"Kamu yakin kalau kamu diterima bekerja di sini tanpa koneksi?" Tanya Sekar, salah satu staf HRD yang saat ini menginterview Zefanya di kantor Maxima.
Entah alasan apa hingga Sekar, wanita muda yang tengah duduk di balik meja menanyakan pertanyaan ini pada Zeya.
"Saya juga kaget saat menerima panggilan telepon dari Ibu Sekar," Ucap Zeya dengan tersenyum ramah.
Sekar bertanya seperti ini pada Zeya bukan tanpa maksud.
Salah satu pemimpin di Maxima meminta Sekar untuk menghubungi Zefanya guna interview (wawancara) pekerjaan.
Melihat wajah cantik dan tubuh molek Zefanya, membuat Sekar yakin kalau Zefanya adalah simpanan salah satu pemimpin di Maxima.
"Kamu tidak kenal sama sekali dengan para pemilik Maxima?" Tanya Sekar lagi.
"Para pemilik perusahaan ini? Tidak sama sekali. Saya mendaftar di tempat ini karena melihat lowongan dari media koran," Ungkap Zeya dengan kenyataan.
Sekar masih tidak percaya dengan ucapan Zefanya. Zeya memaklumi kecurigaan Sekar. Bagaimanapun setelah lewat sepekan, Zeya baru menerima panggilan wawancara kerja.
Sungguh aneh bukan? Zeya tidak mau ambil pusing dengan alasan dia diterima. Apalagi dia sudah menolak bantuan Tante Wilona jadi Zeya yakin bukan karena Wilona yang membuat Zeya diterima bekerja.
Wajah sangat cantik ✓
Tubuh masih molek walaupun seorang ibu tunggal ✓
Tinggal di daerah elit ✓
Dalam otak Sekar sudah menceklis tiga poin yang dia ambil dari hasil wawancara singkat hari ini.
Sekar pun akhirnya mengeluarkan surat kontrak antara perusahaan dan pekerja dari bawah tumpukan map. Surat kontrak kerja dengan masa kerja selama dua tahun.
Sebagai karyawan yang berpengalaman, tentu saja Zeya membaca semua poin dengan teliti.
Membuat Sekar takjub dengan tingkah unik Zeya.
Selama Zeya membaca isi surat kontrak, Sekar menjelaskan hak yang akan didapat pekerja kontrak.
"Kamu akan mendapatkan beberapa hak dari perusahaan ini. Yang pertama, gaji pokok dan uang lembur per jam. Kedua, kamu akan mendapatkan jaminan asuransi kesehatan. Yang ketiga, karena kamu akan bekerja sebagai manager, otomatis kamu akan mendapat fasilitas setara manajer yaitu mobil dinas dan kartu debit."
Zeya mengangguk-angguk dengan mata masih fokus membaca isi surat.
Setelah membaca sampai tanda titik terakhir di dalam surat, Zeya mengambil pulpen yang sudah diletakkan Sekar di atas meja. Mencoretkan tanda tangannya lalu menyodorkan kembali surat kontrak pada Sekar.
Sekar tersenyum puas melihat tanda tangan yang Zeya torehkan di atas materai.
"Maaf Ibu Sekar. Kalau boleh tahu, pemimpin perusahaan ini siapa ya?"
"Pemimpin di tempat ini ada tiga orang. Tapi yang mengelola tempat ini hanya satu orang. Ibu Arlene Park."
Ucapan Sekar bagai halilintar yang mengeluarkan suara menggelegar di atas kepala Zeya. Tubuh Zeya merinding disko saat mengetahui atasan dia saat ini.
#Kenapa aku harus kembali berurusan dengan keluarga Park#
Sekar mengamati perubahan raut wajah Zefanya yang duduk di seberang. Sekar semakin yakin kalau Zeya mengenal para pemilik perusahaan Maxima ini.
"Ibu Zeya mengenal Ibu Arlene?" Tanya Sekar karena penasaran.
Zeya mengangguk tanpa dia sadari.
"Jadi Ibu Zeya masuk melalui koneksi Ibu Arlene?" Tanya Sekar lagi.
Zeya mengangkat pandangan lalu menatap wajah Sekar yang terlihat menanti jawaban Zeya.
"Ibu Arlene bukannya baru lulus strata satu?" Bukannya menjawab pertanyaan Sekar, Zeya malah balik bertanya.
Walaupun enggan membahas Ibu Arlene, namun Sekar merasa harus tetap menjawab pertanyaan absurd Zeya.
"Beliau sudah lulus tahun lalu. Sudah setahun terakhir Maxima dipegang oleh Ibu Arlene."
"OOO begitu."
Zeya mangut.
Sekar semakin bingung dengan sosok Zeya. Zeya nampak mengenal Arlene namun memberikan pertanyaan yang tidak perlu dijawab seperti saat ini andai Zeya mengenal Arlene secara pribadi.
Dari arah luar ruangan, Arlene mendorong pintu kaca dan melangkah masuk dengan langkah anggun.
Zeya dan Sekar kompak menoleh ke arah pintu ruangan.
Zeya mengamati sosok Alin yang dia kenal selama ini.
Sayangnya, Alin tidak terlihat lagi seperti gadis tomboy yang Zeya kenal satu dekade yang lalu.
"Selamat bergabung di perusahaan Maxima, Ibu Zefanya," Arlene mengulurkan tangan setelah jarak dia dan Zeya hanya terpaut kurang dari satu meter.
Zeya mengulurkan tangannya menjabat tangan Arlene dengan anggukan kepala. Tanda sapaan hormat bawahan untuk atasan mereka.
"Tidak perlu seformal ini Kak Zeya," Kekeh Alin menarik jemari tangannya agar terlepas dari genggaman Zeya.
#Tuh kan, apa dugaan aku sedari tadi benar kan# Pikir Sekar yang mengamati interaksi antara Zeya dengan Arlene.
"Ibu Alin. Di kantor, saya tetap bawahan Anda. Jadi saya harus tetap bersikap sopan dan hormat," Ucap Zeya mengangguk sopan.
"Tadi Ibu Zeya menyangkal kalau mengenal Ibu Alin," Celutuk Sekar tiba-tiba memojokkan posisi Zeya.
Menuduh secara tak langsung bahwa Zeya berdusta.
Alin hanya diam saja. Dia menanti jawaban Zeya.
"Kami memang tidak saling mengenal secara akrab. Ibu Alin ini salah satu tetangga rumah saya," Jawab Zeya secara diplomatis.
"Ya sama saja itu namanya kenal. Ibu Zeya pasti masuk karena koneksi dari Pak Park," Tuduh Sekar lagi.
Lagi-lagi nama William Park dibawa oleh para karyawan disangkutpautkan dengan nama Zeya.
"Pak Park tidak tahu kalau saya mendaftar lowongan di tempat ini," Zeya berusaha menetralkan pemikiran sesat yang hinggap di otak dangkal Sekar.
Alin mendengus kesal melihat tingkah baik dari Zeya yang masih berbicara ramah dan sopan.
Jika Alin berada di posisi Zeya, Alin akan memastikan bahwa Sekar dipecat dari kantor ini.
"Jadi apa maksud tuduhan-tuduhan yang kamu arahkan pada Kak Zeya?" Ucapan Alin sarat dengan amarah.
"Alin. Kamu salah paham dengan ucapan Ibu Sekar. Ini merupakan tugas Ibu Sekar sebagai staf HRD," Zeya melangkah dua langkah mendekati Alin.
Zeya mencubit pelan lengan Alin yang terbuka.
Alin saat ini mengenakan kemeja putih dan rok hitam selutut. Jadi lengan Alin memang terbuka. Terbuka yang dimaksud adalah tidak terbalut pakaian.
Alin mendelikkan matanya saat Zeya mengode Alin supaya menutup mulut usilnya.
"Maaf Ibu Zeya. Saya tidak bermaksud sekasar tadi. Maafkan saya juga Ibu Alin."
Dengan suara gemetar, Sekar meminta maaf.
"Sudah tidak apa Ibu Sekar. Ibu Alin mengerti dengan sesi tanya jawab kita saat ini. Benarkan Ibu Alin?" Tanya Zeya.
Zeya mengedipkan sebelah matanya secara sembunyi. Dia tak mau Sekar melihat kode yang Zeya berikan untuk Alin.
"Sudah. Saya tidak lagi mempermasalahkan sesi wawancara yang dilaksanakan tadi," Ucap Zeya.
Berusaha menetralisir keadaan ruangan yang terasa pengap. Padahal AC sudah dinyalakan secara full.
[22/6 06.24] Vivicynthiawj: "Lain waktu, jaga ucapan kamu. Saya akan mengawasimu," Ucap Alin.
Alin memilih pergi dari ruangan bagian HRD daripada membuat Zeya terlibat skandal di kantor.
Setelah sosok Alin sudah berada di balik pintu kaca, Sekar baru bisa menarik napas lega.
"Ibu Alin seram sekali kalau lagi marah. Saya kira tadi dia mau memecat saya," Ucap Sekar.
"Dia memang marah, Ibu Sekar," Ucap Zeya.
Sekar memilih bangkit berdiri dari kursi dengan tingkah kiku.
"Maaf ya Ibu Zeya. Bahkan Ibu Zeya membantu saya tadi. Terima kasih banyak ya."
"Sama sama, Ibu Sekar." Zeya tersenyum tulus untuk Sekar.
&+&+&
Harus Zeya akui bahwa perusahaan Maxima adalah perusahaan yang baru berdiri sejak beberapa tahun silam.
Menurut informasi yang pernah dia baca di koran, Maxima dibangun oleh tiga orang pria hebat yang masih berkerabat.
Kini Zeya merasa cemas ketika melihat Alin sebagai pemimpin di tempat ini.
#Mungkinkah pria itu juga akan berada di sini#
Zeya merutuki kebodohannya yang tidak bertanya lebih jauh pada Sekar mengenai pemimpin yang beberapa kali disinggung oleh Sekar.
Dengan langkah kaki lebar, Zeya berjalan melintasi lobi perusahaan.
Sementara itu, ada sepasang mata yang tengah berdiri di sisi tiang pojok ruangan, melebarkan kelopak matanya saat melihat Zeya melewati tempat orang itu berdiri.
#Zeya-ku# Ucap orang itu dengan suara lirih.
Wanita muda yang berdiri di samping saudaranya itu, menahan geli mendengar ucapan saudaranya.
"Dia bukan Zeya-mu," Kekeh Alin.
Andrew menoleh ke arah samping, menyipitkan matanya menatap tajam ke wajah adik perempuannya.
"Dasar usil."
Alin tidak tersinggung sama sekali dengan ucapan Andrew.
"Alin memang usil kok."
Ucap Alin dengan mengangkat bahu cuek.
Berjalan menjauh dari Andrew.
&+&+&