Agnan dan si Putih semakin dekat. Ketika Agnan sekolah si Putih pasti akan menunggu Agnan di rumah. Namun terkadang si Putih akan mengikuti Agnan ke sekolah. Dan ketika Agnan pulang, si Putih pasti akan selalu mengikuti kemana pun Agnan pergi.
Agnan yang dulu murung sekarang semakin terlihat bahagia. Ia selalu pulang tepat waktu dan tidak lagi ada pulang terlambat. Ia masih sering dibuli tapi ia sudah mulai tidak perduli, ia bahkan kadang berani melawan atau berhasil lolos seperti si Kucing yang selalu lolos dari kejaran Ibu panti yang marah karena si Putih kadang mengambil ikan di meja makan.
Agnan sungguh terlihat berbeda sepanjang hari. Membuat beberapa teman yang dulu membuli dirinya sudah tidak lagi membuli. Ada beberapa teman juga yang mulai mau berteman dengan Agnan karena mereka melihat bagaimana Agnan merawat kucing.
Dan Agnan juga sangat pintar membuat para guru bangga. Hal itu karena si Putih yang selalu mengingatkan dirinya akan belajar. Bahkan Putih sering membawakan dirinya buku bacaan yang artinya Agnan harus segera belajar.
Rio, laki-laki yang dulu bahkan sampai sekarang selalu menindas Agnan merasa benci dengan Agnan. Tiga hari Agnan sangat membuat dirinya muak. Dia juga selalu lolos dari hadapan Rio bahkan sebelum Rio memulai rencananya.
"Agnan kalau di lihat-lihat pinter juga ya. Anaknya baik juga, mau bantu mengerjai PR, pinter rawat hewan dan cerdas," ujar Jay yang sepertinya terlihat mulai tidak begitu membenci Agnan.
"Tapi Dia tetap HAMA! Sekolah ini jadi terlihat rendah karena nerima Dia. Lagian murid di sini banyak yang lebih pintar dari Dia," ujar Rio yang masih saja membenci Agnan.
"Tahu gak Yo, kucingnya Agnan itu kelihatan mahal loh. Kayaknya Dia diberi? atau entahlah yang pasti semenjak kucing itu mengikuti Agnan banyak orang yang tidak lagi membencinya," ujar Jay kepada Rio.
Rio yang mendengar itu langsung memiliki rencana bagus. "Dimana Dia sekarang?" tanya Rio kepada Jay.
"Kayaknya di gudang sama si kucing," jawab Jay namun kedua tangannya dan bahunya terangkat, menandakan ia tidak tahu yang sebenarnya.
Rio berjalan ke lorong itu, dimana menurut perkiraan Jay, Agnan ada di sana. "Gue benci Lo bisa bikin akrab satu sekolah ini. Dan Lo kurang ajar pernah lawan Gue, lihat aja, saatnya pembalasan," kata Rio sambil berjalan menuju gudang sekolah dengan Jay yang mengikuti Rio.
Rio dan Jay sampai di dekat gudang tapi tidak ada suara Agnan ataupun suara kucing. Jay tiba-tiba teringat jika kelas Jay itu pulang lebih awal karena akan ada salah satu anggota kelas yang bertanding jadi mereka semua akan memberikan dukungannya.
"Bukannya si Jojo lagi tanding ya, kelasnya pada nonton semua. Tapi gak mungkin deh Agnan ikut anak itukan gak punya uang buat masuk," kata Jay kepada Rio.
Rio mengerutkan dahinya lalu ia berpikir sejenak. Dan ada satu tempat yang terlintas di kepala Rio. "Gue tahu, ikut Gue buruan!" perintah Rio kepada Jay.
Jay mengangkat bahunya acuh tapi ia tetap mengikuti kemana Rio pergi. Ternyata Rio berjalan keluar sekolah lebih tepatnya tempat bermain mini yang sangat sepi, yang berada tepat di samping sekolah.
Rio tersenyum sinis, ketika melihat Agnan yang bermain dengan kucing putih itu. Rio menatap tidak suka ketawa dan senyum dari Agnan. Rasa bencinya kepada laki-laki itu semakin bertambah, bukan menyusut.
Dan seperti biasanya, Rio menggangu Agnan, ia menendang dengan berkali-kali ke arah si Putih. Agnan yang awalnya diam dan takut langsung menatap Rio marah ketika si Putih sampai terdengar suara hantaman keras di tubuhnya.
"Mau Kamu apa!?" teriak Agnan sambil mengambil si Putih dan memeluk si Putih. Rio sempat terkejut karena Agnan yang berani melawannya. Begitu pula dengan Jay yang memasang wajah terkejut.
"Udah mulai berani?" tanya Rio sedikit menekan suaranya dan mengancam Agnan.
"Kamu keterlaluan Rio, Dia itu hewan. Kenapa Kamu menyiksa hewan yang bahkan engga mengganggu Kamu. Kamu lebih rendah dari hewan Rio!" kata Agnan dengan berani.
Rio yang mendengar hal itu langsung berada di puncak kemarahannya. Ia langsung mendorong Agnan hingga laki-laki itu terjatuh. Rio lalu mengambil kucing itu dari tangan Agnan membawanya seakan ia membawa barang dengan jijik.
"Lo berani bentak Gue, Lo lihat apa hasil perbuatan Lo ke Gue itu!" marah Rio yang langsung melempar si kucing hingga jatuh cukup jauh dan terdengar suara bantingan yang menyakitkan.
Agnan melihat si Putih tergeletak lemah kaki si Putih yang baru saja sembuh kembali mengeluarkan darah segar. Agnan dibuat panik ketika si Putih tidak kunjung bergerak ataupun mengeluarkan suaranya.
Belum juga Agnan selesai melihat si Putih Rio tiba-tiba langsung menghanjarnya. Rio marah karena ucapan Agnan yang baginya sangat menggores harga dirinya.
"Ini buat Lo yang ngatain Gue rendah!"
"Ini buat Lo yang sekolah di sini!"
Ini buat Lo yang sok berani!"
Jay yang melihat itu hanya terdiam dan membiarkan Rio menghajar Agnan. Rio sangat susah dihentikan jika sudah sangat marah. Lagian kenapa Agnan juga berbicara seperti itu, tidak biasanya laki-laki itu menanggapi Rio. Jay memilih pergi dari situ, ia juga tidak mau terkena amukan Rio.
Rio menegakkan tubuhnya lalu sedikit merenggangkan kepala kanan dan kirinya. Rio menatap Agnan yang terkapar lemas di depannya itu. "Ingat ya Agnan, Lo itu rendah dan sampah, gak pantas ada di sini. Buruan minta kepala sekolah keluarin Lo dari sini! Atau Lo PINDAH dari sekolah ini! muak Gue lihat Lo!" ujar Rio yang lalu berjalan meninggalkan Agnan yang terkapar lemas dan si kucing yang tidak bergerak sama sekali.
Agnan dengan buram dan menahan sakit melihat si Putih. Ia berusaha bangun namun ia tidak kunjung bisa. Tiba-tiba saja pandangan Agnan semakin memburam dan memutih. Kepalanya juga terasa sangat sakit. "Putih, bangun Putih," lirih Agnan sambil ke dua tangannya berusaha meraih si Putih.
Namun Agnan tidak bisa, ia tidak bisa lagi menahan sakitnya. Akhirnya Agnan terjatuh dan kegelapan mulai menjadi pengelihatan Agnan. "Putih, maaf," kata terakhir Agnan sebelum benar-benar memejamkan matanya.
Ckzhhttz...
Sebuah suara aneh yang sudah dua kali Agnan dengar kembali terdengar kembali. Namun sedikit berbeda, karena tiba-tiba saja tubuh Agnan bersinar dan di pergelangan tangan Agnan muncul sebuah tanda yang sangat asing.
Sebuah tanda berbentuk sayap dengan ukuran asing dan terdapat tanda tambah di tengah-tengah kedua sayap itu. "Akhirnya Kamu bangkit juga, selamat datang Agnan. Kamu memang orang yang diramalkan," ujar seorang laki-laki tua.