Namamya Larasati Cristina, gadis berdarah Tionghoa blasteran Jawa. Berkulit putih, bermata sipit dan ada kawat gigi yang menghiasi senyumannya.
Wajah memang oriental, tapi begitu bicara sungguh medok luar biasa. Logat jawanya begitu khas. Dia teman satu band dengan Bagas, lebih tepatnya dia sebagai vokalis.
Laras, juga belum lama tinggal di kampung ini, baru beberapa bulan saja, dan dulunya Laras beserta keluarganya tinggal di Surabaya.
"Laras, jadi Anak Band, itu enak enggak sih?" tanyaku.
"Yah, enak gak enak sih, Mbak! Jadi penyanyi itu, udah jadi cita-citaku," jawabnya.
Aku sedikit kagum melihat Laras. Dia itu gadis yang unik, cantik, baik, pintar bernyanyi lagi. Yah ... walaupun aku belum pernah mendengar langsung saat Laras bernyanyi.
"Mbak Mel, tinggal di Jakarta udah lama?"
"Ya dari pas aku brojol sih," jawabku.
"Oh, lama juga ya ...." Laras mengangguk paham. Seolah-olah apa yang kuucapkan itu benar-benar penting.
Ah entalah ... aku tersenyum saja menanggapinya.
Matahari semakin meninggi aku pun berpamitan dengan Laras, karna takut Nenek nanti mencariku.
"Ras, aku pulang ya!"
"Ok, Kak! Tapi kok kopinya gak dihabisin?"
"Ah, maaf ya, Laras, bukanya aku gak suka, tapi kopinya pahit banget," ucapku jujur.
Laras mengernyitkan dahinya.
"Ah, masa sih?" Laras menyicipi kopi buatannya sendiri.
"Hehe, maaf ya, Mbak Mel, aku lupa ngasih gula," ucapnya dengan cengiran tak berdosa.
Astaga pantas saja! Aku menepuk keningmu sendri.
Kupikir Laras itu gadis yang cantik dan keren, tapi ternyata dia itu gadis yang ... ah sudahlah aku tak mau membahasnya.
Dia mengantarkanku ke dapan, anjing yang tadi hampir menggigitku kembali menggonggong lagi.
Mulutnya yang lebar dengan sorot mata tajam sukses membuat bulu kudukku kembali meremang.
Mataku melebar, dengan reflek mencengkram lengan Laras.
"Udah, Mbak Mel, gak usah takut, gak apa-apa kok," kata Laras, dan dia malah melepaskan tanganku lalu menghampiri anjing galak itu.
"Beruno, jangan galak-galak! Nanti susah jodoh lo!" ucapnya dengan hewan peliharaannya. Seolah-olah tengah berbicara dengan manusia.
Aku mengernyitkan dahi dan menatap Laras dengan ekpresi ngeri.
Gadis itu masih bercengkrama dengan anjing yang bernama Bruno.
"Beruno, makin hari kamu itu makin imut ya?" Dia memegang wajah binatang itu dengan kedua tangan.
Aku hanya mengelus dada dalam batinku berkata, 'Imut dari mananya sih, Romlah?'
Dari berbagai jenis anjing di dunia ini, entah mengapa dia memilih anjing Bulldog? kenapa tidak pilih Pudel, atau Chihuahua saja gitu? 'Kan lebih imut?
Daripada aku berlama-lama di rumah Laras, dan stres melihat kelakuan Laras, aku pun memutuskan untuk pergi sesegera mungkin.
"Laras, aku pulang dulu ya, bye! Assalamu'alaikum!" ucapku sambil berlari.
Laras terdiam menatapku dengan nanar. Tak lama dia membalas ucapan salamku.
"Walaikumsalam! Hati-hati, Mbak!" teriaknya.
*****
Akhirnya sampai juga di rumah Nenek, kuhela nafas dengan lega.
Sambil menyeruput segelas air putih dan duduk di ruang makan.
Mendadak teringat dengan Bagas. Setelah dipikir-pikir, Bagas dan Laras itu memang pasangan yang serasi.
Bagas tampan, dan Laras, juga sangat cantik. Dan yang semakin membuat mereka cocok itu, karna mereka berdua sama-sama memiliki karakter yang sangat unik. Unik yang kelewat unik 'bilang aja aneh!' hehe ....
*****
"Loh, Mel! Kamu udah pulang?" tanya Nenek.
"Iya, Nek!"
"Yasudah, sarapan dulu gih!" suruhnya.
"Nenek, sama Kekek, gak makan?" tanyaku.
"Enggak, kita udah sarapan dari tadi! Habisnya nungguin kamu pulang lama benget sih,"
"Maaf, Nek! Tadi Mel, lagi kena musibah kecil,"
"Musibah? Musibah apa?"
"Ah, ceritanya panjang, Nek,"
"Ah, kamu itu bikin, Nenek penasaran aja deh, Mel!"
"Hehe ... nanti deh, Mel ceritainnya, Nek, sekarang Mel makan dulu ya," ucapku seraya meraih garpu.
"Ah, yasudah kalau begitu, Nenek, mau kondangan dulu ya, kamu jangan ngelayap kemana-mana!" pesan Nenek, seraya menepuk pelan atas kepalaku.
"Ok, Nek! Jangan lupa ya!"
"Jang lupa apa?" Nenek menghentikan langkanya sesaat.
"Oleh-oleh, hehe ...," Kuberikan sedikit cengiran kuda.
Nenek mengendus sambil mencibirkan mulutnya.
"Iya nanti Nenek belikan kalau gak lupa," jawabnya.
"Sip! Mel, tunggu!" ucapku seraya mengacungkan jempol.
"Inget! Jangan ngelayap!" Nenek kembali mewanti-wantiku.
"Iya, Nenek Sugiyem! Yang paling, Syantik se-Kecamatan!" jawabku meyakinkan Nenek.
Nenek pun menganggukkan kepalanya sambil mengacungkan jempol. "Ok sip!" ucapnya kemudian berlalu pergi.
***
Tak berselang lama Bagas datang menghampiriku.
"Mbak Mel!" serunya, yang membuatku tersentak.
Hampir saja aku tersedak saking kagetnya.
"Gas! Kalau datang itu ucap salam dulu kek! Jangan main nyelonong aja!" ujarku.
"Maaf, Mbak! Aku ulangi ya?" Bagas pun kembali ke depan pintu lalu mengucapkan salam.
"Asalamualaikum!" ucapnya.
Bukanya segera membalas salam aku malah menepuk keningku sendiri, gubrak!
Bagas itu benar-benar stres, dia benar-benar mengulangi kedatangannya.
'Padahal mah, tinggal ucapin salam aja, gak usah ulang adegan segala! Hedeuh!' bicaraku di dalam hati.
"Mbak! Kalau ada yang ucap salam itu harus dibalas, jangan malah diam aja!" protesnya
"Ah, iya! Walaikumsalam, Bagas!" jawabku menahan kesal.
Dia duduk dan memandangku saat makan, aku juga tak menawarinya! Sengaja ... habisnya dia itu menyebalkan!
"Mbak Mel, mau jalan-jalan enggak?" tanya Bagas.
"Jalan-jalan kemana? Kalau cuman ngajakin jalan-jalan ke sawah terus berujung mancing, enggak dulu deh!" jawabku.
"Ke studio," ucapnya.
"Studio? Studio apaan?"
"Studio musik punya temanku," jawab Bagas.
Aku pun terdiam sesaat sambil mempertimbangkan ajakan Bagas.
'Ke studio musik, asyik juga kayaknya. Lagian aku, 'kan belum pernah datang ke tempat seperti itu,' bicaraku di dalam hati.
"Gimana, mau enggak?" tanya Bagas memastikan.
"Ok, deh! Aku mau!" jawabku dengan yakin.
"Nanti ya, jam 3 sore aku jemput, Mbak Mel!" tegasnya.
"Ok, siap!"
Lalu Bagas pun berlalu pergi, aku tidak tahu apa tujuan Bagas mengajakku ke tempat itu, yang jelas aku tertarik karna penasaran.
Aku ingin melihat kegiatan Bagas bersama teman-teman satu Band-nya. Dan aku juga menebak, pasti Laras juga datang. Artinya aku tidak canggung ketika berada di sana nanti, lagi pula aku juga penasaran ingin mendengar suara Laras sebagus apa?
*****
Sambil menunggu Bagas menjemputku aku mencoba untuk latihan vocal di dalam kamar mandi.
Yah sebagai persiapan siapa tahu nanti aku disuruh bernyanyi oleh Bagas.
Kalau pun benar itu terjadi, sudah pasti aku akan menerima tawaran itu dengan senang hati.
Karna sejak kecil aku memang ingin menjadi penyanyi hanya saja ... ah tidak usah dibahas!
Aku memulai dengan menarik nafas, lalu mengeluarkanya perlahan.
Kini mulutku mulai bersuara.
"A, I, U, E, O, CEK-CEK!" Kuambil gayung sebagai pengganti mikrofon.
"EVERY NIGHT IN MY DREAM... I SEE YOU ... I FEEL YOU—"
PRUANG...!
Mendadak cermin kamar mandi terjatuh dan pecah berhamburan ....
"Ya, Gusti! Apa salah, Hamba?!" ucapku dengan panik.
Bersambung....