Demikianlah, sang pemilik penginapan tersebut langsung pamit dan berlalu dari hadapan Gentar. Begitu masuk ke dalam kamarnya, Gentar langsung merebahkan tubuh di atas tempat tidur, seraya membayangkan bagaimana sakitnya ketika ia di lempar tomat busuk, dikucilkan oleh kawan-kawannya dan juga diusir keluar dari kota tersebut.
"Ya, Allah! Semoga aku bisa membuang ingatan terhadap hal buruk yang pernah aku alami, dan semoga tidak ada dendam dalam jiwaku," desis Gentar.
Ketika Gentar sedang termenung. Tiba-tiba, ia dikagetkan dengan anak panah yang melesat cepat masuk ke dalam kamarnya melalui jendela yang terbuka, dan menancap di dinding tepat di atas kepalanya.
"Astaghfirullaahal'adzim," ucap Gentar terkaget-kaget
Di ujung anak panah tersebut terdapat secarik kertas. Gentar bangkit dan langsung meraih kertas itu, tampak ada sebuah tulisan di secarik kertas tersebut.
"SATU JAM LAGI, KAU KAMI TUNGGU DI BUKIT DATAR."
Tidak ada nama penulisnya, Gentar merasa bingung, bagaimana mungkin ada orang yang menantangnya untuk bertarung, padahal itu adalah hari pertama ia kembali menginjakkan kaki di kota kelahirannya.
Bahkan mereka itu tahu kalau ia berdiam di dalam rumah penginapan itu, bukankah ini ada suatu hal yang sangat langka?
"Siapa yang sudah menerorku ini?" desis Gentar meremas kertas tersebut, kemudian melemparkannnya ke luar jendela.
Satu jam kemudian, Gentar langsung bersiap untuk berangkat ke bukit Datar. Ia tampak penasaran dengan tantangan orang tersebut, ia melangkah gagah dengan menyanggul pedang pusaka Almaliki.
Ketika, ia sudah tiba di tempat yang dijanjikan oleh si pengirim pesan itu. Sepertinya, Gentar mulai merasa tegang, karena ini adalah merupakan pertempuran pertamanya sejak ia menginjakkan kedua kakinya di kota tersebut.
Tiba-tiba, saja tiga bayangan melesat dari arah timur bukit itu. "Ha ... ha ... ha ... nyalimu besar juga Gentar," kata salah seorang dari mereka.
Ketika Gentar mengawasi ketiga orang pria paruh baya itu, ternyata mereka adalah tiga orang yang tadi siang berjumpa dengannya di rumah makan.
"Kalian siap? Kenapa kalian tahu namaku?" tanya Gentar penasaran.
Namun, ketiganya tidak mengindahkan pertanyaan dari Gentar. Mereka melangkah maju, lalu mengitari Gentar.
Gentar tampak kesal, ketika tiga pria itu mulai mengitarinya. Salah satu dari mereka lantas memperkenalkan dirinya, "Kau pasti belum mengenal kami, terutama aku. Aku adalah Darika, mereka kawanaku Dumaya dan Daska," kata Darika sekaligus memperkenalkan dua kawannya. "Aku ingin menanyakan sesuatu kepadamu? Ada permusuhan apa antara kau dan warga kota ini?" sambung Darika bertanya.
"Dulu mereka sudah menghinaku, memandang rendah diriku, sudah tentu aku tidak senang terhadap mereka. Namun, tak ada dendam dalam diriku terhadap mereka." Demikianlah Gentar menjawab sejujurnya dengan menuruti perasaan hatinya.
"Hanya karena urusan sepele seperti itu saja, kau sudah bertindak ganas terhadap mereka? Kau telah berbuat kejam,' kata Darika sambil tertawa dingin.
"Kau bicara apa?" tanya Gentar tampak gusar.
"Jangan berkilah kau, apakah kau sendiri memangnya belum tahu? Malam ini kau harus mengganti dengan jiwamu!" kata Dumaya tampak sinis.
Gentar mengerutkan keningnya, ia masih belum mengerti, tapi ia merasa benci dengan sikap dan kelakuan tiga pria paruh baya itu yang terkesan arogan dan bersikap jumawa di hadapannya.
"Jujur saja, aku tidak mengerti dengan apa yang kalian bicarakan. Jika kalian masih belum mau bicara terus terang, maafkan aku tidak ada waktu untuk meladeni urusan seperti ini," tandas Gentar.
"Ha ... ha ... ha ... apakah kau yakin? Malam ini kau akan selamat dari kami?" tanya Darika tampak jumawa.
"Siapa yang berani menahan perjalananku?" jawab Gentar balas bertanya. Ia sudah mulai naik darah saat itu.
Kemudian, Gentar mulai melangkah hendak berlalu dari hadapan Darika dan kawan-kawannya. Darika dengan cepat lantas bergerak menghalangi.
"Mau lari ke mana kau, Anak muda?" tanya Darika sambil membentak keras.
Darika tiba-tiba saja menyerang Gentar dengan kekuatan tenaga dalam menyambar ke bagian wajah Gentar.
Gentar tak pernah jera, semakin diperlakukan kasar, maka dirinya pun bisa berbuat lebih kasar lagi. Ketika mengetahui bahwa dirinya mulai terancam, ia lalu mengambil keputusan hendak memberi sedikit hajaran kepada tiga pria paruh baya itu. Maka ketika diserang ia hanya bersikap tenang sambil tertawa dingin.
Tapi tangannya dengan cepat menyentuh telapak tangan Darika, dari sentuhan tersebut. Maka telah keluar kekuatan panas yang menyasar ke peredaran darah pria paruh baya itu.
"Panas!" Dengan demikian Darika berseru kaget.
Beberapa saat kemudian, Darika mulai merasa lemas di sekujur tubuhnya. Lalu, ia pun terjatuh tanpa daya dan upaya lagi.
Diam-diam Gentar pun merasa terkejut, ia sungguh tidak menyangka hanya dengan satu sentuhan saja sudah bisa melukai salah satu musuhnya.
***
Namun, Gentar tidak menghentikan gerakan kakinya. Dia tidak menyadari, bahwa jurus yang ia peragakan termasuk aliran ilmu tingkat tinggi yang sudah lama menghilang dari dunia persilatan, jurus itu dinamakan 'Jurus Kawah Candradimuka' yang memiliki energi panas yang maha dahsyat.
Bagi sang pemilik jurus tersebut yang benar-benar sudah mahir. Jurus itu bisa digunakan untuk menghancurkan batu sekeras apa pun, dan juga dapat melelehkan barang logam ataupun baja sekalipun.
Melihat kawannya terjatuh, Dumaya tampak kaget dan tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki oleh Gentar. Beruntung orang tersebut masih memiliki ketahanan tubuh yang kuat sehingga tubuhnya tidak hancur terkena jurus Kawah Candradimuka dari Gentar.
Di dalam kagetnya, Dumaya lantas menghentakkan kakinya, lalu melayang ke hadapan Gentar, lantas membentak dengan suara lantang.
"Sungguh hebat kau Gentar! Aku adalah seorang tidak berguna, ingin meminta pelajaran beberapa jurus saja!"
Tangannya lalu bergerak dengan mengerahkan satu kekuatan tenaga dalam yang sangat lunak meluncur keluar menyerang ke arah Gentar.
Gentar sangatlah paham dengan jurus yang dikeluarkan oleh Dumaya, jurus tersebut tentu sangat mengancam jiwanya. Namun, Gentar tampak penasaran dan terus ingin meladeni kekuatan jurus yang dimiliki lawannya itu.
"Seberapa tingginya ilmu yang mereka miliki? Aku sangat penasaran," desis Gentar dalam hati.
Dengan demikian, ia langsung memutar kencang tubuhnya dengan kekuatan tenaga dalam penuh dalam menyambut serangan dari Dumaya.
Kekuatan jurus Kawah Candradimuka yang termasuk ilmu berkekuatan tinggi beradu dengan kekuatan jurus tenaga dalam lunak itu, sehingga menghasilkan suara dentuman besar menggetarkan bukit tersebut.
Seketika, wajah Dumaya tampak memerah seperti terbakar. Kemudian, ia mundur sampai beberapa langkah, sedangkan Gentar masih berdiri tegak di tempat semula.
Pada saat itu pula, datang dua pemuda berpakaian jubah hitam, tanpa memberi peringatan sebelumnya. Mereka langsung menyerang Gentar dengan sebilah pedang masing-masing.
Gentar dengan cepat melesat mundur untuk menghindari serbuan tersebut. Ketika menyaksikan cara dua pria berjubah hitam itu menyerang dirinya, lantas ia berseru dengan suara kaget, "Jurus Pedang Dewa!"
*