"Saya Sarah maminya Pratama, Ini Adam suami saya. Sedangkan Melani adalah kaka Pratama yang cantik, namun agak sedikit jutek. Dan ini adalah David, Anak saya yang paling menggemaskan. Sebenernya ada satu lagi kakanya Tama, tapi hari ini gak bisa hadir, karna menemani suami keluar kota." Sarah menunjuk satu persatu sesuai nama yang di sebutkan.
"Saya punya empat anak, Tapi saya tetep cantik kan, hehehe" Sarah melayangkan pujian untuk dirinya sendiri, di sambut senyum dari anggota keluarganya.
Adam sebagai kepala rumah tangga, malah terlihat lebih santai menikmati setiap sendok suapan makan yang di buat oleh istrinya.
"Ini yang masak mami semua lhoo." Melanie menyanjung Sarah.
Salma hanya senyum-senyum, dan terlihat sekali salah tingkah.
"Kamu jangan diem aja, ngobrol dong, Tentang papi kamu boleh, tentang keluarga kamu. Kita disini ngobrol santai aja." ucapan Sarah mulai menjurus ke arah inti nya. membuat Pratama deg-deg'an. Tama takut Salma salah ngomong.
"Maaf tante, Salma bingung mau cerita dari mana, Salma cerita sedikit aja ya"
"Iya, cerita aja! Saya paling seneng denger orang cerita, iya gak Tam!" ujar Sarah, mengangguk pada Tama, yang duduk di seberang Sarah.
"Iya, Mami seneng denger cerita. jadi kasih cerita yang bagus ya!" Pratama mencoba memberikan kode, Namun karna kepolosan Salma. Ia tak mampu memahami kode yang di berikan Pratama.
"Nama aku, Salma. Aku 2 bersaudara. saudara ku adalah kembaranku, kami juga memikiki nama yang hampir sama. aku Salma dia Salwa, tapi lebih sering di panggil Alwa atau Hawa"
"Oh ya? wahh seru ya punya saudara kembar gitu" celetuk Melanie, sok mengheboh-hebohkan perkataan Salma.
"Biasa aja ka, Salwa galak, dan kami sering bertengkar. hehehe" Ucap Salma di iringi tawa, sementara yang lain hanya diam menanggapi cerita Salma, seakan heran kenapa Salma tertawa dengan ucapan nya sendiri.
Sadar dengan kebodohan nya, Salma menghentikan tawa.
"Lalu, kesibukan mu apa? lulusan mana?" tanya Sarah, dengan pandangan manis, sesekali menikmati gigitan steak buatan nya.
"Salma lulusan SMAN dua, tante. kesibukan Salma.. he.. anu..." Salma menatap Pratama dengan kelopak hampir tertutup.
"Haah? SMA?" jokes lo receh banget sih!!" celetuk David di iringi tawa.
Sementara Sarah terkejut mendengar pendidikan Salma, bukan hanya Sarah tapi seisi ruangan itu pun terkejut dan tak menyangka, level cinta Pratama serendah itu.
Belum juga Salma melanjutkan kesibukan sehari-hari nya apa, sikap Sarah langsung berubah dratis menjadi jutek.
Melihat Salma bagaikan mangsa yang siap di terkam.
Adam pun jadi merasa tertipu oleh ucapan Pratama yang seolah meyakinkan bahwa Salma adalah gadis berpendidikan tinggi.
"Oke, lanjutin aja ceritanya." Melanie menyuruh Salma untuk lanjut bercerita, sementara kondisi ruangan sudah tidak aman untuk melanjutkan kejujuran.
"Salma rasa, gak ada yang perlu diceritakan lagi ka," ucap Salma.
"Papimu usaha apa salma?" akhirnya Adam memberikan pertanyaan, dan membuat Pratama gemetar.
Kondisi Sarah sudah tidak bersahabat untuk diajak berbicara, karna Sarah tau Salma bukan orang yang ia harapkan.
"Bapak.. heumm.." Salma tertunduk, sejenak berpikir apa yang harus di ucapkan nya, terlintas semua ucapan Pratama untuk menggunakan sedikit trik dalam beberapa kasus.
Tapi Salma takut trik ini malah membawa nya keadalam lubang kehancuran, karna semua orang tak suka dengan penipuan.
"Salma!" seru Adam.
"Ya, Om?" jawab Salma, wajah nya sangat tegang.
"Sa.. saya., Bapak saya..pembuat Bakso dan Bakmi" ucap Salma terbata-bata, ia tak berani menatap ke arah datang nya pertanyaan itu.
"Ohh I see, pabrik nya dimana, Sal?" lagi tanya Adam.
"Maaf, Om salah menanggapi nya. Salma sekeluarga penjual bakso dan bakmi ayam, Bukan pabrikan. tapi Bakso buatan rumah, alami dan di jamin bersih dan sehat. Gak kalah sama yang ada di pabr..." Salma dengan polosnya bercerita tanpa rasa takut.
"DIAAAMM!!" teriak Sarah memotong pembicaraan Salma, tak suka mendengar suara Salma, Bagaikan iblis merasuki jiwa nya, Sarah benar-benar menunjukan ketidak sukaan nya pada Salma.
Bukan hanya Salma yang kaget setengah mati, Adam dan seisi ruangan itu ikut kaget, tak pernah mereka melihat Sarah semarah ini.
Apa yang di takutkan Pratama, kini menjadi kenyataan, belum pernah sekali pun Pratama membuat Sarah kecewa dan terluka seperti ini.
Ketika sesaat semuanya diam, Pratama memberanikan diri angkat bicara "Mam, maafin Tama, Biar aku antar Salma pulang dulu ya" Pratama beranjak dan menarik tangan Salma dengan segera.
****
Percakapan saat perjalanan menuju rumah Salma, dimulai dengan nada kecewa Pratama, "Aku sudah menduga akan terjadi seperti ini, kalau kamu bicara jujur tentang siapa kamu sebenarnya. Kenapa sih kamu ga bisa di ajak kerja sama?"
"Lho, Tama kok marah sama Salma?"
"Iya, kepolosan kamu mengacaukan segala nya, Salma!!" Pratama menggeram kesal.
"Artinya, emang kita ga berjodoh! turunin aja Salma disini! Salma enggak pantas naik mobil mewah ini."
Dalam hitungan detik, Pratama mengambil bahu jalan, dan menghentikan mobilnya.
"Oke! silahkan turun!" tegas Pratama, tanpa rasa iba melihat linangan air mata yang membasahi wajah polos Salma.
Dengan berat hati, Salma membuka pintu, dan melangkahkan kaki keluar dari mobil. Ia keluar rumah tak membawa uang dan serta handphone, jadi untuk bisa tiba dirumah, ia harus berjuang berjalan kaki dengan dress mewahnya, ia pun terpaksa menenteng heels nya agar kuat berjalan hingga kerumah.
Mobil Tama pun langsung melaju, tak peduli seberapa jauh lagi Salma harus berjalan sampai kerumah.
Sepanjang perjalanan, Salma tertunduk sedih.
"Kenapa kegagalan hari ini, harus di salahkan padaku, kenapa orang jujur tak bisa di hargai, Apa semua orang kaya seperti itu?" Gumam Salma.
****
Pratama langsung menuju rumah, ia berusaha ingin memperbaiki hati Sarah yang terluka dan terlanjur kecewa dengan sikapnya.
Pratama masuk kerumah dengan langkah kaki yang hampir tak terdengar, dalam suasana hening ia menghembuskan napas panjang.
Tookk took tookk,
"Mam, Aku mau ngomong mam."
Adam membuka pintu kamar, dan meminta Adam masuk kamar menemui maminya yang sedang bersedih.
Perlahan ia duduk dekat ujung ranjang, menatap Sarah dengan sayu penuh penyesalan, dan berkata "Mam, maafin Tama."
"Kenapa kamu bisa kenal sama perempuan itu?" kedua netra Sarah menatap tajam.
"Dia gadis yang lugu dan polos mam, dia juga bukan gadis matre seperti kebanyakan. karna dalam beberapa hari sebelum kesini, Tama sudah ajak Salma jalan, dan mencari tau kepribadaannya," jelas Tama, berharap Sarah mampu mengerti hati Tama.
"Sebenernya banyak gadis lugu dan baik hati, tapi gak harus yang kampungan, dan miskin seperti, siapa tadi itu nama nya? mami langsung lupa sama nama nya!" sudut muluthya mencibir dengan menyipitkan mata.
Bersambung....
****