Chapter 3 - #2

Suara kendaraan berlalu lalang di jalanan. Dagangan cilok di dekat gerbang selatan kampus berhasil memancing nafsu anak-anak kelaparan ini—kecuali Cessya. Keringat menyucur deras walau hari sudah sore, tapi energi panasnya tak kalah dari terik matahari siang bolong. Berbagai kios makan, tempat print/foto copy, aneka jajanan bahkan koskosan, berjejeran di sepanjang jalan area kampus ini—maklum, target pasar mereka tersedia di tempat itu. Merayakan sesuatu dengan memborong cilok, ide yang cukup bagus kan?

"Seriusan naik angkot aja? Panas ini loh," keluh Cessya sambil menyejukkan diri dengan sebuah kipas kecil berwarna ungu, mengibaskan sedikit rambut bergelombangnya yang dihiasi bandana di bagian kepalanya dan tentu saja polesan wajahnya yang tak pernah mengecewakan—apalagi alis tegas yang menghiasi paras itu.

"Skali-skali lo harus naik angkot. Jangan yang ber-AC mulu," kata Rochwan yang hampir tersedak karena bicara dengan mulut penuh cilok. Buru-buru Kamelia memberikan air mineral yang dipegangnya.

"Kak Oan," seru Kamelia, "makannya kalo makan diabisin dulu baru ngomong." Mata bulat dengan bulu mata lentik alami itu memelotoli Rochwan sambil mulutnya meluncurkan omelan.

"Berani lo sama senior yah. Apa-apaan tuh mata udah kayak mau copot aja," balas Rochwan sambil menirukan gaya omelan Kamelia.

"Sorry kak Oan. Gak usah diambil hati yah," pinta Noely yang mulai tidak nyaman dengan perdebatan mereka.

Rochwan malah tertawa terbahak-bahak, membuat para perempuan itu menatap heran.

"Bro liat tu ekspresi mereka," Rochwan terbahak, "udah ah, becanda gue, becanda. Liat muka kalian tuh." Tawanya semakin keras. Untung sudah tidak ada makanan di mulutnya.

Tangan kanan Hosea memukul-mukul pahanya sendiri sambil tertawa tak kalah terbahak dari temannya itu. Sesuatu yang cair membasahi kaki yang satunya. Ternyata ia tak mengontrol pelepasan kekuatan di tangan satunya, yang membuat saos cilok lolos dari bungkusannya.

Hosea menghentikan tawanya yang kini digantikan oleh kekehan para perempuan itu. Rochwan makin terbahak bahkan ia harus memeluk perutnya saking hebatnya tawa yang ia produksi itu.

Ia menatap teman-temannya satu per satu. Semuanya hanya menggunakan satu lapis baju, kecuali..

"Ketua, pinjem kemeja lo boleh gak?" Tanpa rasa malu , Ia melontarkan pertanyaan itu.

Seakan lupa diri, Noely berkata, "Kak Hosea bisa panggil aku Noely atau Ely. Atau.. kak Hosea lupa namaku yah?" kata Noely sembari melepaskan kemeja oversize polos berwarna navy—yang dijadikannya lapisan luar—menyisakan kaos hitam polos, lalu diberikannya pada Hosea.

"iya iya. Gak lupa kok. Cuma.. kadang lupa." Hosea mulai mengikat kemeja itu di pinggangnya, diatur untuk menutupi bekas saos yang sebelumnya sudah dilap dengan tisu.

Noely berdecak kesal. 'gak lupa tapi kadang lupa. Kating gaje'. (lupa diri #2)

"nama gue Cessya. Bisa dipanggil Cece." Cessya melipat kedua tangan di depan badan. Kamelia melihat ke arahnya, sebelum dia juga berkata, "aku Kamelia kak. Terserah mau panggil Kamelia, Amel, Melia atau Lia," katanya seraya menundukan kepalanya dengan sudut besar.

Rochwan memandang heran dengan mulut menganga sambil tersenyum, lalu ia menengok ke arah tersangka, "gue Ro—"

"Apaan sih kalian. Gue gak lupa nama kalian kali," sahut Hosea menyela apa yang akan dikatakan Rochwan, "cuman kadang-kadang." Suaranya mengecil sambil mengalihkan pandangan.

"Lagian yang punya masalah pengenalan, tuh orangnya." Hosea menunjuk dengan dagunya ke arah Noely, dan sesaat setelahnya ada suara yang menyela membuat perdebatan mereka tertunda.

"Guys angkotnya nih. Ayo." Cessya melupakan protesnya tentang naik angkot tadi dan malah lebih dulu masuk meninggalkan perdebatan tak berfaedah itu.

"Bayar Bro," kata Rochwan sambil menunjuk ke arah pedagang cilok, sebelum masuk ke dalam angkot.

Tunggu dulu. Perdebatan mereka belum selesai sampai situ. Selama perjalanan dalam angkot pun mereka menyumbang banyak konspirasi, mulai dari siapa yang lebih pelupa antara Hosea dan Noely, hingga alasan dibalik kepopuleran Rochwan di kalangan mahasiswi—adik tingkat dibawah semester empat.

Paras Rochwan memang tidak setampan boyband negeri ginseng, tapi tampangnya yang sekarang bisa melemahkan hati para mahasiswi. Mungkin karena ia sudah lebih memperhatikan perawatan untuk dirinya—kulit sawo matang, badan tinggi ideal, alis tebal, mata dalam, bibir tipis-tebal, rambut bergelombang agak panjang (katanya ciri khas mahasiswa teknik), gigi rapi yang masih dihiasi behel, serta rahang tegas walau hidungnya tidak terlalu mancung—sehingga transformasi yang ia peroleh, mampu menarik perhatian kaum hawa.

**

Seberapa senang kalian ketika mendapat nilai B+ untuk tugas tengah semester? Kalau versi kelompok yang satu ini, bisa dilihat dari jumlah cilok yang mereka habiskan. Hosea menatap dompetnya yang sudah menerbangkan lebih dari selembar uang berwarna biru untuk sekedar jajan cilok. Dan sekarang, restoran Jepang. Bersyukurnya, itu bukan tanggung jawab dompet Hosea lagi. Kali ini bagian Cessya.

Sebelum presentasi, Hosea sempat bertaruh jika mereka mendapat nilai tertinggi maka dia akan traktir cilok sebanyak yang mereka mau. Tak mau kalah, Cessya menawarkan traktirannya di sebuah restoran makanan Jepang kesukaannya. Merasa tidak bisa menimpa tawaran anak elit satu ini, tiga orang lainnya langsung setuju tanpa memberi penawaran lagi.

Sushi, ramen, sup miso, mochi, soba, onigiri, yakiniku, takoyaki, sashimi, udon dan yakisoba. Seakan melupakan fakta bahwa mereka baru saja melahap lebih dari sepuluh cilok seukuran telor ayam per orangnya—kecuali Cessya, dia tidak makan makanan yang menurutnya pinggiran—tatapan bagai predator yang siap menerkam mangsa itu terpancar dari wajah gembira mereka setelah berhasil mendapat nilai yang memuaskan di UTS kali ini.

"Baru UTS aja udah kayak gini, apalagi kalo UAS." Mata Noely menyusuri penjuru meja yang lengkap dengan hidangan Jepangnya.

"waaah." Sushi yang terjepit di antara sumpit itu jatuh ke piring, sekalian saja Kamelia melepas sumpitnya dan bertepuk tangan menghadap Cessya, "level kita keliatan emang yah," gelengan kepala ikut mendampiki tepukan tangannya.

Cessya yang fokus dengan makanannya kini mengangkat kepalanya sambil berkata, "Kayaknya kita nginap di resort aja deh." Kalimat yang dilontarkan Cessya membuat mereka tercengang, "kalo dapat nilai tertinggi lagi loh, ya," sambung Cessya sambil telunjuk tangan kanannya bergerak melengkung ke arah teman-temannya.

Tawaran Cessya sukses membuat mereka membeku seolah sedang melakukan manekin challenge. Entah otak mereka masih memroses perkataan Cessya, atau saking tercengangnya sampai tak bisa berkata apapun.

"daebak!" seru Kamelia memecah kehaningan yang sempat bertahan beberapa detik lamanya.

'orang kaya emang beda' Noely membayangkan betapa kayanya keluarga Cessya hingga ia dengan mudah menyebutkan tawaran fantastis itu hanya untuk sebuah pencapaian semester. 'ini bukan perkara dapat cum laude pas wisuda loh, UTS doang ni loh. Tapi..'

"Umm.. Ce, kayaknya gak usah sampe segitunya deh," ucap Noely sambil terkekeh canggung, "disimpen aja pas wisuda-an. Sekarang aja gue udah ngerasa gak enak banget. Walau seneng juga sih," sambungnya sambil tangannya menyelipkan rambut ke belakang telinga kanannya.

"iih, gak usah ngerasa kayak gitu kali. Kan yang nawarin gue sendiri," ujar Cessya sambil menyuap udon miliknya.

"Debest lo Ce. Gue boleh ngajak pacar kan," kata Rochwan dengan sombongnya saat mengucapkan kata 'pacar', yang langsung di sambar oleh Hosea, "Emang lo punya pacar? Jalan aja lo ngajak gua mulu," kata Hosea meragukan pernyataan Rochwan.

Rochwan menatap garang ke arah Hosea lalu berkata, "Yah, sekarang emang belum ada. Nanti lah, nanti gue cari dulu," ucap Rochwan membela diri, yang disambut dengan kekehan para wanita tapi langsung menahan ketika Rochwan menatap ke arah mereka dengan tatapan 'ketawa-lo-ntar-gue-habisin'

"Tapi nih yah, gue mikir awalnya bisa dapet nilai A. Ternyata ramahnya Bu Senyum gak berarti murah nilai juga," ucap Kamelia agak kecewa.

"Menurut lo kenapa kita berdua ngulang matkul Bu Violet?" pernyataan Rochwan seakan jadi jawaban atas keluhan Kamelia.

"Pokoknya berusaha aja lah. Tau gak? waktu angkatan kita, di kelas Bu Violet paling tinggi aja dapet C+." Perkataan Rochwan kali ini mendapat tanggapan raut wajah yang seakan tak percaya dengan fakta yang terjadi di kelas Ibu Violet.

Disela-sela acara makan-makan mereka, ponsel Noely terdengar berdering dari dalam tas yang ada di dekat kakinya. Segera ia menjawab panggilan itu sambil beranjak keluar dengan tangan yang menginstrukasikan 'tunggu-bentar-yah'.

"Siapa tuh?" tanya Kamelia saat Noely sudah kembali ke tempat duduknya.

"Temen gue," jawab Noely singkat.

"Ketua? Gak makan ramen lo?" tanya Hosea sambil menggenggam mangkuk yang isinya sudah habis dengan kedua tangannya.

Merasa paham dengan gelagat Hosea ketika Noely melihat mangkuk di genggamannya.

'masih sanggup makan? Buset!'

"Aku kurang cocok sama rasanya. Kalo kak Hosea mau, makan aja," ucap Noely mempersilahkan Hosea mengambil porsi terakhir dari ramen yang mereka pesan, sementara Noely masih asik dengan mochi terakhirnya.

"Gilaa. Kenyang banget." Rochwan tersandar pasrah di kursinya ketika berhasil mengisi penuh perutnya itu.

Ucapan terima kasih mulai dipersembahkan untuk pihak yang mensponsori acara makan-makan di restoran Jepang itu.

Setelah berhasil melahap mochi terakhirnya, Noely segera bersiap untuk beranjak dari sana.

"Ely? Udah mau pergi?" tanya Cessya sambil bercermin dengan cermin mini yang cantik miliknya untuk merapikan diri.

"Iya nih. Gue duluan yah guys," pamit Noely sambil melambaikan tangan pada kedua perempuan itu, "duluan yah kak Hosea, kak Oan," pamitnya juga kepada kedua senior itu, sambil lalu mendahului mereka yang masih duduk mencerna makanan.

Kamelia terlihat belum rela temannya itu pergi lebih dulu, sebelum akhirnya dia berkata, "Ya udah deh. Kayaknya buru-buru karena telepon yang tadi." Anggukan dari tiga orang lainnya menjadi respon atas perkataan Kamelia.

**

"Udah lama nunggu?" pertanyaan yang meraup sebagai sapaan dilontarkan kepada dua orang yang sedang menikmati kopi di salah satu cafe di mall itu.

"Eonni!" seru wanita dengan rambut ikal menawan, dengan jumper dress dan ankle boots yang membuatnya terlihat memesona dengan gaya feminimnya itu.

Noely menerima pelukan dari gadis itu. Sedangkan yang satunya tampak tersenyum lebar menampakkan gigi rapinya melihat reunian yang mengharukan didepannya itu.

"Apa kabar kak Ely?" sapa laki-laki berkulit sawo matang itu.

"Gak ada yang spesial," Noely terkekeh bersama ucapannya.

"Kangen banget," terpancar aura bahagia dari wajah gadis yang tingginya melebihi Noely karena sepatu yang ia gunakan—aslinya tinggi mereka sama saja—bahkan ia belum melepaskan rangkulannya pada tangan Noely.

"Pergi sekarang?" tanya Noely, yang dibalas dengan anggukan penuh semangat.

"Beb, ayo. Kopinya bawa aja." Laki-laki bertopi navy itu bangkit dari duduknya, menampakkan tubuh jangkung yang akrab dengan pertanyaan 'anak-basket-yah'. Segera tangan laki-laki itu jadi sasaran gandengan sang kekasih, bersama tangan satunya yang tidak lepas dari Noely sejak awal gadis itu merangkulnya.