Chapter 5 - #4

16 bulan yang lalu..

SMA Nusa Bangsa memerlukan anggota baru untuk ekskul teater karena salah satu anggota inti mereka sudah pindah ke luar negeri. Ada lomba teater yang akan dilaksanakan 5 bulan lagi, dan sekolah harus mengutus minimal 2 grup sesuai tema yang dipilih dan kriteria penilaian. Seorang siswa kelas 10 yang baru saja diterima di ekskul teater itu mengajukan untuk mengajak salah satu temannya dari ekskul voli untuk ikut audisi.

Alhasil dia berhasil membuat sahabatnya yang notabennya adalah kartu as tim voli di SMA mereka itu merasa tertarik untuk ikut audisi. Butuh waktu beberapa hari untuk menentukan kelayakan peserta audisi bisa bergabung dalam tim. SMA ini memang memiliki berbagai ekskul unggulan seperti teater dan voli. Apalagi untuk ekskul teater yang bekerja sama dengan sanggar Cendrawasih—sanggar seni teater yang aktif di kota itu, bahkan sering dipuji karena karya-karya mereka yang luar biasa.

**

"Kita bersyukur sudah mendapatkan anggota baru di ekskul ini," kata coach Alif—pelatih ekskul teater SMA Nusa Bangsa sekaligus salah satu pengurus di sanggar teater Cendrawasih.

"Ini Henry Narawangsa. Siswa yang lolos audisi pekan ini," sambung coach Alif, "dengan begini kita sudah memenuhi jumlah peserta untuk ikut kompetisi yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini."

Laki-laki jangkung itu menyapa para anggota dengan ramah. Dia juga memberi salam dengan sopan kepada para senior dan kakak kelasnya. Tipe yang mudah bergaul seperti Henry tentu saja dengan mudah menggaet teman dalam waktu yang singkat. Mata kecilnya itu sesekali terlihat semakin kecil ketika menampakan senyum lebar dengan gigi berjejer rapi itu.

"Seneng banget lo ada anak baru," goda Noely pada gadis yang berbeda satu kelas di bawahnya yang terlihat sangat senang menatap anggota baru itu, nampak dari lebarnya senyum yang didamapingi mata berbinar-binar.

'Cepet banget akrabnya. Padahal baru gabung. Sama senior lagi', batin Noely sambil memperhatikan laki-laki dengan penampakan paling rapi di ruangan itu dari antara sejenisnya.

"Ganteng banget kan, Eonni. Gak kalah sama oppa-oppa Korea," balasnya tanpa mengalihkan pandangan.

Dua tim dibentuk untuk ikut serta dalam 2 tema berbeda. Noely berada di tim yang sebagian besar berisi siswa yang seangkatan dengannya, berhubung mereka akan memasuki masa-masa ujian kelulusan, maka dengan demikian, pengaturan waktu latihan bisa disesuaikan dengan lebih baik. Heraquin terlihat semakin bersemangat ketika berada di tim yang sama dengan Henry, yang berisi siswa kelas 10 dan 11.

**

Rintik hujan menghiasi sore itu. Genangan air di mana-mana, sesekali terpancar karena kendaraan yang melaju melindasnya. Sudah 3 minggu berlalu sejak bergabungnya anggota baru, sudah tiga kali pula ekskul teater melakukan latihan. Hari sabtu menjadi hari khusus untuk berbagai ekskul melakukan aktifitas di sekolah. Seperti hari ini, Noely dan Heraquin baru saja keluar dari sekolah usai latihan teater. Temperatur yang rendah membuat Noely dan Heraquin sepakat untuk singga minum kopi hangat di cafe yang tak jauh dari sekolah.

"Mulai besok harus sediain payung. Basah kuyup nih," ucap Heraquin kesal sambil mereka menuju ke tempat duduk di dalam cafe. Jari-jarinya jadi pengganti sisir untuk merapikan rambut ikal yang diikat setengah dengan dua untaian di bagian depan yang jadi lepek karena terkena hujan.

Noely yang sedari tadi menatap heran pada Heraquin tiba-tiba bersuara, "Kenapa sih? Mendung amat muka Lo."

Heraquin duduk sambil berdecak lalu menatap Noely, "Lagi kesel gara-gara basah kuyup. Tapi lagi sedih juga," matanya berkaca-kaca membuat Noely kebingungan kalau-kalau Heraquin menangis di cafe itu lalu menarik perhatian banyak orang.

"Eh eh. Jangan nangis dong. Panik gue. Kenapa? Kenapa? cerita sama Eonni-mu yang cantik ini." Noely yang mulai panik berusaha menenangkan Heraquin, membuat gadis itu mendongakkan kepalanya menghadap ke atas untuk menghalau air mata meluncur dari tempatnya.

"Aku bingung kenapa Henry kayak menghindar dari aku, Eonni." Dia menahan mulutnya kuat kuat untuk tidak terisak. Noely menyimak kelanjutannya walau bingung sambil membatin, 'Lah emangnya mereka jadian? Kapan jadiannya, ni anak gak ada cerita sama gue'.

"Kita satu sekolah waktu SMP. Kenalnya sejak itu. Dia adik kelas aku, tapi dia lebih tua umurnya." Entah Heraquin terlalu cepat atau Henry yang telat masuk sekolah, umur mereka berbeda satu tahun.

"Deketnya sejak natal tahun lalu. Dia waktu itu perhatian banget. Sampe kita masuk SMA juga masih, tapi gak mau sampe orang-orang sekolah tau," lanjutnya.

"Jadiannya?" tanya Noely sambil menyeruput cappucino miliknya, "kapan?"

Heraquin mengangkat kepalanya yang sebelumnya tertunduk, "Belom jadian," jawabnya polos membuat Noely menepuk jidatnya sendiri.

"Tapi, tapi. Dia jadi begitu ke aku sejak aku post foto sama Jordan. Padahalkan cuma mau aja karena waktu itu lagi pake kostum lucu waktu pentas." Noely semakin memiringkan kepalanya dengan raut wajah yang sedari tadi menggambarkan kata 'hah?'

Heraquin mendekatkan wajahnya pada Noely dan dengan sedikit berbisik dia berkata, "Bukannya kalo kayak gitu, berarti dia cemburu? Secara, Jordan sahabatnya kan. Jordan juga yang ngajak Henry masuk ekskul kita."

"Palingan dia PHP-in lo doang," kata Noely meremehkan, membuat Heraquin mengerucutkan bibirnya.

"Kalo ternyata gak gitu?" alisnya bertaut, tidak mau percaya dengan kata-kata Noely.

Oke, Noely paham kemana arah pembicaraan gadis satu ini. Dia pun ikut-ikutan memajukan wajahnya dan berbisik, "Teruuus?".

Heraquin menegakkan badannya dan dengan mata berbinar menatap Noely dia berkata, "Eonni. Bantuin aku pliiiis." Kedua tanganya di satukan, memohon persetujuan dari orang yang duduk di hadapannya itu.

Noely menatap Heraquin datar ketika mendengar permohonannya untuk meminta Henry berbicara lagi dengannya. Karena bahkan pesan Heraquin hanya di jawab singkat oleh Henry, jauh berbeda ketika sebelumnya ia selalu bertanya banyak hal kepada Heraquin. Persoalannya, Noely bahkan tidak akrab dengan anak itu. Awalnya Noely menolak, tetapi Heraquin terus mendesaknya dan bermohon kepadanya. Akhirnya Noely menyetujui tindakan kekanak-kanakkan itu ketika ada sesuatu yang lewat di pikirannya seakan-akan menjadi peringatan, walau terpaksa dan merasa ini sangat memalukan.

'kalo gini, gue jadi orang ketiga dong. Mana gue gak punya pengalaman. Tapi gue juga penasaran. Gimana dong', batinnya menyesali keputusannya. 'dahlah bodo amat'. Dengan berat hati Noely sepakat untuk membantu Heraquin.

Sejak Heraquin bergabung dengan ekskul teater, dia jadi dekat dengan Noely yang waktu itu duduk di kelas sebelas. Noely yang memang tidak punya teman akrab, entah kenapa dengan segala celotehan Heraquin padanya, membuatnya merasa akrab dengan gadis itu. Kata Heraquin, "Jadi Eonni aku yah kak, pliss. Kak Ely suka dengerin ceritaku. Gak kayak temenku yang lain yang pada protes mulu." Pribadi yang lebih mempersilahkan telinga dari pada mulutnya itu, jadi tempat yang tepat untuk orang seperti Heraquin. Demikian juga asal usul panggilan Heraquin terhadap Noely. Noely pun kerap kali menjadi bala bantuan—ikhlas maupun terpaksa—Heraquin. "Eonni! aku mau nanya.. Eonni! ini harus gimana.. Eonni! tolongin.. Eonni! bantuin." Dan ada satu hal yang membuat Noely tersentuh dari gadis itu, "Eonni.. kalau butuh bantuan bisa bilang ke aku. Kalo butuh tempat cerita bisa cerita ke aku. Biar gak aku mulu yang nyusahin Eonni, hehe."

**

Beberapa hari setelahnya, Noely mencoba untuk berinteraksi dengan Henry. Setelah tiga pertemuan pertama latihan teater di mulai, kedua tim diberikan jadwal latihan yang berbeda sehingga tidak ada kesempatan untuk berinteraksi di saat latihan teater.

Lokasi kantin dan area kelas 10 punya jarak yang lumayan tipis. Sehingga jarak pandang ke kelas Henry lumayan terbuka, menjadi kesempatan Noely untuk memantau keberadaan siswa berseragam pramuka saat itu. Noely bersikap senatural mungkin karena tidak biasanya dia ada di kantin saat jam istirahat—Noely selalu membawa bekal dari rumah.

Nihil. Dia tidak bertemu dengan Henry barang sekali.

Noely berpikir untuk bertanya lewat chat saja. Tapi, apa yang harus diketiknya? Ia memejamkan matanya dengan tubuh yang direbahkan di atas kasur di dalam kamarnya. 'Gue kan seniornya, nanya tentang teater aja deh'

Dengan ragu-ragu Noely menekan tombol kirim untuk pesan bertuliskan 'ini benar kontaknya Henry?'.

'Bener-bener pertanyaan bodoh. Yaiyalah bener. Kan dikasih sama sumber terpercaya. Masa iya Hera kasih nomer bapaknya', Noely tergelak dengan pikirannya.

Noely merubah posisi rebahnya jadi duduk bersila di atas kasur, ketika sebuah balasan dari targetnya dengan isi 'bener kak Ely, ini nomer saya, Henry' membuat Noely keheranan dengan ekpresi dari-mana-dia-tau-ini-gue?

Foto selfie dengan filter penghalusan wajah itu membuat Noely mengangguk-angguk. Tentu saja karena dia mengatur foto profilnya 'terlihat untuk semua'

Noley: katanya flashdisk coach Alif ada sama lo yah?

Henry: iya kak Ely

Noely: nanti kasih ke gue yah, soalnya ada perlu buat tim gue

Trima kasih untuk Heraquin yang sudah memberikan alasan masuk akal ini (memang benar kalau coach Alif menyuruh tim Noely untuk melihat materi tambahan di flashdisk itu)

Balasan 'ok kak' menutup chatting-an mereka saat itu. Noely tertawa geli ketika mengingat permohonan bodoh adik kelasnya itu untuk meluruskan hubungan yang bahkan belum pernah dirasakannya sendiri.

Butuh waktu empat hari untuk bertemu Henry sejak Noely mengiriminya pesan, karena ternyata dia menjadi salah satu peserta pelatihan yang diutus sekolah—makannya dia tidak terlihat di sekolah selama hampir seminggu.

Panas sore hari membuat tangan jadi mengebas-ngebas di dekat wajah. Atau apapun yang dibawa—selama bisa menghasikan angin sejuk—menjadi lawan untuk memerangi kegerahan. Ruang kelas yang mulai kosong, suara bising dari obrolan warga sekolah kian memudar, membuat penjaga sekolah tak sabar mengakhiri tugasnya hari ini.

Sebelum Noely menjadi salah satu faktor kesunyian sekolahnya, dia harus pergi ke ruang ekskul teater sebelum melanjutkan langkah keluar gerbang sekolah. Bersama Heraquin, Noely pergi menjemput alasan yang dipakainya beberapa hari yang lalu. Noely masuk sendirian karena Heraquin dipanggil oleh wali kelasnya saat mereka melewati ruang guru yang memang berada di jalur yang mereka lewati untuk ke ruang ekskul teater.

Noely mendapati laki-laki yang dimaksudnya, sedang menggeledah lemari besar tempat persenjataan ekskul mereka itu. Baju olahraga masih dikenakan, dengan tas ransel besar di punggungnya, berjongkok sambil celingak celinguk di dalam lemari—ya kepalanya sampai dia masukkan ke dalam lemari.

"Nyari apaan?" tanya Noely yang sudah berada agak dekat dengannya. Henry tiba-tiba berdiri ketika mendengar suara. Tangan kirinya memeluk selembar jumbo kain warna hitam yang digulung asal-asalan supaya muat ditangannya. Nampaknya orang yang memasukkan kain itu terlalu malas untuk melipatnya dengan rapi.

"Ah, itu kak, flashdisk-nya jatoh ke dalam lemari. Tadi saya disuruh ngambil kain ini, katanya mau dikembaliin ke gendung sanggar," kata Henry sambil mulai melupat kain jumbo itu dengan susah payah. Sebelum menanggapi, Noely mengambil ujung kain lainnya untuk mempermudah proses pelipatan.

"Kusut banget gara-gara gak dilipet." Noely menampakkan ekspresi agak kesal. Agak. Karena pelakunya tidak ada didepan matanya.

Henry menaruh lipatan kain itu di meja yang ada di samping lemari, kemudian kembali lagi untuk menggeleda lantai pertama lemari itu. Noely pun ikut membantu Henry yang tengah fokus pada lemari besar itu. Banyak kain dengan berbagai ukuran ada di lemari lantai satunya. Bedanya semua terlipat dengan lumayan rapi agar muat di dalamnya.

"Gimana rasanya gabung sama kita di ekskul ini? Bentar lagi lomba pertama buat lo kan." Noely memecah keheningan yang tercipta beberapa saat.

"Saya senang gabung di sini. Seru, perasaannya sama kayak saya main voli." Keduanya masih fokus mencari sementara mulut bercakap saling menanggapi percakapan seputaran lomba yang akan dihadapi dalam waktu dekat.

Sementara bergelut dengan pencarian flashdisk, tiba-tiba Heraquin memanggil "Eonni!" dari luar, membuat kepala orang yang dipanggil kejedot karena ia hanya sedikit membungkuk untuk memasukkan kepalanya hingga terlalu dengan dengan sisi atas lemari itu. Noely meringis membuat Henry—yang lebih ahli mengeluarkan kepala tanpa kepentok—reflesk mengusap puncak kepala gadis itu sekilas. Noely segera bangkit dengan Henry yang menarik kembali lengannya lalu kembali mencari.

Di ambang pintu Noely berbicara agak keras sambil mengusap puncak kepalanya, "Lagi nyariin flashdisk-nya coach Alif yang jatoh dalam lemari." Noely mengedip-ngedipkan matanya, mengingatkan Heraquin tentang sebuah alasan yang dibalas dengan anggukan paham.

Keduanya masuk ke dalam, walau dengan langkah ragu-ragu, Heraquin tetap masuk dengan bersikap senatural mungkin.

"Bener kak, keselip di lipatan kain warna merah. Tapi karena sampe ke dasar jadi susah keliatan tadi." Henry sedikit melirik ke arah Heraquin dengan tetap menjaga sikap pada seniornya yang ada di situ. Heraquin menyandarkan badan di meja tempat kain hitam jumbo berada. Ia menatap ke arah Henry tedang tatapan penuh permohonan. Namun Henry hanya sesekali melirik ke arahnya tanpa menyapa.

Selesai dengan urusan flashdisk, mereka keluar menuntaskan maksud bell sekolah paling terakhir hari itu. Tidak ada perbincangan lagi di antara mereka hingga keluar dari gerbang sekolah. Henry yang memeluk lipatan jumbo kain hitam durjana penyebab dirinya harus berlutut lama di depan lemari, pamit kepada dua gadis itu karena harus pergi ke arah yang berlawanan dengan jalur pulangnya untuk mengantarkan kain itu ke gedung sanggar cendrawasih.

Malam harinya, Henry mengirim pesan permintaan maaf pada Noely karena melibatkannya pada pencarian flashdisk itu yang menyebabkan kepala Noely jadi kejedot. Tentu saja Noely memanfaatkan momen di mana dirinya tak perlu cari-cari alasan untuk memulai percakapan. Noely mengirim beberapa informasi pada Heraquin seperti suasana hati Henry sekarang yang sedang galau akan sesuatu. Noely pun sempat kebingungan, 'Lah? Kan gue gak nanya. Ngapain ngasih tau kalo lagi galau. Cuma iseng aja kan gue bilang banyak anak cewek angkatannya banyak yang goodlooking'

Esok harinya, kenapa pula Noely menebak warna kesukaannya adalah biru—yang ini memang faktanya begitu. Apalagi Henry malah memberi balasan bahwa ia akan mewarnai rambutnya jadi biru saking sukanya dia dengan warna itu andaikan sekolah tidak melarang.

Esok nya lagi, lagi, esoknya lagi dan lagi, hingga hari ini. Noely mencurigai kalau Henry tahu apa yang sebenarnya ingin Noely ketahui. Sebab, bagaimana dia bisa meladeni pesan Noely yang lebih seperti menggali informasi dengan halus. Dan ya, hari Noely mendapat jawabannnya—jawaban Heraquin tepatnya.

Baru saja Noely ingin mengabari Heraquin, orang yang dimaksud malah mengirim pesan lebih dulu.

Heraquin: eonni, kita nyari kado yuk. Lusa ultahnya Henry

Noely hanya mengiyakan ajakan Heraquin. Sehari sebelum ulang tahun Henry, mereka akan berburu kado ulang tahun.

**

Noely berpapasan dengan laki-laki jangkung itu saat pulang dari sekolah, selesai ujian untuk kelas akhir.

"Eh kak Ely, udah selesai ujian hari ini yah," sapa Henry yang mendapat balasan "he'e" dari gadis yang tingginya hanya sebatas bahu laki-laki itu sementara menuju tepi jalan untuk menunggu angkot.

"Cie yang ultah besok." Henry hanya terkekeh tanpa memberi tanggapan.

"Hen." Panggilan serius itu membuat Henry menoleh.

"Hera rencananya mau ngasi kado besok ke lo. Kalo bisa lo perbaiki perasaan lo sekarang dan gak usah canggung-canggungan lagi deh." Kedua tangan Noely ia tempatkan di belakang—antara tubuh dan tasnya.

"Iya kak. Saya ingat kok chat yang udah kayak koran dari kak Ely." Henry menahan tawa mengingat segala wejangan yang diberikan Noely kepadanya, ketika Henry memberi tahu alasannya menjauhi Heraquin.

Henry : soalnya gini kak, perasaan saya saat itu terguncang. Dan pas lihat postingan Hera itu, saya makin terguncang. Apalagi itu sahabat saya sendiri. Makannya saya milih untuk gak ngejar dia lagi. Dan saya sadar sikap diam saya ke Hera itu terlalu kekanak-kanakkan—isi pesan Henry ketika Noely berhasil memancing suasana yang membuat Henry memberi jawab.

"Tapi saya gak ngerayain ulang tahun kak. Palingan cuma kumpul sama keluarga besar aja," kata Henry.

Noely sempat berpikir beberapa saat sebelum akhirnya berkata dengan terburu-buru, "di pinggir sungai deket gereja yang sejalur sama rumah lo besok jam 7 malam. Oke." Noely sudah berada di dalam angkot ketika menyelesaikan kalimatnya.

'Lah, kok jurusan angkotnya beda yah? Biasanya searah sama jurusan angkot gue. mungkin ada hal penting' batin Henry ketika melihat Noely naik angkot dengan jurusan yang berbeda dengan jalur pulang mereka—jalur pulang mereka berdua searah walau rumah mereka berjauhan.

**

Noely dan Heraquin sudah mengantongi gantungan kunci, alat skipping, minuman serta pembungkus kado. Noely memberitahu lokasi dan waktu mereka bertemu Henry dan alasan kenapa tidak ke rumah Henry langsung. Noely belum memberi tahu apa yang Henry katakan padanya karena tidak ingin merusak suasana hati Heraquin yang terlihat senang mempersiapkan kado itu.

Hari-H. Ulang tahun Henry tepat 1 bulan setelah hari valentine. Noely dan Heraquin bergegas ke lokasi tujuan sebelum waktu yang sudah di sepakati. Walaupun Henry sempat mengirim pesan pada Noely, doa aja cukup kok. Kak Ely sama Hera gak usah repot-repot ngasih kado, saya jadi gak enak, pada akhirnya Noely berhasil membujuk Henry untuk tetap datang.

"Kalo dia gak mau ngomong sama aku, gimana, Eonni?" Heraquin terlihat cemas dan tidak bisa berhenti membuat dirinya mondar mandir sana sini.

"Tenang aja. Dia kan udah bilang mau minta maaf juga sama lo," kata Noely yang nyatanya menyimpang dari kata tenang. Memang dirinya tidak mondar mandir seperti Heraquin tapi kakinya tidak berhenti menyentak tanah dengan cepat.

Noely gelisah. Instingnya bilang kalau dia harus pergi.

"Hera, bentar yah. Nanti gue balik lagi." Alasan tidak bisa menahan rasa buang hajat dan tipuan kalau dia akan ke rumah temannya di dekat situ, berhasil membuat dirinya lolos dari Heraquin. Untunglah ketika Noely sudah masuk ke lorong sebelah kiri jalan itu, terlihat Henry sudah sampai dengan motornya.

Noely tidak berniat kembali lagi. Biarlah mereka menyelesaikan masalah mereka dari sini. Ia sudah cukup membantu, sepertinya. Tak lama Noely berjalan menuju sisi jalan yang lain untuk menunggu angkot pulang, ia mengirim pesan pada Heraquin bahwa ia ada keperluan mendadak yang mengharuskannya pergi saat itu juga. Setelahnya barulah Noely menghembuskan nafas lega, setidaknya untuk saat itu.

'Kok kabur gini sih' Noely berdecak pada dirinya sendiri.

Sesampainya di rumah, Noely baru melihat chat bejibun yang masuk dari Heraquin dan yang lain dari Henry.

Heraquin: eonni kok ninggalin aku. Kan jadi canggung

Eonni katanya mau balik. Kok malah ada urusan

Henry nanya eonni ke mana, aku sempet bingung mau bilang apa

Ya aku bilang sesuai chatnya eonni barusan

Eonni?

Yuhuu

Henry udah jelasin semuanya. Tapi tenang aja eonni, aku gapapa kok. Kita juga udah temenan lagi.

Kok gak di bales sih

Eonni?

.

.

.

+++

Henry: kak Ely kok udah balik?

Btw, saya udah cerita sama Heraquin

Noely bingung, seharusnya dia meresa lega karena masalah yang sebenarnya bukan masalahnya sudah selesai. Ia merebahkan tubuhnya di kasur tercintanya. Kembali berpikir, kenapa dia masih merasa gelisah. Dia berusaha tidur malam itu, namun susah. Dengan susah payah dia bisa bangun dengan hanya menikmati tidur yang tidak sampai sejam itu.

'Oke. Mari bersikap seperti biasanya El' batinnya menyemangati diri sendiri.

**

Kali ini kedua tim latihan diwaktu yang sama dihari sabtu. Tidak di ruang teater sekolah, melainkan di gedung sanggar cendrawasih. Noely, Heraquin dan Henry nampak akrab. Tidak lagi terlihat rasa canggung karena hal bodoh yang terjadi.

Selesai latihan mereka sepakat untuk pergi ke mall. Bersama Jordan juga, mereka berempat ingin mendinginkan kepala dengan jalan-jalan sebelum durasi latihan di tambah dan Noely yang akan menghadapi ujian—Lagi.

Ramai dengan lalu lalang pengunjung, membuat berbagai sudut mall itu terasa penuh. Aroma makanan begitu menggoda ketika melewati tempa makan, tak kalah juga stand cemilan dan minuman. Mereka melangkahkan kaki dengan semangat menuju tempat tujuan mereka yaitu, "game centre!!" seru Heraquin.

Hampir setengah perjalanan, Henry berhenti. Dia meminta mereka untuk berjalan lebih dulu. Heraquin dan Jordan sudah mulai berjalan lagi. Noely masih pada tempatnya, memperhatikan laki-laki itu memasuki toko olahraga yang bersebrangan dengan toko buku.

"kak Ely ayo," panggil Jordan.

Tatapannya masih di tempat yang sama untuk tiga langkah pertama. 'Gue kenapa sih?'