Chereads / Extraordinary Girl / Chapter 4 - Calon Suami

Chapter 4 - Calon Suami

Melihat mereka terdiam, Faiz kembali berbicara.

"Perlu saya cari bukti-bukti bahwa dia tak bersalah?"

Para polisi di sana gelagapan, beberapa menyuruhnya untuk duduk, yang lain malah balik memarahi kedua pasangan itu. Mereka tak punya bukti kuat oleh karena itu mereka berusaha menutupi ketidakbecusan dengan kata-kata manis.

Kaira yang tak begitu menyimak, langsung menutup telpon ketika sadar sepertinya seseorang tengah membantunya.

"Sepertinya ada seseorang yang membantu kakak."

"Siapa?"

"Entah, jangan beritahu Papa dan Mama."

Klik... telpon dimatikan.

Kaira kebingungan, ketika para polisi bahkan kedua pasangan bucin itu tiba-tiba meminta maaf dengannya.

Niatnya awalnya ingin mengacak-ngacak kantor polisi itu pun jadi sirna.

"Sudahlah, jadi saya bebas, kan?" tanyanya. Lalu melirik pria bernama Faiz itu. Beruntung Kaira gadis yang terbilang baik, walau kesal ia tak ingin memperpanjang masalah.

"Sekali lagi kami mohon maaf."

"Lain kali bertanggung jawablah sama pekerjaan," ucapnya memberi saran lalu berlalu pergi dari sana.

Sedangkan Faiz mengerjap, karena Kaira meninggalkannya begitu saja di sana. 1 jam lebih sedikit adalah waktu yang ia habiskan di sana.

"Hei, tunggu!"

Langkah Kaira terhenti, lalu menoleh, menatapnya bingung.

"Kenapa? Kau butuh ucapan terima kasih? Baiklah, terima kasih." katanya terdengar setengah hati.

Pria itu menggeleng kepala cepat ketika melihat ekspresi Kaira.

"Mau saya antar pulang" tawarnya dengan ekspresi serius.

Kaira menatapnya datar.

"Tidak!" tolaknya tanpa pikir panjang.

Ia melangkah pergi menuju jalan raya. Berniat memesan taksi, sebelum sadar. Bahwa ia tak membawa uang sepeser pun. Apalagi dengan keadaan sedikit mengenaskan seperti ini. Dirinya mulai memikirkan beberapa cara untuk pulang. Mulai dari mencegat sopir. Menyandera sopir untuk mengantarnya sampai ke rumah. Ataupun menumpang di atap mobil.

Ide anehnya terhenti, ketika sesuatu menutupi rambutnya yang kusut. Seseorang memakaikannya topi. Ia mendongak. Dirinya hanya sebatas bahu sang pria tadi yang menolongnya.

"Jangan dilepas!" potong Faiz ketika melihat Kaira berniat melepaskan topinya.

Kaira menghela napas panjang.

"Terima kasih, sekarang silahkan menjauh!" ujar Kaira setengah mengusir.

"Naiklah ke mobil, akan saya antar pulang."

"Aku tidak mau," ucapnya masih bersikukuh. Tangannya bahkan sudah ia kepalkan untuk meninju jika pria itu masih bersikeras.

"Biasanya, orang yang ditangkap polisi jarang punya uang pegangan."

"Kau lihat kakiku?" katanya melirik kakinya yang sebelah telanjang, tanpa sendal.

Faiz langsung jongkok. Ia melepas kedua sepatunya. Lalu menyodorkan ke dekat kaki Kaira.

"Mau kupakaikan?" tanyanya mendongak menatap sang gadis.

Kaira berdecak. Apa pria di hadapannya ini sedang bermain drama. Apa-apan. Romantis tidak. Bikin muntah, iya.

"Kau kira kakiku sebesar apa?!" Bentaknya. Membuat pemuda itu mengerjap kaget.

"Bukan seperti itu Nona, saya hanya ingin membantu," jelas Faiz takut Kaira salah paham dengan maksud dan tujuannya.

Lalu keduanya berjalan menuju parkiran. Karena Kaira tak punya pilihan lain ia juga mengenakan sepatu yang kebesaran. Pikirannya cepat sekali berubah. Tadi tidak mau sekarang malah mau.

"Cepatlah. Mobilmu yang mana?" ucapnya ketus.

Faiz tersenyum lalu membukak kan pintu di samping kemudi untuk Kaira, namun gadis itu malah naik ke kursi belakang.

"Mau jadi manekin?" Cibirnya melihat pria itu tak bergerak. Buru-buru pria itu menutup pintu dan duduk di kursi kemudi. Bisa dibilang mobil itu tak terlalu mewah, malah terkesan sederhana untuk orang yang disebut jaksa. Bukan maksudnya merendahkan tapi jika benar, Faiz termasuk orang yang sederhana.

Hening. 

Tidak ada pembukaan percakapan di antara mereka. Sibuk dengan isi pikiran masing-masing.

Kaira menatap pungungnya dari jok belakang. Lelaki itu nampak fokus mengemudi. Tapi ada satu hal yang mengganjal. Ia tak bilang apa pun. Jadi, bagaimana caranya pria itu tahu, rumahnya ke arah jalan ini.

"Jangan bilang ini penculikan?!" Pikirnya mulai ngaco.

Atau...

Kaira menggeleng cepat karena pikirkannya malah ke mana-mana.

Bukan tanpa alasan. Bayangkan orang yang baru kau kenal beberapa menit yang lalu tahu tempat tinggalmu, apakah kalian tidak akan merasa kaget atau curiga? Itu juga yang tengah Kaira rasakan.

"Aku ingin berhenti di depan Kafe," ucap Kaira memecah keheningan. Sambil mengambil ancang-ancang berteriak atau membuka pintu mobil cepat jika pria di hadapannya tiba-tiba berulah.

Tak lama, mobil itu berhenti. Pria itu turun dan berniat untuk membukakan pintu mobil, sayangnya gadis itu tak mau menunggu dan melompat dari dalam mobil cepat.

"Aku bisa sendiri."

Ia menatap pria di hadapannya dengan seksama. Tak ada yang mencurigakan. Dan sikapnya berbeda dengan saat di kantor polisi tadi. Kali ini ia lebih nampak bersahabat.

"Aku ingin mengucapkan terima kasih, tapi, bukankah sangat aneh, kamu tahu alamatku, padahal ini kali pertama kita bertemu." Perkataan itu lantas membuat pria itu terdiam. Agaknya ia merasa malu karena kecerobohannya sendiri.

"Kau mengenalku?" tanyanya memastikan.

"Hei? Kenapa diam disitu, ayo masuklah!" Panggil Irina, entah sejak kapan sudah berada di dekat mereka. tangannya menarik-narik sang sahabat ketika melihat ada pria tampan, seperti melihat keajaiban yang mustahil terjadi.

Irina masih tercengang. Ia tidak tahu jika Kairq memiliki kenalan pria yang sangat tampan seperti ini.

"Matamu hampir keluar." cibir Kaira melihat temannya tak berkedip.

Irina yang kesal, lantas menginjak kaki temannya itu. Sayangnya tidak kena. Lalu sadar akan penampilan Kaira.

Ia buru-buru merapikan rambut Kaira yang berantakan sambil berbisik kesal pada sahabatnya itu. Padahal sebelumnya sudah ia rapikan. Tapi kenapa sekarang malah makin mirip gelandangan. Harusnya pria tampan itu cukup membuatnya sadar.

"Kalau boleh tahu, anda ini siapa, ya?" tanya Irina melancarkan jurus tanya jawabnya. Entah bagaimana ceritanya mereka bertiga kini sudah duduk manis di meja kafe.

Tak menjawab, Faiz pun menyodorkan kartu namanya.

Gadis itu mengerjap beberapa kali. lalu melotot kaget, hampir saja ia berteriak histeris.

"Jadi anda Jaksa?!"

Pria itu mengganguk pelan. "Bicaranya santai saja," balasnya agak kurang nyaman.

Ia menyikut Kaira yang benar-benar terlihat tak perduli. Malah asik menyeruput minuman dingin di hadapannya.

"Terima kasih, karena sudah menolong temanku, dia memang terkadang sedikit bar-bar, tapi aslinya dia baik kok," ungkapnya sambil tersenyum lebar. Berharap pria itu tak ilfeel. Jujur saja ini kemajuan yang bagus bagi Kaira, dan ia sangat senang.

Terdengar bunyi sedotan cukup keras. rupanya, Kaira sedang menyedot es yang masih tersisa di dasar gelas minuman. Membuat kening Irina berkerut sebal. Tak bisakah temannya itu jaga sikap sekali saja.

"Mau lagi?" tanya Aska padanya

"Rin, pesankan satu lagi." pinta Kaira tak menangapi tawaran Pria di hadapannya. Irina mencubit paha Kaira kesal, seakan ingin berkata, jangan sia-siakan pria tampan di hadapanmu ini dasar gadis bar-bar.

Faiz berdehem untuk memecah kecanggungan "Kita belum kenalan." Tuturnya menatap ke arah Kaira lekat.

"Karena saya calon suamimu, kita harus saling mengenal."