Chereads / Cinta 1000 Tahun Sang Pangeran / Chapter 7 - Rasa Yang Muncul

Chapter 7 - Rasa Yang Muncul

Sonia mendadak ngilu. Jantungnya berdegup kencang. Dalam pikirannya berkecamuk beberapa pertanyaan. Apakah dia akan menyerahkan semua padanya? Pria yang sama sekali tidak Mencintainya, bahkan cenderung mendominasi dan selalu membuatnya kesal?

"Pangeran, jangan pernah melakukan ini," ucapnya pelan membuat Erick melepaskan cengkeramannya.

Namun Sonia kembali terkejut saat Erik merogoh kantong celananya. Mengeluarkan sebuah barang yang disimpannya di sana. Sonia tertegun melihatnya.

"Apa yang Pangeran itu keluar, kan?" batinnya dalam tanya.

"Kamu tahu, semua pria membutuhkan ini. Kalau wanita tidak perlu memakainya," ucap Erik memberikan sebuah barang yang membuat Sonia semakin tidak mengerti. Karena memang dia sangat polos dengan hal-hal yang bersifat dewasa.

"Oh aku tahu, kau tentu saja tidak mengetahui apa yang aku berikan. Ini adalah ramuan untuk mencegah kehamilan," balas Erik sekali lagi dengan terkekeh.

Sonia hanya diam dengan semua perkataannya. Dia sudah menerka Erick pasti akan memilikinya walaupun Sonia tidak pernah melihat barang yang dimaksud. Tentu saja banyak sekali wanita yang berhasil Ia tiduri. "Anda pasti akan memilikinya, Pangeran. Banyak sekali wanita yang bisa Anda dapatkan dengan mudah," jawab Sonia pelan.

"Sekarang bagaimana? Kau mengatakan ini bukan tempat pribadiku, dan tentu saja aku bisa melakukannya denganmu."

"Apa kau selalu seperti ini pada wanita yang kau tiduri?" ucap Sonia begitu saja keluar dari mulutnya. Dia sendiri sebenarnya cukup kaget dengan kalimat yang dilontarkan. Erick semakin menatap Sonia. Saat kedua iris mata mereka bertemu, tiba-tiba Erik terdiam. Rautnya tidak berubah sama sekali.

Sonia menggeleng pelan tidak mengerti dengan maksud Erick. Namun dia sedikit tersenyum karena melihat adanya kehangatan disana.

"Tunggu. Apa maksudnya? Maksud aku. Apa maksudnya dengan wajahmu itu, Pangeran," tanya Sonia spontan membuat Erik menggelengkan kepala, lalu membalikkan tubuh.

"Aku hanya melakukan satu malam. Aku tidak pernah menyukai mereka," ujar Pangeran sekali lagi. Dia kembali menarik napas, sedikit mengingat masa lalu yang selalu menyakiti pikirannya.

"Kau sebaiknya keluar dari kamarku, Sonia. Aku tidak mau mengulangi perintahku sekali lagi. Jika kau tidak segera keluar, aku tidak akan bertanggung jawab dengan apa yang akan aku lakukan. Keluar!"

Sonia terdiam tak langsung menjawab. Dia menghela napas, menatap punggung Erick dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Aku sama sekali tidak mengerti dengan perasaan Pangeran. Tapi memang lebih baik aku segera keluar dari sini," batin Sonia sembari membenarkan rambutnya dan penutup wajah yang sedikit berantakan. Sonia berpikir serius. Entah kenapa dia secara refleks kembali melirik pada Erick yang masih berdiri membelakanginya.

"Pangeran, aku memang benar-benar akan tidak waras jika berada di kamarmu ini. Lebih baik aku keluar saja. Selamat tinggal!" kata Sonia sedikit tegas. Erick mengernyit, segera membalikkan tubuhnya.

"Bukankah kau yang menginginkan untuk keluar di sini?" Sontak suara Erick yang tiba-tiba keluar dari mulutnya, membuat Sonia menghentikan langkah. Dia kembali melirik Pangeran dan mendapati matanya yang sudah membelalak dengan tajam ke arahnya.

"Dengan perkataanmu tadi, seolah-olah kau tidak mau keluar dari kamarku ini. Apa kau memang berpikiran demikian?" tanya Erick sedikit tersenyum sinis. Sonia semakin mati kutu dengan perkataannya yang mendadak tidak jelas. Dia sejenak terdiam untuk mencari sebuah jawaban. Napasnya berhembus perlahan, hingga akhirnya dia berkata, "Aku akan keluar dari kamar ini. Untuk apa aku ingin berlama-lama disini, Pangeran? Itu adalah pikiran yang benar-benar harus kau buang!" Alasan tiba-tiba Sonia tentu saja membuat Erick tertawa.

"Hahaha! Kau menarik. Sangat menarik," ujar Pangeran yang membuat Sonia tidak tahu harus menjawab apa.

Sonia terus berpikir, melawan hatinya yang memang benar-benar sangat marah saat Erick mengusirnya. Ini adalah hal paling memalukan yang Sonia alami. Namun dia harus mengelak. Itu yang terbesit dalam pikirannya. "Tidak! Tidak seperti yang kau pikirkan, Pangeran!" ujarnya panik.

Raut wajah Pangeran semakin antusias dan penasaran. Menatap Sonia yang benar-benar merasa bodoh.

"Sialan untuk apa aku menjelaskan?" batin Sonia semakin berdegup kencang saat Erick kembali berjalan ke arahnya.

"Aku mengerti … semakin mengerti," ucap Erick sambil menganggukkan kepalanya dengan wajah sok tahu.

"Apa yang dimaksud dengan … aku mengerti?" Sonia mencondongkan badannya sambil mengernyit.

"Ini sangat menarik. Kamu sepertinya mau meluluhkan hatiku."

"Apa maksudmu?"

Sonia semakin mengerti dengan ucapan Pangeran. Seorang pemimpin negeri tentu saja sangat pintar dan mengetahui jika memang Sonia sudah sedikit memiliki hati. Erick semakin menatapnya, berjalan pelan mendekati Sonia yang segera membalikkan tubuhnya. Dia melangkah cepat menuju pintu dan akan membukanya.

"Wow! Dari tadi kau sepertinya ingin berada di kamarku. Kenapa sekarang ingin buru-buru keluar?" ledek Erick sembari menarik lengan Sonia . Kini mereka kembali bertatapan.

Sonia melongo. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Tubuhnya sekarang sudah berada di di dalam kekuasaan Erick. Mau tidak mau Sonia harus kembali sedikit menurutinya agar tidak menghancurkan segalanya.

"Pangeran, kau sudah salah menilaiku. Biarkan aku keluar sekarang. Atau ak--."

"Tidak boleh!" Potong Pangeran terus mencengkeram lengan Sonia. Sontak Sonia mengerutkan kening, memberikan gelengan pelan pada Pangeran untuk berhenti memperlakukannya dengan kasar.

"Pangeran tunggu dulu. Aku tidak ingin mengganggu istirahat, Anda. Tugas Anda besok sangat banyak. Lebih baik kita sudahi saja insiden ini."

"Baiklah kalau begitu. Kali ini kau, aku lepaskan. Tapi tidak untuk yang kedua kalinya. Ingatlah Putri, jangan pernah memancing diriku dengan hal-hal yang seperti ini. Karena sesuatu yang tidak akan kau duga akan terjadi. Aku tidak akan bertanggung jawab akan hal itu."

Sonia mendengus kesal, dan membalikkan tubuhnya segera keluar dari kamar.

"Aku memang sudah tidak waras," gerutu Sonia mengatur napas yang sangat sesak. Hatinya terus berdegup kencang. Dia sangat sadar jika Pangeran Erick adalah lelaki tampan yang sangat membuatnya penasaran. Namun Sonia tetap bersikukuh untuk mempertahankan harga diri dan keinginannya sejak awal.

"Putri Sonia, apa Anda baik-baik saja?"

Suara Ren yang tiba-tiba datang mengejutkan Sonia.

"Ren, kau sangat mengejutkan aku."

Sonia masih saja mencengkeram dadanya yang berdetak kencang sembari berjalan menuju ke kamarnya. Ren yang berada di sebelahnya, terus mengikuti Sonia dan mengamatinya.

"Putri Sonia. Bisakah kita berbicara sebentar?" Pertanyaan Ren yang sangat mengejutkan, membuat Sonia bergeming.

"Kenapa kau tiba-tiba ingin bertemu denganku? Kalau ini ada hubungannya dengan sang Pangeran, aku sama sekali tidak tertarik Ren," jawab Sonia tegas.

"Saya hanya akan memberikan saran kepada, Anda. Saya pikir ini adalah sesuatu yang sangat menarik?"

Kali ini perkataan pengawal setia Pangeran membuat Sonia tertarik untuk mendengarkannya. Dia mengamati semua arah, lalu menarik Ren masuk menuju kamarnya.

"Putri, apakah baik-baik saja jika kita berbicara di dalam kamar ini?"

"Ren, sebaiknya kamu jangan banyak bicara. Aku tidak ingin semua mendengar apa yang sudah kau rencanakan untuk Pangeran. Sekarang, katakan dengan cepat, apa yang ingin kau bicarakan."

"Mengambil hati sang Pangeran. Itulah yang harus Anda lakukan, Putri Sonia."

"Apa?"