Chereads / The Cupid's Arrow : A Choice of Love / Chapter 35 - Bab 35 : Kafe dan idola

Chapter 35 - Bab 35 : Kafe dan idola

Sabtu. H-1 sebelum acara perjodohan. Pukul 19.20.

Keluar dari lobi, Sinta menyebrang ke kafe yang berjarak tidak jauh dari kantor. Sinta ingin mendinginkan suasana otak dan hati dulu disini, di kafe yang nyaman. Karena di rumah, suasana sangat panas. Papi dan mami selalu ribut melulu soal acara besok yaitu pertemuan dengan keluarga besan.

"Tolong, Capuccino dingin nya satu." Sinta membuka dompet, bersiap untuk membayar...

"Ini uang nya, mbak," sela seorang pria yang tiba-tiba sambil mengulurkan tangan ke arah kasir.

"Johan?"

Sinta tertegun dengan alis terangkat, heran, ketika mendapati sosok idola kantor berdiri di dekatnya untuk mentraktir dirinya, secangkir kopi. Di kantor, Sinta tidak terlalu akrab dengan Johan. Hanya saling mengangguk jika kebetulan berpapasan di kantor atau diluar kantor pun, tidak pernah ada komunikasi yang lebih. Selain tampan dan supel, Johan yang bermulut manis ini juga selalu menjadi salesman terbaik di tim marketing.

"Halo Sinta," sapanya dengan tersenyum simpul. "Biar aku yang mentraktir mu segelas kopi," katanya sambil menerima kopi Capuccino dingin, pesanan Sinta.

"Ah, terima kasih Johan. Kapan-kapan, gantian aku yang mentraktirmu."

"Aku tunggu janjimu, Sinta."

Johan membawa pesanan Sinta dan kopi miliknya, lalu mengambil meja di dekat jendela, di sudut kafe.

"Apa kamu lembur, Sinta?" tanya Johan sambil melirik ke arah pergelangan tangan untuk melihat jam. Jam tujuh malam lebih dua puluh lima menit.

"Tidak juga. Aku hanya malas pulang," jawab Sinta sambil menyeruput kopi latte nya. Rasa dingin dan manisnya capuccino, menyeruak ke dalam mulut dan perutnya, membuat Sinta menjadi rileks.

"Oh, kenapa?"

Sinta sedikit tersentak mendapati dirinya tidak sengaja mengatakan isi hatinya. Kemudian Sinta mengangkat bahu dan berkata, "Tidak kenapa-kenapa. Hanya merasa bosan di rumah."

"Ooh begitu."

Sinta memindai seluruh sudut kafe. "Kamu disini dengan siapa?" tanya Sinta mengalihkan pembicaraan.

"Tadi aku ada janji dengan customer disini. Lalu aku melihatmu masuk ke kafe. Jadi aku bermaksud untuk menyapamu, Sinta. Tidak masalah kan? Atau sebenarnya kamu sedang disini sedang menunggu kekasihmu?"

"Tidak. Aku tidak sedang menunggu siapa-siapa," jawab Sinta sambil memiringkan kepala, menatap Johan yang memandangnya dengan tatapan... intim?? Tatapan lembut nan memuja yang biasanya diberikan untuk pasangan atau seseorang yang hendak diincarnya, kini sedang diarahkan padanya.

"Apa dia sedang merayuku?"batin Sinta heran.

"Sinta, kamu baik-baik saja? Kamu terlihat murung, apa kamu sakit?" tanya Johan yang nampak khawatir, sambil mengulurkan tangan menyentuh ke dahi Sinta.

Sinta tersentak dan langsung memundurkan badannya, ketika mendapati perhatian ekstra dari Johan. Ketika pak bos menyentuh keningnya di kantor tadi, Sinta tidak merasakan aura yang berbahaya. Tetapi sentuhan yang berasal dari Johan yang notabene adalah seorang playboy kelas kakap di kantor, membuat Sinta menjadi waspada. Oke, seribu persen Sinta yakin bahwa Johan kini sedang merayu dirinya.

"Aku baik-baik saja. Dan tolong jaga sikap, Johan. Aku tidak ingin ada gosip jahat. Aku tidak berminat untuk bertengkar dengan pacarmu," tegur Sinta datar. Meski Sinta mengagumi sosok Johan yang penuh pesona, tapi Sinta tetap menjaga jarak dengan playboy kantor ini. Sudah hampir semua populasi wanita lajang di kantor, pernah berkencan dengan Johan. Sinta tidak ingin menjadi korban ke-playboy-an Johan yang kesekian.

"Oh, maafkan aku, Sinta," sesal Johan sambil menarik tangannya menjauh dari Sinta. "Tapi, kalau kamu mau tahu, aku sudah putus dengan pacarku, beberapa hari yang lalu. Jadi sekarang aku sedang free."

Sinta hanya bisa meringis mendengar pengakuan pria yang duduk di depannya ini. Begitu mudahnya pria ini mendapatkan wanita, lalu membuangnya ketika sudah merasa bosan. Kemarin anak keuangan yang diputuskan, sekarang anak mana lagi yang disakiti hatinya? Sinta takjub hingga tidak bisa berbicara.

Hening...

Sinta merasa canggung berada di dekat Johan yang memandangnya tanpa kedip. Harusnya Sinta merasa tersanjung menerima sikap lembut dan perhatian ekstra dari idolanya, namun entah mengapa, perasaan risih dan jijik menguasainya begitu kuat, ketika dirinya benar-benar mendapatkan kesempatan emas ini.

"Kurasa sebaiknya aku pulang," kata Sinta sambil berdiri dari kursi.

"Boleh aku mengantarkanmu pulang?" tanya Johan lembut.

"Tidak, terima kasih," tolak Sinta cepat.

"Ayolah Sinta.. Hari sudah malam. Tidak baik seorang wanita cantik sepertimu naik kendaraan umum," bujuk Johan lembut. "Aku takut terjadi sesuatu denganmu."

Sinta menarik nafas panjang sambil berpikir dengan cepat. Baiklah, toh tidak ada salahnya. Setidaknya Sinta pernah satu mobil dengan pria idaman kantor ini sekali, sebelum dirinya diikat dengan tali perjodohan.

"Baiklah, kalau begitu," jawab Sinta yang ditanggapi Johan dengan antusias. Johan segera menghampiri Sinta dan menyentuh siku lengannya. Keduanya berjalan menuju mobil yang diparkir di seberang kafe.

"Hati-hati kepalamu," ucap Johan sambil menutupi atas mobil, sehingga kepala Sinta otomatis terlindungi. Sinta tersenyum dan berterima kasih.

Perilaku Johan menunjukkan bahwa pria ini memang menghargai wanita. Dan tentu saja, selalu ada imbalan dibalik semua sikap manis Johan pada wanita. Kabar yang beredar di kantor, bahwa setiap wanita yang berkencan dengan Johan atau pulang bersama pria itu, dipastikan akan berakhir di tempat tidur Johan. Namun fakta itu ternyata telah dilupakan oleh Sinta, sehingga dirinya dengan mudahnya terbuai dan masuk dalam perangkap Johan.

Hening.. Hampir separuh perjalanan pulang ke rumah Sinta, keduanya diam, tidak bersuara. Sinta yang sedang galau dengan ulah papi maminya yang menjodohkan dirinya, sedangkan Johan sedang galau memikirkan bagaimana merayu Sinta agar mau menjadi miliknya.

Mobil yang dikendarainya kini telah tiba di depan rumah Sinta. Johan melepas sabuk pengamannya dan menggeser posisi duduknya untuk menghadap Sinta yang sedang termangu.

"Sinta, apa kamu mau menjadi kekasihku?" tanya Johan tanpa basa-basi.

Sinta tersentak mendengarnya. "Kekasihmu?"ucap Sinta balik. "Kenapa kamu menembakku, Johan? Apa karena kamu sedang free saat ini?

Johan pun tersentak. Baru kali ini, ada wanita yang menanyakan alasannya mengapa dirinya ditembak. Biasanya para wanita itu akan kegirangan mendengar pernyataannya. Kemudian Johan berdehem dan kembali menguasai dirinya lagi. "Kurasa aku tertarik padamu, Sinta."

"Tertarik padaku?" Hari ini, rasanya otak Sinta sedang tersumbat, karena semua perkataan Johan tidak dapat dicerna dengan baik. Harusnya dirinya bahagia dan bahagia, mendengar pengakuan yang ditunggu banyak wanita di kantor. Sinta menggaruk pelipisnya dengan ragu. "Aku.. tidak tahu."

Well-well.. itu juga bukan respon yang diinginkan oleh Johan, dari Sinta. Selama ini Johan sudah mendengar gosip bahwa Sinta termasuk dalam jajaran fans dirinya. Johan sudah menggilir setiap wanita di kantor untuk menjadi miliknya. Hanya tersisa Sinta, wanita lajang yang belum ditaklukannya. Ketika Johan mulai mengarahkan matanya pada Sinta, dirinya menduga bahwa wanita ini akan sama seperti wanita yang lainnya, yang mudah didapatkan. Namun, ternyata dugaan nya salah. Sinta.. tidak terlihat antusias.

"Kalau begitu, pikirkan pelan-pelan, Sinta," kata Johan yang samar-samar tersirat nada kecewa. Johan memanjangkan tangannya dan menarik pembuka pintu mobil untuk Sinta. "Aku menunggu jawabanmu."

Cup. Sebuah ciuman singkat mendarat di pipi Sinta. Dengan linglung, Sinta menyentuh pipinya yang terasa hangat karena ciuman yang tidak terduga itu.

"Jangan tampar aku, Sinta," bisik Johan lembut. "Turunlah. Selamat malam, Sinta. Good night."

Bersambung...