Suara sirine dari megafon begitu nyaring sukses membuat seluruh siswa baru yang harus mengikuti masa orientasi berlalu secepat mungkin untuk mengejar ketertinggalannya. Termasuk seorang gadis yang kini tergesa-gesa melangkahkan kakinya menuju kelas untuk sekedar menyimpan tas yang di bawanya.
Dengan asal Eiryl melempar tasnya ke atas meja. Namun sesaat diri nya hendak berlalu, ia menggeram kesal hanya karena letak tasnya yang tidak sesuai dengan keinginan hatinya. Lantas ia berbalik dan melangkah. Meraih tas nya dan menggesernya sedikit ke arah meja yang berada di sampingnya. Oke, selesai. Ia kembali melesat keluar.
"Hei!" Eiryl menghentikan langkah dan tidak langsung membalikkan tubuh saat ada seseorang seperti berteriak kepadanya.
"Kamu," lanjut orang itu jelas menunjuk Eiryl.
"Itu kuping atau bakpao? Dipanggil tuh!" gertak salah satu panitia MOS membuat Eiryl membalikkan tubuhnya, melihat orang itu tengah merogoh saku kemeja dan hendak mengeluarkan sesuatu.
Tapi bukan suatu benda yang orang itu keluarkan. Namun hanya mengerjai Eiryl dengan jari telunjuk dan ibu jarinya yang membentuk finger love. Sontak, hal itu membuat Eiryl semakin menggeram kesal dan segera meninggalkan dua orang yang kini terbahak bahagia.
Langkah kakinya kini membawa Eiryl untuk membaur dengan sesama siswa baru di tengah lapangan upacara barisan sudah mulai disiapkan.
"Hai," sapa seorang gadis yang seumuran dengannya.
"Hai juga," balas Eiryl tanpa rasa canggung.
"Gugus kupu-kupu juga?" tanya gadis itu.
Eiryl mengangguk. "Kamu juga?" balasnya bertanya.
"Iya," jawab gadis di hadapannya yang lantas mengulurkan tangan nya untuk berkenalan. "Gue Putri," ujarnya.
"Gue Eiryl," balas Eiryl.
"Kalian malah ngobrol! Lihat yang lain! Mereka ikut baris!" gertak salah satu senior yang berdiri di samping Eiryl.
Eiryl menolehkan kepalanya. Ingin tahu siapa senior yang berani menggertaknya seperti itu. Ah, sial! Makhluk aneh itu lagi.
Pandangannya bertemu, saat Putri lengah. Senior di sebelahnya malah mengembangkan senyuman konyol yang membuat Eiryl bergidik ngeri "Ganteng. Tapi gila," umpat nya segera berlalu.
***
"Hei!" teriak sosok cewek yang kini sedang melipat kedua tangannya di dada. Lalu memandang Alga dan terlihat tengah menilai penampilannya.
Langkah Alga berhenti tepat di hadapan cewek tersebut.
"Habis kemana lo?" tanya cewek di hadapannya.
"Dari toilet, Kak," jawab Alga dengan santai meski ia yakin kalau saat ini dirinya tengah di hadapkan dengan seorang panitia MOS.
"Cepat, lari!" gertak cewek tersebut. Lalu Alga malah menggeleng santai sembari meninggalkan cewek yang tadi di hadapannya. Sampai cewek itu kembali berteriak menggelegar.
"LARI, BUKAN JALAN!"
Alga membalikkan tubuhnya. "Hidup ini perjalanan, Kak. Bukan pelarian. Jadi harap santai," balasnya tidak peduli dengan apa yang terjadi kepadanya. Lalu dia malah tersenyum lebar ke arah kakak kelasnya itu.
Dengan pasrah cewek tadi menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepala. "Adek kelas zaman sekarang, beda banget sama zaman gue dulu," gumamnya sambil menatap Alga yang masih melenggang santai masuk ke dalam barisannya.
***
Upacara berlangsung khidmat. Sampai kemudian selesai dan di lanjutkan upacara yang melibatkan seluruh siswa baru. Semua panitia MOS terlihat berkumpul di depan usai guru dan staf pengajar membubarkan diri.
"Oke. Perkenalkan saya Renaldi adiknya Ronaldo-" sambutnya terpotong oleh suara tawa yang menggelegar.
"Buset, bocah ngelawak," ujar Dimas yang berada di samping Alga.
"Demen nih gue sama senior yang kayak begini," tambah Arya sontak membuat beberapa mata tertuju kepadanya. Termasuk seorang gadis yang kemudian menangkap tatapan teduh dan senyum manis milik Alga.
Alga mengarahkan kepalanya ke arah lain dan tatapan itu bertemu hingga meski hanya sesaat.
"Kenapa kalian tertawa? Ronaldo memang kakak saya. Kami kembar," jelas Renaldi yang sontak membuat siswa baru di depan nya saling ber-oh ria.
"Lah, kocak," komentar Dimas lagi dan berhasil membuat Alga tertawa.
"Oke. Saya Renaldi dan di sini saya menjabat sebagai ketua OSIS," lanjut Renaldi kemudian pandangannya mengedar.
"Saya akan bertanya kepada kalian." Renaldi diam sejenak. "Ayam sama telur, duluan mana?" lanjutnya lagi.
"Ayam!" teriak pada siswa baru dengan kompak.
"Kenapa bisa ayam duluan?" tanya Renaldi lagi.
Semua diam. Memikirkan jawaban yang sebenarnya tidak begitu penting.
"Coba aja diaduin buat lari. Siapa yang bakal duluan nyampe?" jawab dua siswa baru dengan kompak.
Pandangan yang terpisah jarak hanya lima meter itu kembali bertemu.
"Aw! ternyata kalian berdua diam-diam ikut program berencana. Aduh, kompaknya!" komentar Renaldi terdengar alay dan kembali berhasil membuat riuh rendah penuh dengan sorak tawa.
"UHUY!"
"CIEEE!!"
"TONG KHILAF, MANG!"
"INGET KA GUSTI ALLAH!"
"Ciee..." Putri menyenggol Eiryl dan tersenyum jahil kepada nya.
"Apa sih, Put?" dengus Eiryl agak sebal.
"Cieee," ulang Putri sambil mengembangkan senyum nya yang terlihat begitu menyebalkan.
"Kalian berdua saya persilahkan untuk maju ke depan dan menjelaskan lebih rinci lagi mengenai jawaban kalian," ujar Renaldi membuat suasana riuh dengan tawa dan siul jahil.
"Maju lo sana. Cepetan!" gertak Dimas pelan. Tangan nya terus mendorong-dorong tubuh Alga untuk segera maju ke depan.
"Tau lo, ah. Mayan, cuy. Mulus," ujar mendukungnya.
"Jiancuk kalian berdua," umpat Alga lantas berjalan ke depan. Sementara kedua teman nya itu malah terkekeh senang.
Kedua kaki nya sudah sejajar dengan senior kurang waras di sampingnya. Eiryl menghela napas sejenak, berusaha untuk tetap tenang di keadaan yang begitu kampret baginya.
"Baik, kalau begitu perkenalkan dulu nama kalian. Karena tak kenal maka tak...."
Renaldi menggantungkan ucapan nya dan di lanjutkan oleh ratusan siswa baru di depan nya.
"SAYANG!" lanjut mereka begitu bahagia melihat penderitaan dua siswa yang kini maju ke depan.
"Untung tuh cowok cakep. Jadi nggak malu-maluin amat."
"Hebat tuh cewek, kalo gue ada di sampingnya pasti udah pingsan."
"Bisa mimisan malah."
Begitu lah ujaran pada kaum hawa yang berada di tengah barisan.
"Oke, dimulai dari lo yang bakal jadi calon imam buat dia," ujar Renaldi dengan jahil pada Alga yang kemudian melirik ke arah Eiryl dan kembali sukses membuat suasana riuh.
Dengan pembawaannya yang santai, Alga mengambil mikrofon dari Renaldi. "Saya Alga Sadewa. panggil saja Alga." Alga mengedarkan pandangannya sampai tidak sadar ia mengarahkan kedua netranya pada gadis yang kini berada di sampingnya. Sorak-sorai yang sempat reda pun kembali terdengar riuh.
"Baik, bisa dilanjutkan." Alga diam sejenak menunggu suasana kembali kondusif.
"Kenapa jawaban saya seperti itu? Karena saya pernah membaca suatu artikel di koran bekas bungkus nasi yang saya beli di warung depan rumah. Dan itu membahas yang sebenarnya jika di pikir-pikir nggak begitu penting untuk di perdebatkan. Tapi kalau di pikir-pikir lagi, hanya dari pertanyaan sederhana ini kita bisa tau kepribadian seseorang itu seperti apa. Nah, saya sendiri kenapa bisa menjawab seperti itu. Jadi logikanya seperti ini." Usai panjang dan lebar Alga berbicara. Ia menarik napasnya yang nyaris habis saat itu juga.
***
Bersambung