Chereads / Senyum untuk Pihu / Chapter 23 - Surprise

Chapter 23 - Surprise

Adam tengah memandang Pihu dengan bersemangat, ditatapnya gadis yang tengah menjemur pakaian dibawah sana. Adam sudah tidak sabar ingin segera menyaksikan bagaimana reaksi Pihu ketika Abah melamarnya nanti, pasti ekspresi terkejutnya akan sangat menggemaskan.

TOK TOK TOK

Suara pintu kamar yang diketuk dari luar, membuat sang pemilik kamar segera menghampiri pintu kayu dengan ukiran bunga yang indah itu.

CEKLEK

"Kenapa Mbak?" Ucapnya refleks ketika Mbak Ratih lah yang ia dapati berdiri di belakang pintu kokoh tersebut.

"Abah manggil kita semua, udah nunggu dibawah," jawabnya langsung, namun matanya seolah menyiratkan hal yang entah itu apa. Ada rasa takut disana, namun Adam mencoba berfikir positif.

"Iya Mbak, nanti Adam turun. Mau ganti baju dulu."

"Yasudah Mbak duluan, kamu cepet nyusul." Melenggang pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.

"Mbak Ratih ko aneh ya," gumamnya pelan sembari menyandarkan punggungnya pada tiang pintu. Ia menggeleng pelan kemudian kembali masuk dan segera berganti pakaian.

____

Semua anggota keluarga tampak sudah berkumpul di ruang keluarga, disana Abah, Ummi, Mas Raihan, dan Mabk Ratih sudah duduk diatas sofa merah berukuran besar.

"Pasti Abah mau kasih kejutan,"

"Mau ngelamarin Pihu?" Ucapnya bermonolog dalam hati, seraya tersenyum sendiri.

"Dam? Mau berdiri saja disitu ha?" Tanya Raihan yang kini menatapnya heran karena Adam hanya tersenyum sendiri diatas tangga.

"Ohh, iya Mas."

"Ini ada apa Bah? Kok tumben kita di kumpulin disini?" Tanya Adam berpura-pura tidak tahu dengan wajah ingin tahu.

"Abah mau ngelamarin Nak Pihu ... "

Ucapan Abah terpotong ketika seorang gadis terdengar mengucap salam dari luar.

"Masuk Nduk," ucap Abah kepada seorang yang masih mematung diluar sana, Pihu.

"Duduk."

Ia terkejut bukan main ketika Abah memintanya untuk datang kemari, dan lihat! Semua orang tengah berkumpul disini, ada apa sebenarnya?

"Iya Bah," ucapnya mengangguk sopan kemudian lekas duduk disofa kosong sebelah Ustadzah Ratih. Netranya menatap Adam sinis, ia berfikir jika ini adalah ulah Adam. Bagaimana bisa dia senekat itu untuk berbicara pada Abah, Pihu sudah ketakutan setengah mati sekarang.

Sedangkan Adam hanya tersenyum jahil padanya, mengangkat bahunya acuh kemudian kembali menatap Abah yang hendak berbicara.

"Jadi Abah ngumpulin kalian semua disini, Abah berniat melamar Nak Pihu,"

"Apa Nak Pihu bersedia menjadi menantu dirumah ini?" Tanya Abah kemudian, sedangkan Pihu hanya terduduk lemas. Rasanya tulang-tulangnya seperti hilang dari tempat mereka, ia bahkan tak kuasa untuk menggeser kakinya sendiri saking terkejut bukan main.

Namun otaknya segera bekerja, bukankah ia sudah sedari lama mengidolakan Mas Adam? Apa salahnya jika sekarang ia mengiyakan perkataan Abah?

"Insyaallah Bah, Pihu bersedia," ucapnya gugup dengan wajah yang terus menunduk.

Mata Adam seketika membulat, senyumnya merekah indah di wajah tampan miliknya. Ia sangat bahagia sekarang, ternyata benar dugaannya.

"Alhamdulillah Abah sangat senang mendengarnya, nanti Abah yang akan menyampaikan kabar gembira ini pada Riska dan Rudy."

"Baik Bah,"

Adam dan Pihu hanya saling melempar tatapan bahagia, tercipta jelas disana jika keduanya sangat senang. Namun di sisi lain Ratih memandang mereka iba.

"Raihan, apa kamu sudah siap?"

DEG !!!

"Mm Mass Raihan?" Tanya Pihu kaget, begitupun dengan Adam yang kini tengah menatap Abah syok.

"Iya Nduk, Abah menjodohkan mu dengan Raihan," ucap Abah seraya tersenyum penuh arti sembari menepuk pundak Raihan yang kini tersenyum hangat kearah Pihu.

DAMN !

Mata Pihu sudah memanas, rasanya ia ingin kabur saja sekarang. Apa ini? Mengapa Raihan? Mengapa bukan Adam? Oh tuhan rasanya dia ingin menghilang saja, mengapa ia begitu bodoh mengiyakan perkataan Abah tanpa bertanya terlebih dahulu? Bodoh!

Sedangkan Adam hanya menatap Raihan tidak percaya, bergantian menatap Ratih yang kini balik menatapnya iba. Sorot mata Adam menyiratkan kekecewaan mendalam, bagaimana mungkin keluarganya sendiri menusuknya dari belakang? Matanya sudah memerah sekarang, tangannya terkepal kuat menahan segala gejolak kekecewaan yang tengah membuncah di dadanya.

Di sebrang sana Ummi menatap Adam dengan penuh rasa kasihan, sudah pasti anak kandungnya itu begitu terpukul dengan semua ini. Ia sangat tahu jika Adam sangat menginginkan Pihu untuk menjadi istrinya kelak, bahkan ia sendiri dibantu Ratih yang tempo hari memesan cincin untuk Pihu.

Namun ia tak bisa melawan suaminya sendiri, ia bahkan tak tahu jika Raihan juga menaruh rasa yang sama pada orang yang sama. Mendadak suhu di ruangan besar itu menjadi dingin, hening tak ada satupun yang bersuara. Hanya mereka yang tertunduk dalam mengikuti alur fikiran mereka sendiri.

____

Pihu terisak histeris di kamarnya, matanya sudah sembab memerah. Dua jam sudah ia tak henti menangis semenjak di panggil Abah siang tadi. Bahkan Aisyah yang sedari tadi menemaninya pun tak tahu menahu apa yang membuat Pihu begitu sedih.

"Pi, udah dong ... Kamu kenapa? Ayok cerita sama aku," ucapnya pedih melihat sahabatnya itu tak henti tersedu sedari siang.

"Syah ... " Panggilnya parau dengan bibir bergetar.

"Iya Pi?"

Pihu menceritakan kejadian siang tadi kepada Aisyah, Aisyah yang tampak terkejut refleks memeluk Pihu yang semakin keras menangis. Ia sungguh tak tega, bagaimana mungkin Pihu akan menikahi kakak dari orang yang sangat di cintainya? Itu akan sangat menyakitkan.

"Aku gak tahu Syah harus gimana," ucapnya di sela-sela isakannya.

"Kamu bisa nolak kalo kamu gak mau Pi," ucapnya lembut seraya mengusap airmata di pipi Pihu.

"Aku gak mau ngecewain Abah Syah, aku gak mau durhaka sama Abah," ucapnya semakin terisak.

Aisyah tertegun, iatahu persis apa yang Pihu rasakan, ia bahkan sangat mengerti jika ia berada di posisi itu. Bukankah menolak perintah guru adalah suatu pantangan? Namun jika menyangkut perasaan seseorang apakah pantangan itu masih berlaku? Entahlah ia dibuat pusing dengan semua ini.

____

Desas desus berita tentang Pihu segera menyebar ke seluruh penjuru Al- Hikmah, kini Pihu tengah menjadi topik menarik yang selalu di perbincangkan disana.

Sebagian besar dari mereka berkomentar jika Raihan dan Pihu adalah padangan yang sangat cocok mengingat Raihan memiliki wajah yang begitu tampan dan Pihu dengan wajah anggunnya.

Namun tak sedikit pula yang merasa iri pada Pihu, bukankah menjadi menantu dari keluarga ndalem merupakan sesuatu yang di idam-idamkan para santriwati disana? Apalagi Raihan itu sangat tampan, tentu membuat mereka merasa iri.

Namun tak begitu dengan Pihu, ia kini terlihat tak seperti biasanya. Sekitar matanya sudah menghitam separuh, ia jarang tertidur ditambah pemikiran yang begitu menyesakkan membuat badannya terlihat lebih kurus.

Sedangkan Adam? Ia jarang sekali melihat Adam sekarang. Jika dulu mereka selalu bertemu setiap kali mengajar ngaji, namun tidak kini. Adam seperti menutup dirinya dari dunia luar, ia lebih sering menghabiskan waktunya didalam rumah. Bahkan jika tiba waktunya mengajar, ia akan lebih memilih mengajar para santri didalam rumahnya.

"masyaAllah Mbak Pihu beruntung sekali ya, bisa mendapatkan Mas Raihan sebagai suami," celoteh seorang santriwati ketika mereka tengah membuat hidangan untuk menu siang, hari ini Pihu mendapat bagian piket dapur yang bertugas membuat makanan untuk seluruh santri.

"Eh tapi kan Mbak Pihu kuliah, nanti kalo nikah kuliahnya gimana Mbak?"

"Ya gampang lho Wi, kuliahkan masih bisa walaupun udah nikah," timpal seorang teman di sebelahnya.

"Hehe iya juga ya," begitu terus menerus obrolan mereka membahas Pihu dan Raihan yang dalam waktu dekat ini akan segera menikah.

Pihu hanya tersenyum kecil, tak menanggapi sedikitpun. Sesekali ia hanya tersenyum miris, mereka bahkan tak tahu sepedih apa ia melewati satu minggu yang berat ini.

Aisyah yang melihat Pihu mulai tidak nyaman langsung meminta beberapa pengurus untuk menggantikan mereka, dengan alasan Pihu yang meras tidak enak badan dan dia akan mengantarnya berobat.

"Dia memang sakit, bathin."

____