"Katakan ada apa kau mencariku? Bukannya kau katakan padaku agar kita harus menjaga jarak saat di kantor? Hubungan kekerabatan dilarang di perusahaan ini, bukan?" tanya Cheery bingung.
Saat ini Cheery membawa Sania ke meja kerjanya. Sania terlihat lesu dalam kebingungan.
"Hei, Sania!?" panggil Cheery pada Sania lagi, "Aku sedang bicara denganmu. Kenapa kau jadi diam seperti ini? Bukannya kau begitu serius tadi?" Cheery terus bertanya karena penasaran.
"Hmm... Aku tidak yakin akan mengatakan hal ini padamu. Tapi, jika aku tidak memberitahukan padamu tentang ini, mungkin saja dia akan membuatmu kaget," jawab Sania dengan ragu.
Cheery memicingkan mata dengan dahinya yang berkerut.
"Dia? Siapa yang kau maksud? Cepatlah katakan saja! Kita tidak sedang dalam waktu istirahat, Sania! Aku harus menyiapkan keberangkatan Ceo siang ini!" desak Cheery disertai omelan.
"Vano!" jawab Sania singkat, "Kak Vano kembali ke kota ini dan dari ucapannya, dia akan mengunjungi kantor ini untuk menemui sahabatnya saat masa kuliah!" sambung Sania.
Mendengar nama Vano disebut oleh Sania, wajah Cheery langsung muram dan senyuman mirislah yang menghiasi wajahnya saat ini. Dan hanya ucapan singkat seperti, "Oh..." saja yang bisa ia berikan sebagai tanggapan untuk Sania.
"Apa kau tidak ingin tahu siapa yang akan ditemuinya hari ini?" Sania melanjutkan ucapanya lagi dengan tanya.
Cheery hanya dapat menggeleng dan sama sekali tidak berkeinginan tahu apapun tentang Vano lagi. Cukup baginya untuk tahu, jika Vano baik-baik saja selama ini meski tanpanya.
"Walau kau tidak tahu dan tidak ingin tahu, tapi kau tetap harus tahu, Cheery!" ucap Sania lagi dengan jari tangan yang saling berkaitan seakan menguatkan tubuhnya agar menahan getaran hebat yang membuat Sania terlihat gugup.
"Kenapa kau gugup sekali? Aku saja yang kau berikan kabar seperti itu tidak segugup dirimu? Apa yang kau takutkan, huh?" Cheery bertanya perihal kecemasan Sania saat ini.
"Vano akan menemui Ceo Trian," kalimat Sania kali ini sukses membuat Cheery terkesiap hingga membuat tubuhnya mematung.
"Vano meneleponku karena tahu aku bekerja di perusahaan ini. Dia mengatakan padaku akan memanggilku saat dia tiba di kantor untuk menemui sahabat kuliahnya. Dan dari ceritanya, ternyata Vano dan Ceo Trian bersahabat sejak masa kuliah!" lanjut Sania menjelaskan dengan lengkap.
"Lalu apa hubungannya denganku? Biarkan saja kalau dia ingin datang!" ucap Cheery dengan gamang. Tapi setelah itu ia mencoba tegas dalam ucapannya, "Lagipula apa dia akan mengenaliku saat aku berpenampilan seperti ini?" sambung Cheery yakin.
Sania tertegun dan sepertinya setuju dengan ucapan Cheery.
"Aku setuju dengan keyakinan dan kepercayaan dirimu, Cheery. Tapi apa kau yakin kau bisa mengatasi perasaanmu padanya saat kalian bertemu lagi nanti?" Sania bertanya lagi. Jelas sekali terlihat oleh Cheery, kekhawatiran Sania saat ini.
"Apa yang kau cemaskan? Aku akan baik-baik saja. Tidak akan ada cerita cinta lama bersemi kembali di antara kami. Aku sadar diri, aku tidak ada baiknya sama sekali untuk Vano. Baik itu dulu maupun sekarang! Apalagi setelah semuanya berubah seperti ini..."
"Dan kenapa kau yang ketakutan? Apa kau menyukai Vano?" Cheery mencoba mencari jawaban jujur Sania, "Dari sikapmu, aku yakin kalau kau menyukai Vano. Tapi sejak kapan?" sambungnya bertanya.
"Apa aku harus menjawab pertanyaanmu? Apa kau tidak akan menganggapku wanita munafik jika aku mengakui kalau aku memang menyukai Vano? Apa kau masih akan bersahabat denganku meski kukatakan padamu, kalau aku sudah menyukainya sejak lama bahkan saat pertama kali Vano kau bawa ke rumah kakek?"
Mendengar ucapan Cheery yang berbau pertanyaan untuknya, Sania juga menjawab dengan pengakuan yang diakhiri dengan setiap pertanyaan.
Sejenak saja Cheery tertegun dalam tatapan kosong yang mengarah pada wajah gusar Sania. Tapi sikap seperti itu tidak ditunjukkan Cheery berlama-lama. Cheery tersenyum pada saudara sekaligus sahabatnya itu.
"Dasar gadis bodoh! Kenapa kau tidak mengakuinya sejak dulu, hah? Jika aku tahu kalau kau menyukai Vano sebesar itu, hidup yang kujalani saat meninggalkannya pasti akan lebih tenang!"
"Lagipula apa alasanku untuk marah dan menganggapmu wanita munafik?"
"Kau jatuh cinta padanya, lalu di mana letak salahmu? Dan kebetulan aku adalah pihak yang mengakhiri hubungan kami, kau sama sekali tidak bersalah. Cintamu bukan hal munafik meski kau baru kali ini mengakui perasaanmu padanya di hadapanku! Itu adalah hak-mu dan Vano bukan milikku, Sania!"
"Kejarlah dia, kalau kau memang mencintainya. Aku akan sangat senang dan bahagia jika vano bersama wanita baik sepertimu! Kau adalah sahabat sekaligus keluargaku. Aku sudah tahu baik dan buruk perangaimu, jadi tidak ada alasan bagiku untuk tidak bahagia jika kau dan Vano bersama,"
Setelah mendengar panjang lebar ucapan Cheery dengan senyum kerelaannya, Sania meloloskan air mata karena terharu.
'Kau dengan senyum setulus itu mendoakanku agar bahagia bersama Vano. Aku malu, Cheery! Aku malu padamu!'
'Aku yang membuat hidupmu serumit ini, tapi kau malah mendukungku untuk bersama Vano dengan keikhlasan hati seperti itu. Apa kau tahu, Cherry? Senyummu yang tulus itu semakin membuatku tercekik untuk mengakui kemunafikanku padamu!'
Cheery membuyarkan lamunan Sania yang memandangnya dengan tatapan kosong.
"Hei, gadis tukang melamun! Sadar dan bangunlah! Sana kembali ke ruanganmu, aku masih banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan hari ini!" ucap Cheery setengah mengomel.
"Ah, iya. Baiklah! Aku akan kembali ke ruanganku!" jawab Sania setelah sadar dari lamunannya. Ia pun bangkit setelah yakin dengan semua ucapan Cheery. Dan saat di ambang pintu keluar dari ruangan tempat meja kerja Cheery berada, Sania kembali memanggil Cheery.
"Cheery, terima kasih..." ucap Sania sebelum ia benar-benar pergi meninggalkan ruangan kerja Cheery.
Senyuman Cheery yang awalnya merekah saat Sania ada, berangsur meredup dan terlihat melengkung ke bawah.
'Bagaimana aku bisa kuat dan sanggup untuk menghadapi Vano sendirian, Sania? Ditambah lagi, bos Trian akan pergi dan aku tidak mungkin berlama-lama berbincang dengan Vano hingga membuat penyamaranku ketahuan?'
'Tidak, aku harus menghindarinya kali ini. Aku tidak mungkin dapat mengalihkan pandangan dan pertanyaannya nanti. Setidaknya, aku harus bersama bos Trian agar mengalihkan perhatian Vano dariku saat dia datang ke sini!'
Saat Sania tidak ada, Cheery mengungkapkan ketakutannya juga dalam hati.
Ia mengakui kalau dirinya tidak siap menemui Vano saat ini. Dan semua yang dikatakannya pada Sania tadi hanya untuk membuat saudaranya itu tenang dan tidak mengkhawatirkannya lagi.
Cheery memutuskan untuk merencanakan agar dirinya tidak berada di kantor hari ini. Dan untuk itu, ia harus membicarakan masalah ini lebih dulu dengan sang atasan.
Dan saat ia baru saja masuk ke ruangan bosnya itu, Cheery refleks memekik malu.
"Ahhk! Apa yang sedang kau lakukan, Bos?!" tanya Cheery setengah menjerit.