi pun takut jika tidak rela melepas Aisyah sendirian di sini. Bagaimana jika anaknya itu rindu dengan masakannya. Sudah pasti Umi sangat merasa sesak saat ini.
Kepulangan Abi Rozak kali ini diwarnai drama yang sangat dramatis. Aisyah masih tidak berhenti menangis. Dari kejauhan ada sosok tampan yang melihat Aisyah yang menangisi keluarganya, orang itu tak lain adalah Gus Hanafi yang diutus oleh Abinya untuk mengantar keberangkatan keluarga Abi Rozak. Meskipun tidak boleh bertemu saat ta'arufan namun ini pengecualian karena Abinya yakin jika Gus Hanafi tidak akan berduaan dengan Rengganis.
"Han, kamu antar dulu keluarga Pak Rozak. Mereka sudah menunggu kamu sejak tadi," tutur Kyai Umar.
"Baik bi," sahut Gus Hanafi patuh.
Lalu Kyai Umar beserta sang istri turut menyaksikan keberangkatan mereka yang dipenuhi drama dari Aisyah yang tidak ingin ditinggal.