Chereads / Dendam Rana / Chapter 26 - Bab 26. Dia Kekasihku

Chapter 26 - Bab 26. Dia Kekasihku

Kirana melepas pegangan kedua tangannya, pada sisi jendela satu per satu. Hanya tinggal kaki yang menempel pada sisi jendela, dia memejamkan mata dan perlahan mendorong tubuhnya ke depan.

Kirana merasa melayang untuk sesaat. Namun detik berikutnya, ada seseorang yang menarik tangan hingga tubuhnya mendarat pada dekapan seseorang.

"Apa yang kamu lakukan Kirana? Sadarlah!" tanya Zayn sambil memeluknya.

'Apa? Zayn?' batin Kirana.

Tangis Kirana pecah, meraung sejadi-jadinya dalam dekapan Zayn. Dia segera sadar atas tindakan bodohnya. Andai saja Zayn terlambat sebentar saja, mungkin kini dia hanya tinggal nama. Seiring dengan hancur pada jiwa dan raganya.

"Aku sudah tidak sanggup lagi Zayn, aku merasa tidak punya tujuan hidup lagi. Jika aku pergi mereka semua akan puas." Tangis Kirana semakin pilu

"Itu tidak benar, Kirana. Jalanmu masih sangat panjang dan harapanmu masih terbentang. Kamu tidak sendiri ingat masih ada aku! Jangan korbankan hidupmu untuk perbuatan laknat mereka!" Zayn mencoba menenangkan gadis yang kini ada dalam pelukannya.

"Aku rindu Ayah ... aku rindu ibu yang memelukku. Aku butuh mereka untuk menenangkanku. Tapi mereka pergi meninggalkan aku sendiri menghadapi ini, dan sekarang ... anakku pun telah pergi." ucap Kirana dengan terbata-bata, dadanya semakin terasa sesak.

"Tidak Kirana, dia masih ada! Anakmu masih ada bersamamu."

Kirana melepaskan pelukan Zayn, dan menatap dalam kedua mata laki-laki itu, mencoba mencari kesungguhan atas kata-katanya.

"Maksudmu, Zayn? Dia selamat?" tanya Kirana.

Zayn menganggukan keplanya sebagai jawaban pertanyaan Kirana, "Dia selamat tapi dia sangat lemah sekarang. Untuk itu kamu harus menjaganya dengan baik! Tidak perlu memikirkan hal lain sekarang, pikirkan dirimu dan anakmu!"

Kirana kembali menangis, kali ini tangisnya bercampur dengan harapan baru.

"Benarkah? Aku akan menjaganya, Zayn. Aku pasti menjaga anakku."

Kirana mengelus perutnya yang sedikit membuncit, selama ini dia terkesan abai dengan anak yang ada dalam kandungannya. "Maafkan Mama Nak! Mama bodoh dan ceroboh," ucapnya lirih.

Zayn membawa Kirana kembali ke atas ranjang, kemudian memanggil perawat untuk memasang kembali infus yang dicabut Kirana tadi.

"Jangan pernah melakukan hal bodoh lagi, Kirana! Kamu masih sangat berharga, ingat itu!"

Kirana lalu mengangguk, perasaannya sedikit lega. Namun rasa sakit hati atas perbuatan Julia dan Sintia kepadanya, tidak bisa hilang begitu saja. "Aku benci mereka. Mereka harus membayar ini!"

"Jika kamu ingin membalas mereka, tunggu sampai kamu benar-benar kuat. Karena itu kamu harus kuat!"

Sementara itu Adrian yang berada di kantornya tampak sedang memarahi salah satu pegawai. Dia melemparkan lembaran-lembaran kertas ke hadapan pegawai yang sedang menunduk ketakutan.

"Sudah berapa lama kau bekerja di sini? Masa membuat laporan saja tidak becus. Apa kamu sudah bosan bekerja di sini?" bentak Adrian.

"Maafkan saya, Pak. Saya akan ulangi membuat laporannya."

"Cepat bereskan! Aku tidak butuh pegawai yang tidak profesional, jika sampai salah lagi kamu tidak akan aku maafkan!" Adrian berteriak, dan menghempaskan tubuhnya di kursi kerja.

"B-baik Pak, saya permisi!" Pegawai itu dengan cepat memunguti kertas-kertas yang tadi dilempar Adrian, lalu pergi dari ruangan itu.

Suasana hati Adrian sangat tidak baik hari ini, kesalahan sedikit saja para pegawainya tak luput dari hardikan dan umpatan Adrian.

Tiba-tiba Julia menelpon. Dia tidak berniat untuk menjawab panggilan itu, tetapi karena terus saja berdering terpaksa dia menjawab panggilan ibunya. "Halo, ada apa Ma? Aku sedang sibuk hari ini."

Ibunya menjawab, "Adrian kamu harus mengetahui ini. Teman Mama mengatakan jika dia melihat Kirana dengan seorang laki-laki di rumah sakit."

Mendengar nama Kirana, Adrian berhenti dari kegiatannya yang sedang menatap layar komputer.

"Kamu tahu apa yang mereka lakukan di sana?" tanya Julia.

"Katakan saja, Ma! Jangan bermain tebak-tebakan seperti itu!" ucap Adrian dengan tak sabar.

"Mereka mencoba untuk menggugurkan kandungan Kirana. Ini informasi yang tidak mungkin salah. Temanku itu tahu jika Kirana mantan tunanganmu. Mama tidak bohong karena mempunyai bukti. Mama akan kirim bukti padamu!" Julia kemudian memutuskan sambungan telepon.

Tidak lama, Adrian melihat beberapa foto Kirana yang sedang terbaring lemah di rumah sakit. Dalam foto lain juga terlihat Zayn bersamanya.

Mata Adrian terbuka lebar karena marah, dan kecewa. Pantas saja Kirana tidak pulang ke rumah pikirnya. Hati Adrian meradang, dia ingin membuktikan ucapan ibunya. Adrian memutuskan mendatangi rumah sakit tempat Kirana di rawat.

"Pasien atas nama Kirana Anandira berada di ruangan VIP nomor 501 Pak, tapi jam besuk sebentar lagi selesai," jelas seorang perawat, ketika Adrian menanyakan keberadaan Kirana.

"Aku hanya ingin melihatnya sebentar, tidak akan lama. Terima kasih!"

Adrian menaiki lift dengan tak sabar. Wajahnya memerah karena mencoba menahan panas hati yang dia coba redam sejak di kantor. Dalam pikirannya dia bertanya, mengapa Kirana tidak menanyakan keputusan itu terlebih dahulu padanya? Mengapa lebih percaya kepada Zayn?

Tanpa aba-aba Adrian langsung membuka pintu ruangan Kirana. Di sana hanya tampak Kirana yang sedang terbaring. Melihat kedatangan Adrian, Kirana langsung memalingkan wajah karena merasa muak.

"Kiran, mengapa kamu membunuh anak kita?"

Kirana sudah menduga, Julia pasti sudah memutar balikan fakta, sehingga Adrian bertanya seperti itu. Namun, kemudian dia berfikir ini akan bagus untuk dirinya, agar Adrian tidak mengganggu dia lagi dan menjadikan anak sebagai alasan untuk terus menemuinya.

"Bukankah sudah aku bilang, aku tidak menjamin bisa melahirkan anak itu. Ini keputusan yang tepat bagiku, aku tidak ingin memiliki anak yang di tubuhnya mengalir darah para penipu dan pengkhianat seperti kalian."

"Mengapa tidak mengatakan dulu padaku? Itu juga anakku, aku ayahnya!"

"Bukankah kamu akan memiliki anak lain juga? Untuk apa mengharapkan anak dariku? Dengan ini tidak ada lagi ikatan antara kita Adrian. Jadi aku minta jangan lagi mengganggu hidupku!" Kirana berkata dengan tatapan tajam kepada Adrian.

"Jadi itukah alasanmu mengugurkan anak kita?" Tatapan Adrian tidak kalah tajam dengan Kirana.

"Iya. Lagi pula anak itu dihasilkan bukan atas dasar cinta. Kamu melakukannya untuk menipuku, dan memenuhi rencana licik kalian untuk menghancurkan keluargaku," tukas Kirana dengan berapi-api.

Adrian terdiam sesaat, karena yang dikatakan oleh Kirana memang benar.

Kirana kemudian melanjutkan, "Sekarang, apa kalian sudah puas dengan rencana kalian yang telah berhasil merenggut kebahagiaan keluargaku? Salah apa kami terhadap keluargamu? Salah apa aku padamu, Adrian? " Kirana bertanya dengan otot-otot lehernya yang menegang.

Saat itu, pintu terbuka dan Zayn datang menghampiri Kirana, karena mendengar suara keras Kirana. Melihat Adrian berdiri di sana, Zayn besikap waspada.

"Kirana tenanglah! Ingat apa yang di katakan Dokter!" ujar Zayn.

"Zayn, tolong usir dia! Aku tidak ingin melihatnya lagi. Aku sudah muak." Kirana berkata tanpa menatap Zayn, pandangannya masih beradu dengan Adrian. Terlihat emosi yang bergolak dari keduanya.

"Sebaiknya kamu cepat pergi dari sini! Kirana butuh ketenangan," ujar Zayn kepada Adrian.

"Ketenangan? Dia ingin tenang setelah menghilangkan nyawa anaknya?" tanya Adrian dengan sinis.

'Apa menghilangkan nyawa?' Zayn bertanya dalam hati. Dia belum tahu jika Julia telah membalikan fakta.

Sebelum Zayn berbicara, Kirana cepat-cepat menjawab, "Iya. Kami ingin tenang tanpamu, jadi jangan pernah mengganggu hubungan kami lagi! Aku dan dia sedang menjalin hubungan. Aku sudah tidak mempunyai urusan lagi denganmu!" tegas Kirana.

Zayn dan Adrian tampak terperanjat dengan ucapan Kirana.

"Dia kekasihku sekarang!"