Bukan kata mungkin jika waktu akan terus berlalu juga berputar seperti roda sepeda yang sedang melaju ke suatu tempat. Di hari kedua masa orientasi ini dirinya sudah siap untuk segala rencana ke depan nya. Eiryl melangkahkan kaki nya menuju salah satu stand pameran yang sukses menarik perhatiannya.
"Lo yakin mau ikut ekskul tari tradisional?" tanya Putri tidak percaya.
Eiryl mengangguk mantap. "Gue mau jadi Kartini modern." jawabnya.
"Emang Ibu kita Kartini bisa nari?" Putri menatap sahabat nya itu dengan tatapan yang sulit di artikan.
Eiryl menghela sabar. "Bukan itu maksud gue, Put. Gue sebagai generasi bangsa mau ikut melestarikan budaya lokal. Lo sih, koreaan mulu," jelas nya dan Putri nyengir lebar merasa tersipu dengan kalimat Eiryl yang terakhir.
"Tapi jangan salah loh, Li. Gue suka Korea apalagi boyband bukan karena mereka ganteng. Tapi karena perjuangan dan prestasi mereka dan perjuangan mereka yang nggak bisa di sebut biasa aja. Mereka juga terkenal karena berkarya bukan karena ganteng," balas Putri tidak mau kalah telak.
"Apalagi ada Kang Taehyung," lanjut Putri yang memang tak henti-hentinya memuji salah satu boyband yang di gemari nya.
Eiryl menghela napas nya dengan sabar lagi. Ia pun memutarkan bola mata nya cukup gemas. "Udah ah," ujar nya segera berlalu.
"Hmmm." Sedangkan Putri malah tengah tersenyum-senyum sendiri. Ia pun segera mengejar langkah Eiryl sebelum semakin menjauh.
"Li," panggil nya kemudian sambil menyejajarkan langkah nya dengan Eiryl.
"Hm," sahut Eiryl alakadarnya.
"Lihat, deh," tunjuk Putri ke arah stand taekwondo. Eiryl ikut mengarahkan wajah nya kesana.
"Ganteng-ganteng, ya," gumam Putri mengagumi sekumpulan anak taekwondo.
Ah, Eiryl memang harus benar-benar bisa bersabar menghadapi sahabat baru nya yang satu ini. "Biasa aja, ah," komentarnya begitu cuek.
Putri berseringai sebal. "Hm, selera lo kan yang kayak modelan si Alga," celetuknya membuat langkah Eiryl berhenti dan menatap nya.
"Benar, kan?" selidik Putri dan Eiryl malah bungkam. Gadis itu seketika teringat akan hari kemarin saat Alga mengantarnya pulang. Ia pun ingat saat senyum manis itu terbit dari sepasang bibir Alga.
"Kalo bener juga nggak apa-apa, kok. Gue nggak bakal julidin lo," ujar nya lagi. "Apalagi dia ganteng," imbuhnya sambil berbisik.
"Apa sih, Put? Nggak jelas banget," sergah Eiryl segera menyadarkan diri nya.
"Cieee! Yang lagi jatuh cinta sama pandangan pertama," sorak Putri sukses membuat beberapa orang menoleh ke arah nya dan menatap Eiryl dengan heran.
Semburan warna kemerahan muncul di sepasang pipi Eiryl. "Puput. Lo malu-maluin gue tau, nggak?" geram nya tertahan.
Putri malah cekikikan dan merasa puas dengan kejahilan nya. "Hati-hati loh. Cinta pada pandangan pertama itu berbahaya," ujar nya lantas pergi begitu saja dari hadapan Eiryl. Membuat gadis itu seketika hanya bisa berdecak sebal sambil menatap kepergian Putri.
Eiryl kembali melanjutkan langkahnya menuju stand ekskul tari tradisional dan memberikan berkas-berkas nya sebagai persyaratan.
"Eiryl Ciyian Andara" ujar seorang kakak kelas yang sedang mengecek kembali berkas-berkas nya.
"Ciya kak," sanggah Eiryl. Rasa nya ia sudah kebal dengan orang-orang yang baru mengenal nya dan salah menyebut nama nya.
"Ah, iya. Maaf," ujar kakak kelas tersebut.
Eiryl mengangguk. "Nggak apa-apa kak."
"Ini undangan buat interview minggu depan. Kamu simpan dan jangan sampai hilang," jelas kakak kelas itu lagi.
"Iya, kak. Makasih," balas Eiryl tersenyum ramah.
"Sama-sama."
Di tangan nya masih ada satu map lagi yang berisi biodata. Niat nya ingin ia serahkan pada ekskul palang merah remaja. Namun langkahnya terhenti saat ia berbelok ke tikungan menuju stand selanjutnya.
Kini, laki-laki itu ada di depan nya dengan tangan yang tengah sibuk mencatat. Ia mendongak. "maaf," ujar nya dan berlalu begitu saja.
Debaran jantung nya seketika terhenti. Eiryl merasakan nya. Bahkan ini tidak bisa di sebut hanya sekedar rasa grogi. Ia segera membalikkan tubuh nya untuk mengejar langkah laki-laki tadi.
Langkah kaki laki-laki itu berhenti, tapi tubuh nya tak kunjung berbalik ke arah nya. Ah, ia terlalu fokus mencatat pada buku dengan sampul coklat nya. Sampai langkah nya kembali beranjak dan Eiryl memilih untuk mengurungkan niatnya. Ia kembali pada tujuannya menghampiri stand ekskul palang merah remaja dan berusaha untuk segera melupakan hal tadi.
***
"Huh." Arya duduk di sampingnya, tak lama kemudian Dimas menyusul untuk duduk mengisi bangku taman di sebelah nya.
"Lo ambil ekskul apa?" tanya Dimas kepada kedua sahabat nya.
"Futsal, dong!" seru Arya dengan penuh semangat.
"Ah, nggak seru." Dimas mengibaskan tangan nya. "Mending gue dong. Renang," lanjutnya dengan bangga.
"Dih, ngarep bisa ngeliat yang mulus ya, lo?" tebak Arya dengan tepat.
Dimas nyengir lebar ke arah teman nya itu.
Alga menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jangan harap jadwal latihan nya bisa bareng," ujar nya seketika dapat memupuskan harapan Dimas.
"Sok tau, lo," balas Dimas tidak percaya.
"Lah emang iya kok. Jadwal renang cewek sama cowok nggak akan pernah bareng," tandas Alga.
Arya tertawa keras. "Makanya, nih, otak di beresin!" seru nya masih terbahak-bahak.
"Eh, gue masih suci, loh," balas Dimas tidak mau kalah.
"Dih, najis. Otak kayak gitu di bilang suci," maki Arya tidak tanggung-tanggung.
Alga ikut terkekeh. Ia benar-benar mendapatkan teman yang begitu ajaib.
Dengan gerakannya yang perlahan dan meraba di paha nya, Dimas terpaku dengan kedua netra yang seolah tersihir sosok yang lewat dihadapan nya. "Ada neng geulis lewat," ujar nya setengah bergumam.
Alga ikut mengarahkan pandangan nya ke depan. Iya,yang dikatakan Dimas benar. Tapi sesuatu begitu mengganggu paha nya. Ah, sial. Ia segera menyingkirkan tangan Dimas yang masih bergerak-gerak meraba paha nya. Sementara Arya malah mendorong nya untuk segera menghampiri Eiryl yang belum jauh melangkah.
Mau tidak mau Alga pun mengejar langkah Eiryl hingga sejajar.
"Hai," sapa nya dengan kaku.
Eiryl menghentikan langkah nya dan menatap Alga. "Ada apa?" tanya nya.
Ah, sial kenapa rasa nya begitu kelu? Apalagi dia pun tidak tahu harus berkata apa pada gadis cantik dan manis di depan nya. Alga, ayo lah!
"Nggak apa-apa. Mau ngajak pulang bareng aja," jawab Alga setelah seperkian detik terdiam. Eiryl melirik kedua teman Alga yang sedang duduk santai di bangku panjang. "Pake motor temen lo itu lagi?" tanya nya kemudian dan sukses membuat Alga terkesiap.
Detik berikutnya Alga malah terlihat bingung untuk menentukan dengan apa ia mengantarkan Eiryl hingga ke rumahnya.
"Um___" belum juga usai tapi Eiryl malah menyambar nya dengan satu pilihan.
"Pake bis. Mau?"
Nyaris saja Alga menganggukkan kepala nya. "Boleh," jawab nya.
"Kalo gitu sepulang sekolah tunggu gue. Karena mungkin agak telat."
Alga mengangguk lagi. "Oke."
"Kenapa?" tanya Eiryl menatapnya penuh selidik.
"Nggak apa-apa," jawab Alga sekenanya.
"Gengsi, ya?" lanjut Eiryl dan malah sukses membuat Alga terkekeh geli.
"Kok malah ketawa?" gadis di hadapannya mengernyit dalam
Alga menggeleng pelan. "Heran aja. Gadis secantik kamu malah ngajak pulang bareng naik bis."
"Kan lo yang ngajak," sangkal Eiryl cepat.
Alga malah terdiam sambil menatap nya lamat-lamat. "Orang Jawa, ya?" tanya nya mengalihkan pembicaraan.
Sekarang Eiryl mendadak bisu. "I-iya. Emang kenapa?" jawab nya sedikit kelu.
"Nggak pantes ngomong lo-gue," jawab Alga datar.
"Dih ngeselin!" gerutu Eiryl membalas tatapan datar Algaa dengan wajahnya yang cemberut.
"Oh iya." Alga ingat sesuatu. Satu hal yang telah mengganggu nya semalaman hingga lingkaran hitam di kedua mata nya tidak dapat di hindari.
"Satu hal lagi," lanjut nya.
"Apa?" sahut Eiryl cuek.
"Kalo ada gosip saya suka sama kamu. Kamu iyain aja__"
"Iyain. Biar cepet," potong Eiryl.
"Iyain. Emang bener kok," lanjut Alga kemudian beranjak pergi dari hadapan gadis unik di depan nya.
Sedangkan, Eiryl terhenyak di tempat nya. Apa dia tidak salah dengar dengan ujaran laki-laki tadi yang sama sekali belum belum begitu di kenalinya?