Chapter 4 - #3

"Saya rasa kelas hari ini sudah cukup, dan jangan lupa tugas yang Bapak kasih minggu lalu batas pengumpulannya di pertemuan berikut," ucap Pak dosen sambil merapikan peralatan mengajarnya, yang disambut dengan sahutan terima kasih dari seisi kelas.

Noely Asseif, gadis dengan tinggi yang tak seberapa namun punya cita-cita ingin lebih tinggi itu keluar dari kelas beberapa saat ketika kelas dibubarkan.

Kali ini dia tidak bersama Kamelia atau Cessya—Noely memang tidak sering bersama Cessya, hanya saat mata kuliah Ibu Violet mereka sering berinteraksi—karena di mata kuliah yang satu ini, mereka mendapat pembagian kelas yang berbeda, ruang dan waktunya.

Sejak berada di regu yang sama saat pengenalan lingkungan kampus, Kamelia dan Noely jadi teman dekat apalagi keduanya sama-sama tidak punya teman bawaan—teman sewaktu sekolah menengah atau teman sebelum berada di perkuliahan—di jurusan mereka. Kamelia bahkan hampir menangis karena semester kali ini banyak kelas yang memisahkan keduanya.

Walaupun tidak bersama Kamelia, Noely tidak mempermasalahkannya. Langkah kaki yang seakan mengatakan 'jangan-buang-buang-waktu' itu, melambat ketika keluar dari gedung jurusan.

'Ahh, udah diliat' batinnya sebelum ia sempat memposisikan ponsel sepinya di dekat telinga.

"Hai Ely," sapa orang itu ramah. Tak ada alasan menghindar, Noely pun membalas, "Hallo kak."

"Mau aku bantuin gak kak? Kayaknya kak Misya kesulitan bawanya," ucap Noely setelah beberapa detik tatapannya terpaku pada setumpukan beban pikiran yang begitu banyak bahkan sampai harus dipeluk dengan kedua tangan.

"Ah gak usah. Emang sih biasanya dibantuin sama dua bayi besar. Tapi mereka lagi pada buru-buru mau ngejar dateline tugas katanya," kata gadis dengan tinggi semampai serta paras cantik itu.

"Doni! Nih ambilin yang lain!" seru Misya ketika temannya terlihat akan masuk ke gedung.

"Gue gak suka nyusahin perempuan," bisik Misya pada Noely sebelum ia beranjak. Kerlingan matanya mengiringi langkah yang mulai menjauh sambil melambai ke arah Noely ketika salah satu tangannya bebas dari beberapa tumpukan berkas.

Noely hanya bisa menatap takjub hingga kedua orang itu menghilang dari pandangannya.

'Mahasiswi teladan emang beda auranya yah. Waktu jadi asisten dosen di praktikum semester 1 juga kak Misya kelihatan keren banget'

Pujian yang tidak disuarakan itu harus dihentikan ketika ada hal lain yang menyelinap ke pikirannya. Segera Noely mencari nomor orang yang ingin dihubunginya, namun pesan masuk mendahului niatnya itu.

Ekspresi heran terpampang diwajahnya, sebelum akhirnya ia melanjutkan niatnya untuk menelpon. Perbincangan di ponsel pintar itu berlangsung selama aktifitas jalan kakinya hingga ia terhenti di pinggir jalan utama, lalu mengakiri perbincangan jarak jauh itu.

'Ojol atau angkot yah?'

Angkot jadi pilihannya. Tidak ada alasan spesial, Noely kali ini hanya ingin menggunakan jasa pengendara angkot walau agak gerah memang. Karena beberapa waktu terakhir ini dia sudah lumayan sering menggunakan jasa kendaraan online.

Sebelum masuk ke dalam angkot, perhatiannya teralihkan pada seorang gadis berkerudung yang sempat beradu pandang dengannya. Noely merasa familier tapi otaknya tak mampu memberi jawaban saat itu. Dia pun tak menghiraukannya lalu masuk ke dalam angkot.

**

Kali ini Noely ada janji dengan orang yang diteleponnya tadi. Gadis yang amat menggemari hal-hal berbau K-Pop itu, mengajak Noely untuk nonton film. Raut wajahnya nampak lesu, namun berusaha ditutupi dengan cerita para idolanya yang beraksi di atas panggung.

"Eonni? Udah kenyang emangnya? Atau lagi mikirin sesuatu?" tanya gadis bernama Heraquin itu ketika memperhatikan Noely yang belum menyentuh makanannya sama sekali

"Bentar yah Ra, gue rada bingung ini," kata Noely sembari mengetikkan sesuatu di layar ponselnya.

Noely: Sisil? Tadi kita papasan di trotoar gak sih?

Sisil: Iya haha

Noely: Waduh, sorry banget. Gue sempet bingung, itu lo apa bukan. Gue mikir kalo kenal pasti di sapa

Sisil: Gue jadi malu mau nyapa pas liat lo kayak gak ngenalin gue. Lagian udah lama yah gak ketemu. Tearkhir waktu PK2MB

Noely: Iya yah.. sorry banget yah Sil

Sisil: gpp

"Eh, itu Ibu Mia kan, Eonni? Guru mtk waktu SMA." Segera Noely menggelengkan kepala sambil berkata, "Biarin aja sstt," cegahnya sebelum mereka menarik perhatian guru itu.

"Sorry, Eonni. Lupa," katanya sambil terkekeh kecil. "Tapi kalo boleh tahu kenapa sih Eonni gak suka nyapa orang? kan kenal," tanyanya.

Noely berpikir sejenak sambil memasukan sesuap makanan ke mulutnya, menelannya baru menjawab, "Karena gue gak punya topik, gak nyambung, gak tau mau ngomongin apa, gak mau ditanya-tanya, kali yah," dia berpikir lagi, lalu mengarahkan pandangan lurus pada Heraquin kemudian ia melanjutkan, "Gini yah dek Hera.. soalnya canggung, gak ada yang bisa dibahas. Yang kenal deket aja gue masih mikir. Apalagi yang gak deket. Kalo pura-pura gak lihat, palingan gue kabur biar gak papasan," jelasnya.

"Ihh Eonni jahat deh," kata Heraquin lalu memanyunkan bibirnya. "Kan bisa sekedar 'hai' atau senyum gitu. Eonni harus belajar bersikap lebih ramah tahu. Mau jadi muridku gak, Eonni?" celotehnya lalu memberi tanya.

"Algesseumnida sensei. Angkat aku jadi muridmu," ucap Noely sambil agak membungkukan badannya.

Heraquin hanya tertawa mendengar campuran bahasa yang dilontarkan oleh Noely.

"Kalo ke aku jangan gitu loh yah. Harus nyapa pokoknya," kata Heraquin dengan raut mengancam lalu diakhiri dengan tawa keduanya.

"Iya ah, bawel," ucap Noely sembari memisahkan sesuatu dari makanannya.

"Ah tadi lupa bilang kalo gak usah pake. Buat aku aja bawang gorengnya. Boleh gak, Eonni?" tanya Heraquin sambil mengajukan wadah makannya yang dibalas dengan anggukan oleh gadis yang duduk di depannya.

**

"Bro, cepetan Bro. Ntar gak kebagian," seru laki-laki yang sementara memakai sepatu di depan pintu kamar kosnya.

"Bentar. 1 menit," balasan itu mendapat geraman dari temannya yang nampak gelisah.

"Lo kesambet apa hah? Rapi amat kosan lo hari ini," ujar laki-laki itu sembari menghadap ke cermin dengan sisir di tangannya dan ketika ia baru mulai menyisir rambut, gerkannya terhenti lalu menghadapkan kepala pada temannya dan berkata, "Jangan bilang lo mau bawa pacar baru lo kemari," ia menutup mulutnya dengan tangan seolah seperti orang terkejut.

Yang gelisah sedari tadi di luar, kini masuk dengan kesalnya lalu langsung menarik paksa tersangka untuk keluar dari kamar kosnya dan menguncinya.

"Pacar dari mana p.a? Belom nemu gue. Boro-boro di bawa kemari, keburu dihajar ibu kosan gue. Gak tau aja lo ni kosan khusus cowok," dia melepaskan gengamannya dari hoodie temannya itu, lalu melanjutkan, "Ortu gue mau dateng ntar malem. Gila aja kalo gue digebukan ibu gara-gara kondisi kamar gue. Dasar lo!" tangan yang terangkat bersiap menghajar itu dihentikannya di atas kepala tersangka penyebab amarahnya itu.

"Ampun bos," laki-laki yang sudah tidak sempat menyisir rambut gondrong yang agak bergelombang itu memperlihatkan cengirannya yang menjengkalkan.

Keduanya langsung berangkat setelah perdebatan mereka usai.

**

"Enakkan makanannya eonni?" Heraquin tersenyum puas ketika semua wadah makanan yang mereka pesan sudah kosong melompong.

Noely mengangkat kedua jempolnya, "Gak tau gue kalo di sini enak juga makanannya, soalnya keliatan ribet nama menunya," ujar Noely sambil membereskan barangnya.

"Ayo. Bentar lagi mulai. Aku udah pesen tiketnya nih, Eonni," Heraquin mengangkat dua lembar kertas dengan bentuk yang khas.

Keduanya berlalu meninggalkan cafe itu.

**

Antrian lumayan panjang. Entah di loker tiket maupun di area minuman dan cemilan. Tempat duduk terlihat full di mana-mana, membuat kedua gadis itu terpaksa berdiri menunggu giliran. Berbagai poster digital yang menampilkan artis-artis ternama yang memerankan berbagai judul film, tersusun rapi di beberapa sisi dinding. Tak terdengar keriuhan walaupun tempat itu dipenuhi manusia, hanya suara oprator pemberitahuan yang terdengar setiap kali pergantian jadwal.

"Gue ke toilet bentar yah." Anggukan persetujuan membuat Neoly beranjak dari tempat mereka berdiri.

Tak disangka, walau tempat itu ramai tapi toiletnya lumayan sepi. Namun, karena suasana yang diciptakan oleh kesepian itu, Noely jadi kaget ketika melihat dua orang yang mencurigakan di lorong toilet ketika dia keluar.

'Mencurigakan.. mereka bukan psikopat atau semacamnya kan?' batin Noely ketika dia berhenti beberapa langkah di belakang kedua orang berhoodie gelap dengan wajah yang seolah olah sengaja di tutupi.

Prasangka Noely tetap bertahan sebelum akhirnya salah satu dari mereka memalingkan badan kebelakang.

Noely ingin panik kalau-kalau mereka mau macam-macam, namun itu tak terjadi.

'Apanya yang ngejar dateline tugas'. Raut wajahnya berubah jadi datar alih-alih panik. Malahan dua orang di depannya yang terlihat panik.

"Halo Ely," ucap salah satunya sambil terkekeh.

"Halo kak," Noely tersenyum kikuk, "Nonton juga yah?" tanyanya.

"Iya," jawab santai laki-laki yang lipatan matanya cuma ada sebelah yang biasanya memakai kacamata oval, namun kali ini hanya digantungkannya di leher hoodienya.

Kata 'oh' dan senyumnya menjadi tanggapan dari jawaban barusan.

"Aku pergi dulu yah kak Oan, kak Hosea," kata Noely pamit, "soalnya ditungguin temen di sana." Noely menunjuk ke arah tempat mereka berdiri menunggu giliran.

"Temen atau pacar?" goda Rochwan dengan memicingkan mata yang membuatnya wajahnya terlihat menggelikan di mata Noely. Tentu saja Noely membantahnya tanpa terlihat panik karena godaan seniornya itu, lalu ia pergi meninggalkan mereka.

**

Heraquin masih mengusap sisa air mata dengan tisu bahkan setelah film usai dan mereka keluar dari teater. Noely menatapnya heran, 'Yang sedih bagian mana sih? Perasaan filmnya komedi semua isinya deh', batin Noely. Ia masih mengingat-ingat, adegan film yang mana yang bisa membuat penonton menangis seperti yang terjadi pada Heraquin saat ini.

Nihil. Tak ada adegan yang mampu mengundang air mata, yang ada hanya gelak tawa seluruhnya. Rasa heran Noely teralihkan dengan sebuah hal yang di terimannya sebelum datang kemari. Ia melirik jam di ponselnya, sudah hampir setengah tiga sore.

'Pasti udah di sana kan'

"Hera? Masih sedih?" tanya Noely memastikan.

"Ahh, udah gakpapa kok, Eonni. Tadi Cuma keinget kenangan sedih aja. Padahal filmnya gak ada sedih-sedihnya," jawabnya sambil tersenyum. Mata cantiknya sudah tidak terlalu sembab.

"Temenin ke toko buku yah," ajak Noely yang dibalas anggukan oleh Heraquin. Noely merangkulnya lalu mereka mulai berjalan.

"Dressnya cantik dipake sama lo. Uu rambutnya juga kok kerli lucu gini," ucap Noely berusaha menghibur Heraquin.

"Gaya casual Eonni juga kelihatan cantik," balas Heraquin sambil mereka berjalan ke tujuan.

**

"Waah ada promo!" seru Heraquin sambil berlari ke arah meja yang diletakkan di dekat pintu masuk, dan mulai mencari – cari sekirannya ada buku yang menarik minatnya.

Noely malah mematung di luar dekat pintu masuk. Badannya memang mengarah ke toko buku, tapi kepalanya menghadap ke toko seberang.

'Kak Ely sibuk gak? Bisa temenin ke toko olahraga?' itu isi pesan yang dikirim kepada Noely sebelum ia berangkat ke mall ini, yang mengundang batinnya 'Ngapain ngajak gue. Kan punya pacar', lalu berakhir dengan pesan balasan berisi penolakan dengan alasan membenarkan bahwa ia sedang sibuk.

Heraquin sedang berkutat dengan berbagai buku promo di dalam sana, sementara Noely masih tetap pada posisinya.

'gak berubah yah.. tetap sama sejak awal'