Julia segera memberitahu Sintia, untuk segera menjalankan rencana awal yang sempat tertunda. Mereka sepakat rencana itu akan dimulai besok.
Pagi hari, Kirana terbangun karena mendengar suara ketukan pintu. Dengan rasa malas, Kirana terpaksa bangun dan melihat ke arah jendela untuk mengetahui siapa yang datang mengganggu tidurnya.
"Zayn!" serunya dengan berbisik, ia lalu membukakan pintu untuk Zayn.
"Mengapa kamu belum berangkat kerja? Ini sudah terlambat," tanya Zayn, dia masuk dengan meletakkan bubur ayam yang sempat ia beli ketika di perjalanan tadi.
"Aku dipecat!" ucap Kirana, dengan menghempaskan tubuhnya di sofa dengan malas.
"Dipecat? Kenapa? Apa karena kemarin kamu tidak masuk kerja?" tanya Zayn penasaran. Sebenarnya dia senang mengetahui Kirana dipecat dari pekerjaannya, itu berarti peluang untuk Kirana menerima tawaran Zayn, semakin tebuka.
"Bos di sana kurang ajar. Aku menendang dia dan aku dipecat," jawab Kirana dengan kesal karena teringat kejadian kemarin.
"Memangnya, apa yang dia lakukan padamu?" Zayn bertanya sambil tersenyum.
"Dia menciumku. Kurang ajar! Aku takut, kemarin sore dia datang lagi kemari," tutur Kirana. Mendengar itu, Zayn menarik senyumnya kembali, karena tidak senang mendengar penuturan Kirana.
"Sepertinya kamu harus segera pindah! Dia pasti akan datang lagi kemari. Tunggu ... apa bos yang kamu maksud itu bernama Riko?"
"Iya, bagaimana kamu bisa tahu?" tanya Kirana heran. Dia belum tahu jika Zayn adalah seorang pebisnis dan anak dari Sarita, yang memilki jaringan bisnis terbesar di negara ini termasuk di Asia. Kirana tahu jika Zayn adalah orang kaya, tapi hanya sebatas itu tidak mengetahui lebih detail lagi tentang Zayn.
"Hanya pernah mendengar namanya saja," kata Zayn. Padahal dia dan Riko saling mengenal.
"Ooh!"
"Jadi bagaimana? Kamu akan pindah dari sini? Dan tawaran untuk bekerja denganku masih berlaku," kata Zayn.
"Sepertinya aku tidak harus pindah. Aku baru beberapa hari menempati rumah ini dan sudah membayar penuh selama enam bulan ke depan. Tentang tawaranmu, aku akan memikirkannya lagi," jawab Kirana.
Zayn sedikit kecewa, kali ini ia gagal lagi membujuk Kirana. "Oke, tapi kali ini kau harus lebih berhati-hati lagi, jika si Riko itu menemuimu!" ujarnya.
"Hmm," gumam Kirana. Matanya lalu melihat ke arah plastik yang di bawa Zayn, "Apa itu?" tanyanya.
"Aku membeli bubur ayam untukmu. Ayo kita makan!" ajak Zayn.
Saat siang hari, Julia dan Sintia berada di dalam mobil. Mereka sedang memantau sesuatu.
"Apa Mama yakin hari ini dia akan datang?" tanya Sintia kepada ibu mertuanya.
"Aku tidak bisa memastikan, tapi ku rasa dia pasti akan mengunjungi ibunya. Ahh ... aku kehilangan jejaknya setelah dia pindah. Andai saja aku tahu tempat tinggalnya sekarang, ini akan lebih mudah," jawab Julia. Mereka menunggu di depan rumah sakit jiwa tempat Ratih di rawat.
"Aku sudah menyuruh orang untuk mencari Kirana, tapi belum ada hasil," ungkap Sintia.
"Kita tunggu saja!" balas Julia.
Namun hingga sore hari, tidak ada tanda-tanda Kirana datang ke rumah sakit itu. Akhirnya mereka pergi dari tempat itu dan berencana mencoba kembali keesokan harinya.
Adrian tiba di rumahnya dengan sedikit malas saat masuk rumah, Sintia sudah berada di ruang tengah, menunggunya Adrian. "Kau sudah pulang, apa kau sudah makan?" tanya Sintia.
"Aku sudah makan," jawab Adrian, ia menaiki tangga untuk pergi ke kamar. Sintia mencoba sabar dengan sikap suaminya, yang kini sudah berbeda sejak mereka menikah.
Karena Adrian tak kunjung datang menghampirinya, Sintia memutuskan untuk mengikuti suaminya ke kamar. Dia melihat Adrian sudah memakai baju tidur dan berbaring di ranjang mereka. Sintia mendekati Adrian dengan maksud menggodanya malam ini, sudah lama mereka tidak hubungan intim.
Sintia menyentuh tangan Adrian yang sedang memegang sebuah berkas. Dia mencoba membisikan sesuatu kepada telinga suaminya, akan tetapi dengan cepat Adrian menolak.
"Tidak malam ini Sintia, aku sedang lelah dan ada yang harus aku urus dengan berkas ini," tolak Adrian. Dia bangkit meninggalkan istrinya menuju ruang kerja yang ada di lantai bawah.
Sintia tentu saja kecewa dengan penolakan Adrian. Selama ini, Adrian tidak pernah menolak bahkan selalu Adrian yang meminta terlebih dahulu. Kembali dia teringat dengan ucapan Kirana, saat di halte beberapa hari yang lalu.
'Aku sudah bosan membuatnya mengerang di atasku, seperti yang dilakukannya kemarin malam.'
Kata-kata itu masih terngiang-ngiang di telinga Sintia. Karena kesal, dia melemparkan gelas yang ada di samping
PRANGG!!!
Dengan emosi Sintia menggeram, "Kamu tunggu saja Kirana, aku akan membuatmu menyesal!"
Adrian mendengar suara gelas yang di lempar Sintia, tetapi dia memilih untuk mengabaikan dan melanjutkan pekerjaannya. Tidak lama, dia mendapatkan sebuah pesan dari seseorang, isi pesan yang bertuliskan sebuah alamat. Ia meletakkan kembali ponselnya, suasana hati Adrian berubah menjadi bersemangat, menunggu hari esok tiba.
keesokan harinya, Kirana dan Zayn keluar dari rumah sakit tempat Ratih dirawat. Selain melihat keadaan ibunya, Kirana juga ingin bertemu dengan dokter yang menangani Ratih, untuk menanyakan perkembangan ibunya.
"Kamu tidak apa-apa, tidak aku antar pulang?" tanya Zayn, saat mereka menuruni tangga depan halaman rumah sakit.
"Tidak apa-apa, aku akan ke supermarket terdekat untuk membeli beberapa kebutuhanku dulu. Pergi saja! Kamu pasti sangat sibuk," jawab Kirana. Dia tahu, Zayn baru mendapat telpon dari pekerjanya.
"Baiklah, kau hati-hati ya! Aku pergi dulu," pungkas Zayn. Kirana pun mengangguk seraya tersenyum.
Melihat Zayn pergi meninggalkan Kirana, Julia dan Sintia yang sejak tadi memperhatikan mereka, merasa senang.
"Ini dia! Laki-laki itu meninggalkan Kirana. Kalian bersiaplah!" titah Julia kepada dua orang laki-laki yang berada dalam mobilnya.
Sintia tidak berkomentar. Dia hanya diam menatap Kirana dengan amarah, yang tidak kunjung reda sejak tadi malam.
Kirana berjalan menyusuri trotoar depan rumah sakit. Tiba-tibab ia sadar, tasnya tertinggal di mobil Zayn. Dia meraba saku celana, untung saja ponselnya dia simpan di saku. Dia lalu memutuskan menelpon Zayn, untuk memberitahu jika tasnya tertinggal di mobil. Saat Kirana menekan tombol panggil, tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya.
Kirana secara spontan memasukkan ponsel ke saku celananya kembali. Karena dia pikir, orang yang menepuk pundak itu berniat merampas ponselnya, melihat bagaimana penampilan dua orang laki-laki di hadapannya.
Zayn yang mendengar ponselnya berdering, segera mengangkat telepon. Akan tetapi suara yang Zayn dengar di telpon itu adalah suara teriakan Kirana, "Apa yang kalian lakukan? Lepaskan aku!"
Zayn menghentikan mobilnya secara mendadak dan bertanya, "Hallo, Kirana, apa yang terjadi denganmu?"
Karena resah, Zayn memutar mobilnya memutuskan untuk kembali ke rumah sakit. Dia mengemudikan mobil dengan kecepatan penuh. Beberapa kali pengendara lain membunyikan klakson, mencoba menegur Zayn yang berkendara secara arogan.
Zayn tidak memutuskan sambungan telponnya, dia masih mendengar samar-samar suara beberapa orang sedang berbicara di sana. Dia mempertajam pendengarannya, mencoba mencari tahu apa yang terjadi dengan Kirana.
"Kita sekarang kemana, Ma?" tanya Sintia, di balik kemudi. Terdengar suara Kirana yang meronta, meminta untuk dilepaskan.
"Ke Klinik Sayati di jalan kenanga," jawab Julia.
"Apa lagi yang ingin kalian lakukan padaku?" teriak Kirana.
"Beri dia obat bius itu agar tidak berontak!" perintah Sintia.
"Baik!" jawab salah satu laki-laki di jok tengah yang berkepala plontos. Satu temannya lagi memegang Kirana yang terus melawan. Tidak lama setelah di beri obat bius, Kirana semakin melemah kemudian tidak sadarkan diri.
Zayn dapat mendengar situasi di dalam mobil itu. Setidaknya dia merasa lega karena tahu tujuan mereka membawa Kirana. Kemudian dia menghubungi seseorang untuk meminta bantuan.
Adrian tampak sedang menunggu di teras rumah kontrakan Kirana. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan Kirana, setelah mendapatkan alamat tempat tinggalnya tadi malam. Adrian tahu saat itu, Kirana sedang tidak ada di rumah. Namun, dia akan tetap menunggu sampai Kirana tiba.
Sementara itu Julia dan rombonganya tiba di tempat yang dituju, mereka berhenti di sebuah klinik yang tampak sepi.
"Baringkan dia di sana!" titah seseorang, di salah satu ruangan.