Chapter 6 - #5

'Gak berubah yah.. tetap sama sejak awal'

Suara berisik yang ditimbulkan oleh ramainya orang di mall itu seakan sirna seketika dalam lamunan Noely, hingga tangannya ditarik paksa untuk beranjak dari posisinya, sehingga membuat Noely mengembalikan pikirannya ke dunia nyata.

Heraquin membawa masuk Noely ke lorong rak buku yang tidak terlalu jauh dari pintu masuk. Ia mengatup mulutnya sambil menahan genangan di matanya. Tatapannya mengarah ke seberang sana, pada dua orang yang sedang asik memilih-milih barang. Namun fokusnya hanya pada satu orang, laki-laki yang lebih tinggi dari pada yang satunya.

Noely yang seakan paham setelah membaca situasi, lalu mengajak Heraquin pergi, "Ke karaoke mau?"

Heraquin mengalihkan pandangannya dari seberang, lalu menatap Noely heran. 'Disaat kayak gini kok malah ngajak karaokean sih'

"Lo boleh nangis sepuasnya. Gak akan ada yang denger," bisik Noely.

Lolos. Air mata yang Heraquin tahan sedari tadi lolos dari tempatnya, disertai anggukan setuju untuk ajakan Noely.

**

Noely tidak menyela perkataan Heraquin hingga ia selesai bicara.

'Putus?'

Heraquin terisak dalam lantunan lagu melow yang dipilihnya sendiri. "Aku harus gimana, Eonni? Aku emang berusaha keliatan tegar dan bilang 'gapapa' waktu dia bilang tetap jadi temannya. Tapi.. tapi..,"

"Aku masih sayang dia, Eonni." Noely kebingungan harus menenangkannya dengan cara apa. Jadi dia hanya menepuk-nepuk pundak Heraquin sambil berkata, "Menurut gue, karena kalian udah sepakat secara baik-baik, jadi lo harus berusaha memperbaiki perasaan lo. Jangan keliatan lemah di depan dia nanti."

"Aaaaa makasih, Eonni." Heraquin menyemburkan pelukan pada Noely.

Noely malah mematung, dan hanya pasrah menerima pelukan Heraquin. Sekian detik kemudian barulah ia membalas pelukan itu dengan ragu-ragu

'...'

**

Panggung, kursi penonton, backstage, tirai besar, berbagai ruang, ornamen-ornamen seni di mana-mana, dan yang paling mengaggumkan adalah lukisan 3D burung cendrawasih yang memenuhi salah satu sisi dinding di lobi. Salah satu ruang dengan meja panjang dan dikelilingi oleh banyak kursi yang saat ini baru ditempati oleh dua orang, menjadi lokasi rapat untuk kegiatan pementasan teater di bulan agustus nanti.

Dua orang itu kini tengah sibuk dengan tumpukan kertas masing-masing yang berisikan naskah cerita yang akan mereka perankan.

Gadis yang dikuncir kuda mengalihkan fokusnya pada kertas dan mengarahkan pandangannya pada orang yang duduk di depannya.

"Henry?" panggilnya.

Henry pun menatap ke sumber suara, "Ya kak Ely?"

"Jangan cium gue!" kata Noely tegas. 'Apa?! Gue ngomong apa barusan?!' Noely menepuk jidatnya ketika menyadari ucapan bodohnya.

Henry hampir saja terbahak dan langsung menunduk, menyembunyikan wajahnya di balik tumpukan kertas yang dipegangnya.

"Maksud gue, adegan cium cium itu gak usah gitu. Atau diganti apa kek. Arggh," kata Noely frustasi sambil memegang kepalanya dengan kedua tangannya.

"Gimana yah kak. Apa gak sebaiknya kita bersikap profesional aja?" Henry hanya menurunkan sedikit kertas di tangannya sehingga yang terlihat hanya matanya. Mulutnya tak lepas dari senyuman.

"Nanti gue tanya coach Alif deh. Eh, apa nanya ke kak Lisa yah?" Noely kembali menatap kertas-kertas berupa buku yang diletakkannya di meja, masih dengan raut frustasinya. Henry malah mengulum senyum melihar kefrustaian Noely.

"Kak Ely?" panggil Henry. Noely kembali mengalihkan pandangan pada Henry.

"Entar malem, saya tanding," ujar Henry. Noely menatapnya heran lalu membalas, "Terus?"

"Kalo gak sibuk, kak Ely bisa dateng." Henry menyelesaikan kalimatnya tanpa menatap Noely.

'...'

Ponsel Noely berdering, sebelum ia mengucapkan kalimatnya.

Di sebrang panggilan, Hosea sedang berada di depan gedung jurusan bersama Rochwan dan Misya.

"Ketua?" panggil Hosea ketika penerima panggilannya berkata, "Kenapa kak?"

"Kata Bu Violet, lusa, kelompok kita bisa asistentsi tugas UAS," kata Hosea.

"Ok kak."

Noely menutup panggilannya lalu kembali melanjutkan pembicaraannya dengan Henry.

"Sorry yah. Gue sibuk nugas. Kayaknya gak bakal sempet ntar malem," tolak Noely terhadap penawaran Henry. Henry hanya bisa mengangguk dengan raut wajah agak kecewa.

Suara ketukan pintu membuat dua orang di ruangan itu sontak melihat ke arah si pengetuk.

"Guys kita pindah tempat. Langsung ke teater yah. Yang lain udah diarahin ke sana."

"Oke kak Lisa," jawab Noely pada penulis naskah cerita yang akan mereka pentaskan dalam waktu dekat itu.

"Rajin amat lo berdua," kata Lisa sebelum beranjak.

Di lokasi berbeda, seorang gadis dan seorang laki-laki sedang menunggui seorang lainnya yang sedang berjongkok memegang kepala.

"Udah gakpapa Val?" tanya Misya sambil menyentuh pundak laki-laki itu yang memberi jawaban dengan anggukan kepala lalu bangkit berdiri.

"Lagi kayak gitu malah nelpon orang. Capedeh Bro." Rochwan menepuk jidatnya.

Orang yang kena omelan malah tersenyum lalu berkata, "Takut lupa gue."

"Yaelah. Gue bisa ngingetin kali," kata Rochwan.

Sebuah pesan masuk ke ponselnya sebelum membalas ucapan Rochwan. Isinya, kak Hosea? Lusanya jam berapa?

Ia pun membalas pesan itu, kelompok kita jam 3 sore. Balasan ok menjadi penutup chatting-an mereka.

Misya mulai melangkah pergi lalu berkata, "Buruan! Gue sama Doni entar ada bimbingan sama Pak Smith."

"Mirip dari mana sih tuh dosen sama Sam Smith?"

"Udah. Biarin dia seneng ajalah," ucap Rochwan membalas pertanyaan Hosea.

**

Suhu yang cukup panas untuk sebuah sore menjelang malam. Masuk ke dalam supermarket ini seakan jadi penolong kegerahan karena kesejukan di dalamnya. Sebuah troli berada pada dorongan Rochwan. Ketiganya menuju rak kebutuhan mandi.

Sabun cair jumbo dalam sasetan, pasta gigi, sampo botol ukuran jumbo, sudah masuk ke dalam troli. Mencari barang-barang itu membuat Rochwan tak menyadari keberadaan dua temannya yang tak lagi terlihat di sekitarnya.

"Eh kak Oan lagi belanja juga?" Seorang gadis berperawakan seperti orang Eropa dengan troli yang hampir penuh mendekat ke arah Rochwan.

'Beh cakep bener' batinnya sambil mengulum senyum.

Rochwan terkekeh sebelum menjawab, "Iya nih."

"Lo Mita kan?" tanya Rochwan.

"Waaah. Kak Oan inget namaku? Jadi malu." Mita menutup wajahnya.

"Hai kak Oan," sapa gadis lainnya yang ada di belakang Mita sambil melambai.

Rochwan agak terkejut ketika ada lagi yang menyapanya. Ia sedikit bergeser untuk melihat gadis itu.

"Ada Juli juga yah. Lagi belanja bareng nih?" katanya dengan ramah.

Kedua gadis itu tersenyum lebar. Mita menjawab, "Iya nih kak. Biasalah anak kos. Belanja bulanan hehe."

Perbincangan ketiganya tanpa mereka sadari di perhatikan oleh empat mata dari ujung lorong rak itu.

"Bombom gak bakalan ngegebet salah satu dari mereka kan?"

"Kalo digebet juga, gakpapa sih."

"Padahal waktu masih maba, gak ada tuh yang ngelirik dia."

"Yaah, lo liat aja perkembangan penampilan dia kayak gimana. Drastis kan?"

"Iya juga sih. Kadang masih gak nyangka aja dia makin glow up sedangkan gue masih glow off"

"Glow off?"

"Yaah, belom ada perkembangan."

Keduanya sibuk mengomentari kejadian di depan mereka saat itu. Tidak memusingkan tangan Misya yang penuh dengan belanjaannya, atau Hosea yang membawa dua buku untuk menanyakan mana yang lebih baik kepada teman-temannya.

Setelah acara bincang-bincang Rochwan selesai, ia melihat kedua temannya lalu mereka saling menghampiri.

"Pada kemana sih lo berdua. Gak bilang-bilang," ucap Rochwan sambil mengambil produk pewangi ruangan.

"Yee, bilang aja lo seneng ditinggal terus ngobrol sama adik tingkat cakep." Ucapan Hosea membuat Rochwan memberi tawa kecil.

Misya langsung memasukan semua belanjaannya ke dalam troli Rochwan, membuat si pendorong troli memelototi gadis yang tingginya hingga telinga Rochwan.

"Yang belanja bulanan gue apa elo sih? Punya gue aja kagak sebanyak ini," protes Rochwan.

"Apaan sih? Terus gue gak boleh belanja gitu?" balas Misya memelototi Rochwan.

"Tapi kan ini..," suara Rochwan mengecil, "troli gue."

Tidak menghiraukan keluhan Rochwan, Misya melirik ke arah tangan Hosea, lalu mengambil salah satu buku di sana.

"Lo kan udah banyak buku macam begini Val."

"Oh iya nih. Gue mau nanya. Mending yang itu apa yang ini?" tanya Hosea sambil mengangkat buku di tangannya.

Rochwan dan Misya mengamati kedua buku itu sebelum keduanya menjawab serentak, "Ini." Jari telunjuk mereka kompak mengarah ke buku bersampul hitam dengan gambar topeng anonymous.

"Oke deh. Biasalah nambah koleksi," kata Hosea diakhiri kekehan kecil.

Setelah aktivitas belanja mereka selesai, Misya langsung pamit untuk kembali ke kampus.

**

Seruan dukungan untuk kedua tim terdengar ramai memenuhi gedung olahraga itu. Entah pendukung, keluarga, suporter, yang sekedar nonton, atau bahkan saingan, mengisi berbagai penjuru kursi penonton. Mungkin juga tipe yang datang diam-diam seperti gadis kepang ini, mengisi beberapa bagian tempat itu. Entahlah.

Pelester menutupi bagian bawah mata sebelah kiri. Topi rajut menutup kepala yang rambutnya dikepang dua. Masker juga menutupi bagian hidung dan mulutnya. Sweater, jeans dan sneakers terpasang pada tubuh mungil itu. Mulutnya tidak mengeluarkan suara sorak ketika tim dukungannya mencetak angka. Hanya senyum lebar yang ada di balik masker itu. Tepuk tangan menggantikan sorakannya.

'Duh jadi pengen main voli kan gue'

Begitu pertandingan selesai, tidak ada waktu untuk menikmati momen haru yang dirasakan oleh tim yang menang. Noely bergegas keluar. Namun, mata kecil dari area lapangan berhasil menangkap sosok yang dapat ia kenali sekalipun orang itu menutupi wajahnya. 'Bukannya dia bilang sibuk terus gak bisa dateng yah?' Segera ia mengambil perlengkapannya lalu mengejar orang itu keluar.

'Pesen ojol aja deh' Jari-jari Noely mulai mengusap layar ponsel. Namun belum sempat membuka aplikasinya, ia dikejutkan dengan panggilan seseorang.

"Ketua?!"

Tepukan di bahunya membuatnya makin terkejut. Ia menengadah ke arah pelaku, dan siapa sangka ia akan bertemu mereka di situ.

"Ihh. Kak Hosea ngagetin aja," kata Noely dengan posisi siaga.

'Lah? Emang bisa dikenalin? Kan gue pake masker'

"Sakti bener mata lo, Bro. Gue kan jadi waspada kalo lo salah orang mau gue rekam," kata Rochwan sambil terbahak.

"Kak Ely!" Noely terdiam. Dia tau suara itu. 'Waduh! Masa iya Henry juga ngenalin? Penyamaran gue gagal banget dong'

"Kak Ely?" Oke. Tidak bisa menghindar. Orangnya ternyata sudah di sebelah Noely.

Noely menghadap ke arah Henry, lalu menyipitkan mata—seolah tersenyum karena mulutnya tertutup masker.

"Lagi kurang sehat kak?" tanya Henry sambil menunjuk masker yang Noely kenakan. Belum sempat Noely menjawab, Rochwan malah memotong pembicaraan, "Lo kenal sama dia yah? BTW permainan lo bagus Bro." Rochwan mengacungkan dua jempol.

Henry tertawa canggung lalu membalas, "Makasih Bro. Lain kali tim gue rebut juara satunya." Henry melirik ke arah Noely seakan bertanya mereka-siapa-sih? Noely yang paham dengan hal itu lalu berkata, "Ini senior gue di kampus Hen."

"Dia temen aku kak." Perkataan Noely di sambut dengan anggukan dan kata, "Oh" dari kedua seniornya itu.

Rochwan terlihat mengecek ponselnya. Setelah itu dia buru-buru pamit kepada mereka.

"Perasaan Ibu, Bapak lo udah dateng tempo hari?" tanya Hosea.

"Waktu itu kagak jadi dateng. Dah gua duluan." Rochwan berlari meninggalkan mereka.

"Kak Ely lagi flu apa gimana nih?" tanya Henry kembali memastikan. Kedua orang yang masih menatap ke arah Rochwan pergi langsung memalingkan wajah.

Noely pun pasrah. Tidak mau memperpanjang persoalan, ia pun membuka maskernya.

"Gakpapa. Cuma lagi pengen pake masker aja."

"Oh gitu. Syukur deh." Kali ini Henry yang berurusan dengan ponselnya. Ada panggilan masuk. Henry mengambil jarak dari mereka lalu menjawab panggilan itu.

"Ketua? Itu, lo luka?" tanya Hosea sambil menunjuk ke arah pelester di wajah Noely. Lagi-lagi Noely tak mau ribet menjelaskan, ia pun melepaskan pelester itu juga dan menatap Hosea dengan tatapan lihat-nih-gakpapa-kan.

Hoesa terlihat berpikir sejenak lalu berkata, "Lo gak lagi nyamar kan?" Hosea melemparkan tatapan menyelidik ke arah Noely.

Noely berhasil mengatur ekspresi wajahnya walau dalam hati ia terkejut. 'Kok tebakannya tepat sasaran sih?!'

"Nyamar buat apa sih. Gak gitu lah kak." Hosea masih dengan tatapan anehnya itu, membuat Noely mengarahkan pandangan ke arah lain.

Noely dan Hosea kemudian sibuk dengan ponsel masing-masing ketika Henry kembali ke tempat mereka.

"Henry, kak Hosea, aku duluan yah. Udah pesen ojol kok."

"Oh, Oke deh. Sampai ketemu di teater yah kak." Noely menjawab dengan anggukan.

"Okee ketua!!" seru Hosea. Membuat dua orang itu langsung menghadap ke arahnya.

"Ayo berangkat!"