Sonia berjalan cepat mendobrak pintu kamar Erick. Pangeran sangat terkejut, begitu juga dengan sahabat lamanya bernama Fera. Sonia perlahan melangkah mendekati Erick yang masih diam menatapnya. Kini mereka saling berpandangan sangat dekat.
"Erick, siapa dia?" tanya Fera kini berjalan di antara mereka. Kedua mata hitamnya menatap Sonia dari atas hingga bawah. Sonia membalas tatapan Fera, dengan dingin. Kedua mata indahnya menusuk sorot Fera yang membalasnya.
"Apakah kau tidak tahu jika aku ini adalah calon istrinya?" balas Sonia sedikit mendorong pundak kanan Fera. Kedua mata Fera membelalak, tidak percaya dengan perlakuan Sonia kepadanya.
"Calon istri? Hah sangat menggelikan. Lihat dirimu! Kau sama sekali tidak pantas menjadi seorang putri. Aku akan tetap berada di sini, siapa siapa yang berhak untuk melarangku. Apa kau tidak tahu siapa diriku?"
Perkataan Fera yang semakin membuat Sonia ingin meluapkan kemarahannya. Dia menarik lengan Fera, dengan cepat melayangkan tangan kanannya tepat di pipi kanan dengan sangat keras. "PLAK!" Tamparan yang seketika itu membuat Fera terperanjat. Dia memegang pipi kanannya yang sangat merah.
"Kau bukan siapa-siapa yang berhak melakukan ini, dasar wanita tidak tahu diri! Aku bersama Pangeran sudah lama mengenal, dan kau tidak bisa seenaknya memperlakukanku seperti ini. Aku akan benar-benar membalasmu!"
Kali ini Fera mengangkat tangan kanannya berusaha untuk membalas apa yang dilakukan Sonia. Namun dengan cepat Sonia menahannya, hingga tangannya tidak bisa mendarat di pipi mulus miliknya.
Di antara mereka, Erick masih saja tidak mengerti dengan situasi yang ada di hadapannya saat ini. Namun dia memutuskan untuk diam, karena menganggap pertunjukan itu adalah hal yang sangat menarik buatnya.
"Tidak aku percaya, mereka akan meributkan hal ini," batinnya terkekeh.
Erick melirik Ren yang hanya diam membalas tatapannya. Dia melangkah menuju sofa dan duduk sembari menyilangkan salah satu kakinya. Ren menghampiri Pangeran saat melambaikan tangannya. Fera dan Sonia masih saja berdebat dengan hebat.
"Ren, bisakah kau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi?" Erick menggelengkan kepala melihat Sonia dan Fera mulai saling mendorong. "Apa kau tidak akan memisah mereka?" tanya Erick sekali lagi namun Ren masih diam.
"Kau tahu, aku sangat terganggu dengan pertunjukan di hadapanku."
"Pangeran, saya akan memisahkan mereka."
Ren mulai mendekati Sonia dan menarik lengannya. Spontan Erick berdiri dari duduknya. Dia menepis tangan Ren. "Jangan menyentuhnya," ucapnya tegas sembari menarik tubuh Sonia yang kini berada di dalam dekapannya. Ren sigap berdiri tegap menundukkan kepalanya.
"Erick, kita bersahabat sangat lama. Dua puluh tahun itu sangat cukup membuat kita menjadi akrab. Kau … kenapa lebih memilih dia?" Fera menarik Sonia dari dekapan Erick. Dia mendorong Sonia, membuat tubuhnya hampir tersungkur. Tangan kuat Erick dengan cepat menangkapnya kembali.
"Fera, hentikan!" bentak Erick membuat sahabatnya itu menjadi termangu.
"Erick, kau harus tahu di mana posisiku!" balas Fera menunjukkan jari tepat di wajah Pangeran yang mulai murka.
"Ren, seret dia keluar dari kamarku!"
Ren menundukkan kepala, menarikk lengan Fera yang segera ditepisnya. "Jangan menyentuhku, atau aku akan sangat marah!" Kedua alisnya mengkerut. Tangannya mulai mengepal. "Aku bisa berjalan sendiri, tanpa bantuanmu," sambungnya.
Sonia semakin puas dengan perlakuan Erick saat membelanya. Tentu saja dia tidak menyangka jika awalnya dia mempunyai keinginan untuk membuat Pangeran celaka, malah membuatnya terpana sekali lagi. Dia masih bergeming.
"Kau pikir aku melakukan sesuatu buruk di kamarku?" Rahang Pangeran mengeras, alisnya menukik. "Aku melakukan kencan di istana khusus yang sudah disiapkan untukku. Kamar ini hanya untuk sesuatu yang sangat pribadi," sambungnya sambil menuang minuman anggur di dalam gelas kaca menjulang tinggi.
"Pribadi. Hahaha, bukankah Anda membawa seorang wanita barusan?" Sonia perlahan mendekati Erick yang sudah menghempaskan punggung di sandaran sofa sambil menikmati minumannya. "Jadi … kamar ini tidak seperti yang Anda katakan, Pangeran. Aku meragukan jika Anda tidak melakukan apapun dengannya," ucap Sonia sambil bersedekap.
Erick sedikit tersenyum. Tatapannya tidak terlepas dari pandangan Sonia. Dia berdiri, melewati Sonia begitu saja di hadapannya. Perlahan dia meletakkan gelas di atas meja. Erick membalikkan tubuhnya, melangkah mendekati Sonia yang seketika berjalan mundur.
"Jadi … jika kamar ini tidak pribadi, apakah aku bisa melakukannya denganmu?" Tubuh Sonia mendadak terduduk di kursi. Erick menunduk, meletakkan tangannya di pegangan kursi dan mengunci tubuh Sonia.
"Apa kau benar-benar menyukaiku, Putri Sonia? Apa kau mau melakukannya denganku?" ujar Erick terlihat menggoda.
"Sialan! Aku malah terjebak dengannya!" batin Sonia menggeleng keras.
Dia semakin tidak percaya Erick membelai wajahnya. "Matanya menatapku dengan begitu tegas seakan ingin menerkamku. Namun tubuhku bergetar," batinnya sekali lagi sambil mengatur napasnya.
"Apa kita bia memulainya sekarang?"
Sonia menelan saliva saat wajah tampan itu semakin mendekatinya. "Cukup, Pangeran. Sudah cukup, Anda mempermainkan saya!"
Erick memejamkan mata. Sesaat kemudian, dia mulai semakin mendekatkan bibirnya. Spontan Sonia menjambak rambut Pangeran. "Argh!" jerit Erick. Sonia semakin mengeratkan cengkeramannya.
"Pangeran An--." Ren menghentikan ucapannya saat masuk ke dalam kamar Erick dan melihat Sonia menjambak rambut Pangeran. Ren mengingat jika dia sudah berjanji tidak akan memisahkan Sonia jika melakukannya. Ren terkekeh melihat Pangeran yang sangat angkuh, arogan kini terkalahkan oleh calon istrinya sendiri.
"Aku benar-benar ingin menghancurkanmu!" teriak Sonia membuat Erick semakin melotot. Dia akhirnya menahan tangan Sonia. Erick menarik tubuh Sonia, membuatnya berada dalam dekapan tubuhnya.
"Apa kau pikir bisa melawanku yang bertubuh kuat ini?" Sonia melotot melihat kedua mata Erick menghujamnya.
"Lepaskan, atau aku akan berteriak, dan membuat keributan di istana ini!"
Ren memutuskan untuk mendekati mereka. Dia tidak mau Sonia tersakiti oleh Pangeran yang sudah terlihat sangat marah. "Pangeran, saya akan membawa Putri keluar dari kamar Anda," ucap Ren menundukkan kepala berharap Pangeran menyetujui permintaannya.
"Tidak, dia akan berada di dalam kamarku malam ini. Aturanku, adalah aturanmu."
"Apa?"
Sonia tidak mengerti dengan maksud Erick. Jika sang Pangeran ingin dirinya bermalam di kamarnya.
"Tunggu! Tunggu! Aku tidak mengerti ke mana arah pembicaraan ini. Kenapa sekarang Anda menginginkanku berada di sini? Apa karena Anda ingin membalaskan dendam? Kenap--."
"Berhenti berbicara! Aku akan serius benar-benar menghancurkanmu sekarang juga," sela Pangeran mengancam.
Sonia langsung terdiam. Namun dia tidak mengerti. Sekarang kedua mata sang Pangeran menatapnya sayu. Ren yang berada di antara mereka, menundukkan kepala kemudian keluar dari kamar dan menutup pintu dengan sangat rapat.
Napas Sonia terengah. Dia sangat tahu jika Pangeran sedang menahan amarahnya. Sonia masih tidak mengerti dengan keinginan Pangeran untuk mengharuskan dia berada di kamarnya. Sonia memutuskan untuk memberanikan diri menanyakannya. Walaupun dia tahu hal itu sudah pasti akan membuat Pangeran sangat marah.
Dia mengangkat wajahnya dan mengatur napasnya dengan baik. "Pangeran aku hanya ingin keluar dari sini. Aku mau berada di kamarku sendiri. Anda sudah membuatku kebingungan. Aku membutuhkan penjelasan ini. Apa kau sudah gila dengan mengurungku berada di dalam kamarmu? Kita ini belum menikah, tentu saja kita tidak bisa berada di dalam satu kamar."
"Aku akan menjelaskan semuanya. Semuanya! Tapi yang perlu kau ketahui, jaga bicaramu dan kau harus tahu jika aku ini adalah penguasa negeri. Menghormatiku, itulah yang harus kau lakukan walaupun aku menjadi suamimu nanti!" ucap Erik tegas membuat Sonia semakin menahan kekesalannya. "Mengatakan aku gila, hukumannya sangat berat!" sambung Erick mengeraskan suaranya.
"Aku tidak akan pernah lupa jika kau adalah seorang Pangeran. Tapi jika kau memperlakukanku seperti ini, aku benar-benar tidak mau, dan semua aturan darimu akan aku langgar."
Erick berkacak pinggang mengamati Sonia yang membalas tatapannya. Sebenarnya dia masih tidak percaya jika ada wanita yang sudah mulai berani dengannya. Selama ini tidak ada seorang wanita pun yang bisa melakukan itu kepadanya.
"Apa yang akan kau lakukan jika aku melanggar perintahmu, karena kau sangat tahu aku pasti akan melakukannya, Pangeran," balas Sonia sekali lagi.
Erick menurunkan kedua tangannya yang semula berada di pinggang. Dia kembali berjalan mendekati Sonia dan menarik tubuhnya. Tangannya mencengkram tengkuk Sonia. Wajah mereka kini sangat dekat, bahkan dahi mereka bertautan.
"Kau sangat tahu hukumannya apa, Sonia. Semua yang ada di dalam dirimu menjadi milikku. Hari ini kau melakukan kesalahan, maka aku akan mengurungmu di dalam kamar. Tentunya kau sangat tahu apa yang aku maksudkan."
Perkataan Pangeran Erick membuat Sonia membelalakkan kedua matanya. "Hah, Jadi dia benar-benar akan melakukannya? Tidak mungkin!" batinnya resah.