"Jadi benar memang benar seperti itu? Syukurlah setidaknya kita tidak perlu meragukan lagi sifat anak ini," kata seorang laki-laki tua dengan tongkat kayu yang sangat mengkilap.
"Tapi kita belum bisa memperlihatkan diri di dunia Dia. Bagaimana bisa kita mengajarkan ilmu-ilmu itu? Dia harus segera menguasainya, bagaimana pun saat usia Dia sudah delapan belas tahun kita harus membongkar hal itu dan kita bawa Dia agar dunia kita tidak hancur," kata perempuan yang juga sudah berumur dan terlihat begitu khawatir.
"Kamu tenang saja, Aku sudah memasang sistem di tubuh Dia sejak kecil dan ketika sistem itu menilai dirinya sudah cukup kuat menerima ilmu kita sistem itu akan bangkit. Dan kita hanya perlu mengawasinya," ujar laki-laki tua itu.
Perempuan tua itu menghela nafasnya, walau begitu ia masih khawatir. Sebab, satu-satunya harapan untuk mengembalikan dunianya yang sudah rusak dan terhenti karena sebuah kutukan adalah anak laki-laki itu. Agnan. Yang ternyata benar-benar keturunan dari Raja mereka yang telah gugur melawan penyihir dan para kaum immortal jahat lainnya.
"Lebih baik kita membuat perlindungan untuk Dia, agar jejaknya yang masih mudah tercium oleh para penyihir tidak tercium dan menganggap Dia adalah manusia biasa," ujar Perempuan tua itu dengan menatap Agnan yang masih tergeletak di taman kecil itu.
"Agnan, kehidupan Mu sudah sangat menderita dan maaf jika Kami akan memberikan tanggung jawab di pundak Mu lebih berat lagi. Aku berharap Kamu bisa melaluinya Kami akan menemanimu sampai Kamu bisa menguasai sistem itu, Kami menaruh harapan besar padamu Agnan," ujar perempuan itu dalam hatinya sambil menatap dalam Agnan.
Mereka mendekati Agnan dengan mengucapkan mantra mereka membuat sebuah perlindungan. Cahaya yang memancarkan bau wangi mulai pudar dan menyusut hilang. Hanya saja, tanda di pergelangan tangan Agnan itu tidak ikut hilang.
"Dia memiliki semangat dan jiwa yang sama dengan Raja Richard. Dia pasti bisa melaluinya," ujar Laki-laki tua itu kepada perempuan tua itu.
Cahaya Agnan telah hilang dan laki-laki tua itu telah menyamarkan tanda itu dengan memusatkannya pada satu titik sehingga menjadi seperti tahi lalat di pergelangan Agnan.
.
.
.
Agnan terbangun dari pingsannya. Ia memegang kepalanya yang seperti berdenyut kencang. Agnan menatap ke kanan dan ke kiri tidak ada seorang pun di sini kecuali dirinya. Agnan lalu teringat si Putih ia cepat-cepat mencari si Putih.
Meong...
Meong...
Si Putih terus mengeong dan terdengar menahan kesakitan. Agnan berdiri lalu menghampiri si Putih. Agnan melihat kaki Putih terdapat bekas darah dan bulu Putih sangat kotor sekali.
"Kaki Kamu terluka lagi Putih, maafkan Aku. Aku harus segera membawa Mu pulang sebelum luka ini semakin bertambah parah. Maaf ya Putih Kamu harus terluka karena Aku," ujar Agnan yang merasa bersalah kepada si Putih.
Agnan melihat lebih dekat kaki Putih yang terluka. Putih terus bersuara kesakitan. Agnan tidak tega ia lalu meniup luka si Putih berharap bisa mengurangi rasa sakit bagi si Putih.
Namun Agnan justru terkaget-kaget melihat apa yang baru saja terjadi. "Lu-Lukanya Sem.. buh?" kata Agnan yang kaget melihat hal itu. Putih sudah tidak lagi mengeluarkan suara, ia justru bermanja-manja dengan sang pemilik barunya itu.
Sedangkan Agnan masih terpana oleh kejadian yang baru beberapa saat lalu terjadi. Tiba-tiba suara aneh itu terdengar kembali di pikiran dan telinga Agnan. Czhhkzt...
Agnan menutup satu telinganya dan memejamkan matanya erat-erat. Ketika kegelapan itu muncul justru sebuah huruf demi huruf muncul. Agnan membuka matanya dan huruf itu pudar. Dengan nafas yang tersenggal-senggal Agnan memeluk erat si Putih.
"Apa tadi?" ujar Agnan yang kebingungan dengan hal aneh yang kembali terjadi pada dirinya. "Kenapa tulisan itu melayang?" ujar Agnan pada dirinya sendiri.
Agnan mencoba dengan ragu dan takut menutup matanya kembali. Dan benar, huruf yang melayang dan membentuk suatu kalimat mulai muncul kembai. Agnan memberanikan diri terus memejamkan matanya dan membaca tulisan itu.
Pangeran,
Itu adalah kekuatan penyembuh dari Ibumu.
Aku adalah salah satu pengawal saudara Mu. Maaf tapi Kami belum bisa menampakkan diri pada Mu pangeran.
Kami belum sekuat mereka yang bisa masuk ke dunia manusia dengan mudah.
Pangeran, gunakan kekuatan itu dengan baik dan benar, tolong dengarkan suara yang akan mengajarkan Mu bagaimana meningkatkan level itu.
Agnan membuka matanya, ia sudah ketakutan dan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat. Agnan buru-buru membawa si Putih dengan memeluknya untuk segera pergi dari tempat ini.
"Ini.... Ini tidak benar, ini tidak baik... Ini ini sangat membingungkan dan membuat Aku takut. Aku harus pergi. Harus pergi dari sini," ujar Agnan sambil berlari tertatih-tatih.
Ketika Agnan sampai di rumah pantinya yang masih dalam keadaan sepi karena penghuni lain sedang beraktivitas di luar, langsung menuju kamar dan menutup pintu kamarnya rapat-rapat. Agnan langsung menuju kasur susunnya dan mendudukkan dirinya di sudut ruangan.
Agnan melepaskan si Putih agar bisa duduk di atas kasurnya. Agnan memeluk dirinya sendiri dan semakin merapatkan dirinya di dinding. Jantungnya sudah berdetak dengan cepat, ia sungguh sangat ketakutan.
Hal tidak nyata terjadi pada dirinya. Agnan mengambil bantalnya dan menenggelamkan wajahnya di bantal itu. Ketika ia memejamkan mata Agnan kembali melihat tulisan itu. Dengan kata-kata yang sama dan terus berganti melayang.
Agnan sudah tidak kuat, "Saya mohon, jangan ganggu Saya. Saya sudah cukup bahagia dengan Putih. Jangan buat Saya sedih kembali. Saya juga ingin bahagia, Saya mohon," ujar Agnan dengan bersimpuh dan merapatkan kedua tangannya seperti orang yang sedang berdoa.
Sebenarnya tanpa Agnan sadari sedari tadi dia orang asing itu terus memperhatikan Agnan. Mereka menjadi khawatir dan merasa bersalah pada Agnan setelah mendengar perkataan Agnan baru saja. "Akan Aku buat Pangeran Agnan yakin jika ini nyata dan ini sangat penting," ujar laki-laki tua itu.
"Tapi... tapi Aku tidak tega dengan Pangeran. Bahkan raut wajahnya terlihat sangat menderita dan sangat begitu sedih. Apa kita yakin?" tanya perempuan itu.
"Seperti katamu tadi, kita tidak bisa menunggu lama. Kita harus mengembalikan kerajaan seperti sedia kala. Harus segera mencabut kutukan itu sebelum semua semakin parah, umur Pangeran ketika delapan belas tahun sangat mendekati gerhana matahari cincin. Ini berbahaya, kita hanya bisa membawa Pangeran ketika ia sudah beranjak dewasa dan itu Pangeran harus sudah siap dengan segala kemungkinan yang ada," ujar laki-laki itu.
"Apa yang akan Kamu lakukan?" tanya perempuan itu yang akhirnya setuju dengan laki-laki itu. "Masuk ke dalam mimpinya, itu adalah keahlian Ku, Kamu tenang saja," ujar laki-laki itu dengan menyakinkan perempuan itu.