Chereads / Difraksi Fragmen / Chapter 4 - Torch City

Chapter 4 - Torch City

Kelas memasuki jam pelajaran terakhir, dan seperti biasa Edwin tidak merasa harus mendengarkan gurunya yang sedang mengajar di depan kelas. Dia hanya membaringkan tubuhnya dengan lesu di kursinya.

Jelas sekali kalau dia tidak memiliki niat sedikitpun untuk menjalani kegiatan sekolahnya. Karena apa yang dia pikirkan tentang kehidupan sekolah adalah sesuatu yang banyak menyita waktunya yang seharusnya dia gunakan melakukan hobinya, yaitu lebih banyak menikmati waktu luang.

Edwin mengeluh pada suara bel pulang sekolah yang tidak kunjung datang. Dia menempelkan tubuhnya di meja seolah menjadi satu dengannya. Dia tidak merasa khawatir saat melakukannya, dia juga tidak merasa peduli jika ada orang yang melihatnya.

Lagi pula tidak akan ada orang yang melihat ke arahnya. Alasannya, karena aura kehadirannya yang relatif sangat kecil. Itu berarti, kebanyakan orang tidak bisa merasakan kehadirannya.

Karena dia seperti tidak ada di kelas, maka teman sekelas dan gurunya tanpa sadar mengesampingkan kehadirannya. Dengan kata lain, saat semua orang fokus dalam pelajaran, mereka secara tidak sengaja melupakan bahwa Edwin ada di dekat mereka.

Sampai sekarang dia tidak pernah sekalipun dipanggil oleh guru untuk menjawab pertanyaan. Bahkan sejak awal, selain Glen, teman sekelasnya mungkin tidak tahu bahwa ada siswa seperti dirinya di kelas mereka.

Sedangkan, jika Edwin ingin menyatakan bahwa dia hadir selama kelas berlangsung, agar tidak dinyatakan kalau dia bolos kelas, dia bisa memerintahkan Glen untuk mengatakannya pada guru.

Siswa di kelas terlihat lesu dan mengantuk. Saat ini mereka sedang diajari oleh guru perempuan sekaligus wali kelas mereka, Sisca Olivia. Dia adalah guru yang ramah dan disukai oleh siswanya. Caranya mengajar juga cukup baik dan mudah dipahami.

Meski begitu, beberapa siswa tetap tidak bisa menahan diri mereka untuk tertidur.

Kesampingkan soal Edwin yang dalam keadaan apa pun tetap terlihat lesu, siswa di kelas tidak bisa disalahkan dalam hal ini. Alasannya karena mereka harus mempelajari materi sejarah di akhir pelajaran.

Meski Sisca mengetahui beberapa siswanya tertidur, dia tetap melanjutkan kelasnya.

"Sebelum diakui sebagai sebuah wilayah independen, Wilayah Torch dulu lebih dikenal sebagai wilayah yang ada di bawah pemerintahan Kerajaan Weist ...."

Seperti yang dikatakan Sisca, fakta bahwa beberapa ratus tahun lalu, negara kecil yang saat ini di kenal sebagai Wilayah Torch dulunya adalah wilayah yang berada di bawah pemerintahan Kerajaan Weist. Wilayah ini terletak di perbatasan bagian tenggara kerajaan.

Lima ratus tahun yang lalu, beberapa orang, yang sekarang lebih dikenal dengan sebutan Indigen atau Pribumi, mengambil alih wilayah dan membentuk pemukiman.

Beberapa orang Indigen dengan bakat luar biasa dipilih sebagai pemimpin sehingga membagi penduduk mereka dalam beberapa kelompok.

Setelah itu, mereka memimpin tiap-tiap kelompok untuk memajukan wilayah masing-masing sambil saling membantu mengembangkan wilayah lain.

Masing-masing kelompok itu menamakan kelompoknya dengan nama keluarga dari pemimpin mereka.

Pembagian wilayah mereka adalah seperti berikut; Witchell di barat, Wimsey di timur, Windt di utara dan Walters di selatan.

Witchell mengembangkan alat dan teknologi, Wimsey mengatur tata kota dan pembuatan jalan, Windt bertugas sebagai bala bantuan kasar dan keamanan, sedangkan Walters bertugas mengelola dan memproduksi makanan.

Dipimpin oleh empat orang itu, yang saat ini lebih dikenal sebagai Empat Pilar Pendiri Wilayah Torch, wilayah mereka perlahan mulai berkembang. Tapi itu masih belum mengubah fakta kalau Wilayah Torch masih tetap berada di bawah kekuasaan Kerajaan Weist.

Setelah beberapa tahun berlalu, keturunan mereka tetap melanjutkan mengembangkan wilayah, dan empat keluarga Pilar Pendiri Wilayah Torch sangat dihormati, sehingga dianugerahi gelar sebagai Great Noble yang diakui dan disetujui oleh semua penduduk Wilayah Torch.

Setelah seratus tahun berlalu sejak mereka menduduki wilayah itu, atau tepatnya empat ratus tahun yang lalu, manusia menemukan fakta bahwa mereka bisa mengeluarkan potensi kekuatan yang ada dalam diri mereka, kekuatan itu mereka namakan hells, dan pengguna kekuatan itu disebut hellser. Sedangkan kekuatan yang disebut chi baru ditemukan dan berkembang beberapa ratus tahun setelahnya.

Karena mudah dipelajari, akhirnya hells berkembang dengan cepat dan mempengaruhi peradaban manusia.

Manusia saat itu hanya berfokus pada pengembangan hells, sehingga setiap negara juga berlomba mengembangkan kekuatan militer mereka dengan cara melatih para hellser untuk tujuan militer.

Dengan alasan yang sama, penelitian soal hells ikut berkembang di setiap negara. Sayangnya, penelitian hells di beberapa negara harus menggunakan manusia sebagai bahan percobaan. Dan beberapa negara di antaranya bahkan menculik rakyat dari negara lain untuk dijadikan bahan uji coba.

Hal tersebut pastinya menimbulkan konflik antar negara yang bersangkutan, sehingga akhirnya negara-negara itu mulai berperang.

Perang itu terus berkepanjangan dan berubah menjadi perang besar antar negara di dunia Anderwelt.

Perang antar negara terus berlanjut sampai bertahun-tahun, pada waktu itu bahan makanan dan tempat istirahat yang aman menjadi barang yang langka.

Beberapa kerajaan ikut terseret dalam arus perang yang semakin intens. Faktor pengungsi dan kekurangan bahan makanan membuat Kerajan Weist tidak punya pilihan lain kecuali ikut berperang.

Namun, Great Noble Wilayah Torch dan penguasa Kerajaan Weist memiliki pendapat berbeda dalam menentukan kepada pihak siapa mereka akan ikut bergabung dalam perang.

Wilayah Torch akhirnya dinyatakan sebagai wilayah pemberontakan akibat tidak setuju untuk ikut mendukung sekutu kerajaan, yang membuat perang antara Wilayah Torch dengan Kerajaan Weist tidak terhindarkan.

Tapi sebelum mereka sempat berperang, sekutu yang dipilih oleh Kerajaan Weist lebih dulu kalah dalam perang dan terpaksa Kerajaan Weist juga menyerah.

Setelah itu, Wilayah Torch memisahkan diri dari Kerajaan Weist, dan membentuk sebuah negara kecil yang diakui sebagai wilayah independen oleh negara-negara yang memenangkan perang.

"... Seperti itulah bagaimana sejarah Wilayah Torch terbentuk. Sepertinya kalian tidak berminat melanjutkan pelajaran. Baiklah, akan Ibu akhiri untuk hari ini." Sisca menghela napas, pandangannya berkeliling ke seluruh ruangan.

"Hore!"

"Akhirnya ...."

"Terima kasih, Bu."

Mendengar kelas berakhir lebih cepat, hampir semua siswa kembali mendapatkan energi mereka, dan mereka yang tertidur ikut terbangun karena suara siswa lain.

"Omong-omong, Ibu diminta memberi tahu kalian untuk memilih seseorang sebagai perwakilan kelas ini. Karena orientasi akademi sudah selesai dan kegiatan belajar sudah berlangsung selama satu bulan, kepala akademi dan semua guru memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk pemilihan perwakilan kelas. Jadi, sambil menunggu bel terakhir, kita akan memutuskan kandidat perwakilan kelas ini."

Sisca membuat pengumuman untuk membantu kelas menentukan siswa yang akan jadi perwakilan kelas. Perwakilan kelas adalah orang yang bertugas mengambil peran sebagai pemimpin kelas yang memiliki tugas penting sebagai perantara antara siswa dengan guru.

Sebagai wali kelas dia melakukan pekerjaannya dengan baik karena sudah membantu siswa dalam memilih perwakilan kelasnya.

Lagi pula, menentukan perwakilan kelas adalah salah satu hal penting yang ditekankan oleh akademi.

Karena akademi ini tidak seperti akademi yang biasa yang ada di wilayah lain. Akademi ini adalah pilihan pertama bagi mereka yang ingin meneruskan ke tingkat sekolah menengah.

Setelah perang besar selesai, Wilayah Torch terus mengembangkan wilayahnya, sampai akhirnya mereka menjadi wilayah yang lebih maju dibandingkan negara lain. Sementara negara lain masih dalam tahap awal menuju era modern, peradaban Wilayah Torch sudah lama menyamai peradaban modern seperti di bumi.

Wilayah Torch mengembangkan semua bidang kehidupan ke arah yang tidak bisa dikejar oleh negara lain, dan itu termasuk pendidikan.

Hal itu menjadikan tidak hanya Pribumi yang berlomba untuk bisa masuk ke akademi ini. Mereka yang berasal dari negara lain juga berusaha mati-matian agar bisa diterima di akademi ini.

"Sesuai peraturan akademi, siapa saja bisa mencalonkan diri. Jadi, apakah di antara kalian ada yang ingin mengajukan diri?"

Sisca menekankan kalau pihak akademi sangat serius dalam pemilihan perwakilan kelas. Karena dengan menjadi perwakilan kelas, itu berarti siswa yang terpilih akan berdiri memimpin orang lain, bahkan ada kemungkinan menjadi pemimpin keturunan bangsawan dari negara lain yang ada di kelasnya.

Karena alasan itu, pihak akademi sangat serius mengawasi proses pemilihan, agar tidak ada unsur politik bangsawan yang masuk ke akademi.

Semua siswa berhak mencalonkan diri sebagai perwakilan kelas, dengan syarat bahwa dirinya harus mampu mengerjakan tugasnya dengan baik setelah dia terpilih menjadi perwakilan kelas. Tidak ada batasan status sosial dalam akademi, dan pihak akademi sangat ketat dalam menerapkan aturan mereka.

Kriteria yang paling dinilai di akademi ini adalah prestasi dan hasil belajar. Selain itu, pihak akademi melarang pemikiran kuno seperti perbedaan status sosial dalam belajar.

Jadi tidak mengherankan jika seorang putri dari suatu kerajaan akan berteman dengan rakyat biasa dari negara lain. Jadi tidak akan aneh juga jika ada dari rakyat biasa yang mencoba keberuntungan mereka dengan mencalonkan diri sebagai kandidat perwakilan kelas.

Dan saat ini adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan daya tarik mereka. Hanya saja−

"Perwakilan kelas, yah. Entah kenapa terdengar merepotkan."

"Aku tidak mungkin bisa memimpin."

"Aku tidak peduli siapa perwakilan kelasnya, yang jelas aku tidak mau."

Suara-suara pelan yang terkesan negatif bisa terdengar dalam ruangan yang entah sejak kapan menjadi sunyi. Semua orang di kelas kembali lesu, dengan jelas menyatakan bahwa mereka tidak tertarik.

"Benar-benar tidak ada yang mengajukan diri?" Sisca kembali bertanya. Setelah dia menunggu beberapa saat, tapi semua siswa di ruangan tidak memberikan respons mereka, dia kembali berbicara.

"Baiklah, kalau begitu, biar Ibu yang memilih kandidatnya di antara kalian."

"Eh ..."

"Jangan bercanda, Bu."

"Hei, siapa saja cepat angkat tangan."

Kelas mulai panik saat Sisca mengumumkan keputusannya. Kemudian−

"Aila, kamu sudah jadi perwakilan kelas sejak sekolah dasar, bukan? Tidak masalah kan kalau Ibu menunjuk kamu sebagai perwakilan kelas?"

Sisca memanggil Aila dan menanyakan kesediaannya.

Dalam keadaan ini, dia bisa saja langsung memutuskan untuk menuliskan nama Aila sebagai kandidat perwakilan kelas, tapi dia mempertimbangkan untuk bertanya kepadanya dulu. Sayangnya−

"Benarkah?"

"Kenapa dia tidak mengajukan diri jika dia sudah biasa jadi perwakilan kelas."

"Seharusnya dia mengangkat tangan sejak awal."

Siswa perempuan yang sudah lelah setelah belajar seharian, dan hanya bisa berpikir untuk cepat menyelesaikan masalah ini, mulai terang-terangan mengungkapkan pikiran mereka. Mereka seolah menyalahkan Aila karena tidak cepat mengangkat tangan.

Sedangkan siswa laki-laki tidak ingin terlibat sehingga mereka tetap diam.

Hanya dua teman baik Aila yang memandang ke arahnya dan tampak memperhatikan keputusannya dengan serius.

***