"Kau ketinggalan pesawat?" tanya seorang wanita muda berparas cantik dengan nada suara yang penuh dengan kekecewaan. Sepasang manik coklat miliknya nampak berkaca-kaca saat mengetahui bahwa ia tak bisa segera bersua dengan sang kekasih.
"Iya, tapi aku sudah membeli tiket pesawat untuk penerbangan selanjutnya. Dan sepertinya, aku baru akan tiba di sana besok. Tunggu aku, oke?" jawab pria di ujung sambungan dengan nada suara yang lembut. Ia berusaha memberikan kepastian perihal kedatangannya agar sang kekasih tak semakin kecewa karena kepulangannya tak sesuai rencana awal.
Panggilan telepon hanya berlangsung sekejap saat pria yang menghubungi wanita itu mematikan sambungannya. Sementara, wanita itu hanya bisa terdiam, menghentikan guratan pen pada drawing tab yang sedari tadi ia kerjakan. Menjadikan sebuah logo grafis yang masih setengah gambar terabaikan.
Cheery Natalia Dewari, gadis cantik berusia dua puluh satu tahun yang saat ini tengah berada di akhir semester pendidikannya di perguruan tinggi.
Malam ini, ia harus kecewa karena penundaan kepulangan kekasihnya — Devano, yang membuatnya gagal mengutarakan keberaniannya untuk menghadiahi sang kekasih dengan keperawanannya saat kepulangannya kali ini.
Cheery melakukan itu semua setelah merasa hubungannya dengan Devano terasa hambar karena dirinya sama sekali belum memberikan apa yang diinginkan Devano sejak lama.
Dan baru hari ini, Cheery mengumpulkan keberaniannya untuk memberikan hal paling berharga yang ia miliki pada kekasih yang sebentar lagi akan menikahinya. Dan itu bertepatan dengan hari ulang tahun Vano hari ini.
Ritz Heldana Hotel merupakan tempat yang direncanakan oleh Cheery untuk menghabiskan malam indahnya bersama sang kekasih.
Namun, apalah daya saat rencana yang telah ia susun sedemikian rupa harus pupus saat Vano mengabarkan bahwa ia ketinggalan pesawat.
Cheery nampak tersenyum dengan bulir air mata di sudut netranya saat ia mengingat kembali jalinan cintanya dengan Vano selama lima tahun ke belakang tanpa adanya sex before marriage seperti muda-mudi lainnya.
"Semua orang mungkin tidak akan percaya kalau aku masih perawan setelah menjalin hubungan dengan Vano selama lima tahun," gumamnya sendiri sambil menatap layar ponselnya dengan wallpaper wajah sang kekasih.
Di tengah kekalutan hatinya, Cheery memutuskan pergi ke bar yang letaknya tak jauh dari hotel tempat di mana dia akan menginap untuk membeli minuman keras. Ia berharap dapat melupakan rasa sedih dan juga kecewanya sejenak.
Di bar, Cheery membeli sebotol minuman keras dan segera meneguknya. Wanita itu merasa relaks sesaat setelah tegukan pertama, lalu diikuti dengan tegukan lainnya hingga nyaris habis tak tersisa. Setengah jam kemudian, kepalanya terasa berputar. Ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke hotel.
Cheery berjalan terseok dan limbung dengan sebotol minuman keras di tangannya. Saat sudah di lobby hotel tempatnya mem-booking kamar, botol tersebut ia lemparkan dengan kasar pada tong sampah di sebelahnya.
'Hari ini aku sudah mengumpulkan keberanian untuk menghadiahi diriku sendiri untuknya,' ucapnya dalam hati sambil menoleh ke arah tong sampah, tempat di mana ia melemparkan botol minuman keras tersebut, lalu ia berjalan terhuyung-huyung menuju lift.
Sadar akan kondisi Cheery yang tengah mabuk, salah satu staff hotel segera menghampirinya dan berinisiatif untuk mengantarkan wanita itu ke kamarnya. Lelaki itu kemudian membopong tubuh Cheery yang tak lagi sanggup berdiri dengan tegak.
Di sepanjang lorong hotel tersebut, Cheery terus bergumam dan meracau tidak jelas hingga mereka tiba di depan pintu kamar yang Cheery anggap adalah kamarnya.
"Nona, berikan kunci kamar Nona. Biar saya bukakan pintunya!" ucap staff hotel tersebut pada Cheery.
"Tidak! Aku bisa melakukannya sendiri! Kau pergi saja!" ucap Cheery setengah marah.
Staff hotel tersebut menuruti permintaan Cheery, tapi ia tidak pergi. Ia memperhatikan Cheery yang terlihat kesusahan memasukkan kunci pada lubang pintu. Tentu saja kunci itu tak dapat masuk karena memang ia salah mengira kalau kamar tersebut adalah kamarnya.
Namun, wanita itu tidak mengindahkan ucapan staff hotel tersebut untuk memberikan kunci kamarnya.
Lelaki itu bergegas mengambil kunci yang terjatuh dan mencoba membantu Cheery membukakan pintunya, tapi Cheery malah marah dan membentaknya.
"Sudah kukatakan padamu biar aku sendiri saja yang membuka pintunya! Aku tidak butuh bantuan orang lain! Aku ingin sendiri, pergilah!" racau Cheery marah tapi wajah sedihnya saat ini tidak dapat ditutupi karena air mata mulai mengalir di wajahnya yang sudah merah.
"Ada apa ini?" Suara bas khas lelaki dewasa terdengar dari arah belakang Cheery dan staff hotel tersebut.
"Maaf, Tuan, Nona ini sedang mabuk. Maaf jika kami sudah membuat keributan,"
Dengan wajah tertunduk sembari meminta maaf, pekerja tersebut dengan cepat menjelaskan apa yang sedang terjadi saat ini pada pria yang berkuasa di hotel tempatnya bekerja.
Pria tampan dan gagah di hadapannya saat ini adalah Trian Heldana, putera bungsu dari tiga bersaudara keluarga Heldana yang merupakan pemilik Ritz Heldana Hotel.
Trian adalah seorang pengusaha muda yang baru saja resmi menjadi penerus bisnis keluarga Heldana. Belakangan ini, Trian begitu sibuk di perusahaan hingga tidak sempat pulang ke mansion keluarganya dan memilih tidur di hotel karena lebih dekat jarak tempuhnya dari kantor.
Sesampainya di depan kamar, Trian malah harus dihadapkan dengan keributan yang tidak ingin dia dengar.
"Tinggalkan saja wanita ini padaku. Lanjutkan pekerjaanmu saja!" ucap Trian sedikit frustasi.
Staff tersebut langsung pergi setelah mendapatkan perintah dari salah satu pemilik hotel Ritz Heldana.
Trian mendekati Cheery dan mulai bicara.
"Nona, apa yang bisa kulakukan untukmu? Sepertinya kau salah kamar. Ini kamarku, Nona. Dan kamarmu tepat di belakangmu saat ini!" ucap Trian sopan pada Cheery.
Cheery menoleh pada Trian dengan tatapan menusuk tajam. Hatinya berdebar saat memandangi ketampanan Trian. Sekilas wajah Vano terbesit dan tervisualkan pada wajah pria yang ada di depannya.
"Hei, Tuan tampan! Aku tahu kalau kau bukanlah kekasihku! Tapi, kenapa wajahmu tersamar seperti wajahnya? Kau sedang mengejekku, ya?" racau Cheery yang pandangannya hampir buram.
Trian menatap wanita di hadapannya dengan penuh kebingungan. Baru kali ada wanita mabuk yang berani datang ke kamarnya tanpa diundang. Dan Trian malah berprasangka bahwa Cheery sedang pura-pura mabuk dan ingin menggodanya.
'Sudah kubilang jangan mengirimiku wanita sebagai sogokan kalian! Haish, padahal aku lelah malam ini, tapi kalian malah mengirimkan wanita yang cukup cerdik. Hah, dasar para penjilat!'
Rutuk Trian dalam hati merujuk pada para investor yang mencoba bekerja sama dengan perusahaannya dan menghalalkan segala cara agar bisa membujuknya, termasuk mengirimkan wanita ke kamar hotelnya.
Kebiasaan Trian yang suka bergonta-ganti pasangan membuat para investor nakal berusaha mengambil peruntungan. Mereka tidak tahu kalau kebiasaan Trian yang sering bermain wanita sudah sangat ia kurangi belakangan ini.
Pria itu kemudian mendengkus kesal melihat kelakuan wanita yang ada di hadapannya itu. Terlebih lagi, saat ia baru akan bicara, Cheery sudah limbung dan jatuh memeluk tubuh Trian dengan mata terpejam.