Sinar matahari begitu menyengat siang ini, di pojok sebuah kantin Aisyah tampak nikmat menyeruput jus orange dengan rakus. Keringat membanjiri wajah manisnya yang begitu kelelahan, sedang di hadapannya Pihu terlihat tenang dengan minuman di tangannya.
"Pelan-pelan Syah, nanti keselek lho," ucap Pihu seraya menatap heran sahabatnya itu.
"Aku haus Pi, abisnya panas banget hari ini."
Pihu hanya menggeleng heran dengan kelakuan sahabat karibnya itu, bagaimana bisa dia begitu cuek dengan sekitar? Sedangkan di dalam kantin ini begitu banyak pasang mata yang tertuju pada mereka, namun Aisyah masih tetap asyik dengan kegiatannya menghabiskan jus orange itu.
"Aahhh, segernya," ucap Aisyah puas seraya meletakan gelas besar yang sudah kosong.
"Sstt pelan-pelan aja Syah ngomongnya, gaenak sama yang lain," potong Pihu dengan mendelikan matanya sebal.
"Apa si Pi? Sstt sttt terus dari tadi, masing-masing aja lagi," jawab Aisyah cuek sembari melanjutkan misinya menghabiskan mie ayam.
"Kamu gak lihat apa dari tadi kita di liatin terus?"
"Ya terserah, Aku sih cuek aja sama mereka. Mungkin kita terlalu cantik makanya mereka ngeliatin terus," jawab Aisyah menggedikkan bahunya acuh.
Memang sejak pertama mereka masuk ke dalam kantin itu, beberapa pasang mata selalu tertuju pada mereka. Mungkin karena mereka berdua yang dengan nyaman mengenakan pakaian syar'i yang tertutup, sedang mahasiswi lain asyik dengan pakaian minim yang mereka kenakan.
Pihu menatap ragu sekeliling kemudian mengangguk sopan pada beberapa mahasiswi namun hanya di balas tatapan acuh. Bahkan ada yang menatap mereka sinis, namun Pihu hanya tersenyum kecut melihat Aisyah yang begitu tenang melahap mia ayamnya hingga tandas tak tersisa sedikitpun.
"Buruan di makan Pi keburu dingin mienya," ucap Aisyah yang sedari tadi melihat Pihu kebingungan sendiri.
"Udahlah gak usah hirauin mereka, biarin mereka dengan opsinya sendiri. Cepet makan biar cepet pulang ke asrama, badan Aku udah pegel semua," lanjutnya sembari mengelap ujung bibirnya yang terkena bumbu.
Pihu hanya menurut, melahap mie ayam miliknya dengan perlahan hingga habis. Menyesap minumannya yang hanya sedikit hingga akhirnya tandas seperti gelas Aisyah.
Pihu melambaikan tangannya, memanggil pemilik kantin untuk membayar. Setelah membayar semua yang mereka pesan dengan jumlah yang di sebutkan mereka segera berlalu pergi, meninggalkan kampus yang baru pertama mereka datangi ini.
Pihu berjalan dengan santai, sedang di sebelahnya Aisyah masih rusuh dengan jilbabnya. Sedari tadi ia hanya mengomel tak karuan hanya karena jilbab yang Dia kenakan berbahan panas dan gerah saat dikenakan.
Pihu hanya tersenyum menatapnya, ia membenarkan ransel kecil yang ia kenakan. Berjalan di jalan raya seperti ini membuat nya sedikit bernostalgia tentang masa lalunya bersama seseorang yang spesial.
Ia menengadahkan kepalanya ke langit, menikmati setiap hembusan angin yang menerpa jilbab nya lembut. Dua belas tahun berada di pondok pesantren membuatnya sedikit asing dengan suasana luar ini. Biasanya dia akan berada di asrama seharian dengan Al-Qur'an dan kitab-kitabnya.
Baru sekarang Dia menghirup udara segar dengan santai, jika biasanya keluar hanya untuk membeli kebutuhan dan itupun hanya sebentar. Kali ini berbeda, Abah memberikan keringanan untuk mereka yang mengabdi di pesantren sembari melanjutkan pendidikannya, lebih-lebih Pihu dan Aisyah berhasil mendapatkan beasiswa karena prestasi mereka. Disamping mereka sudah menghafal 30 juz Al-Qur'an dengan mutqin.
Aisyah masih setia mengibas-ngibaskan ujung jilbabnya dengan malas, tepat ketika mereka hendak menuju jalan raya seorang pria tampan menghampiri mereka dengan sebuah amplop besar ditangannya.
"Permisi!" Seru pria itu ketika Pihu baru saja hendak melangkahkan kakinya ke arah angkutan umum di seberang jalan, namun yang dipanggil tak jua merespon. Hanya Aisyah yang celingukan mencari sumber suara.
"Pi kayanya tadi ada yang manggil deh," ucapnya pada Pihu yang hendak meraih pintu bis itu.
"Siapa Syah?" Tanya Pihu menurunkan kembali tangannya, matanya menjelajah mencari yang Aisyah maksud.
" Ohh itu disana," sahut Aisyah sembari menunjuk pria itu dengan ujung jempol tangannya, Pihu memicingkan matanya sipit.
Dengan segera pria itu menghampiri mereka berdua yang tengah termangu di pinggir jalan, terlebih Pihu yang sudah tergugup karena berhadapan dengan pria yang tidak dia kenal sebelumnya.
"Apa kalian mahasiswi baru yang baru masuk barusan?" Tanyanya langsung.
"Ohh iya Pak, ada apa ya Pak?" Tanya Aisyah ragu sembari menyikut lengan Pihu yang masih mematung, menatap lurus ke bawah.
Namun yang ditanya hanya terdiam, matanya malah lurus menatap gadis yang sedang menunduk. Bulu mata lentiknya tampak fokus pada kedua telapak tangan yang sudah beradu, bibir tipis Pihu yang berpadu dengan pipi gembulnya sukses membuat pria itu mematung.
Tak henti matanya menyelinap, menyelidik setiap inci wajah yang begitu ayu itu. Begitu damai, sangat anggun dengan balutan jilbab syar'i yang tengah ia kenakan. Wajahnya yang sedikit berkeringat malah membuat daya tarik tersendiri.
"Pak?" Tegur Aisyah yang sukses membuyarkan lamunannya.
"Ohh iya?" Tanyanya setelah tersadar dari fikirannya.
Ia mengalihkan pandangannya kearah lain, berusaha menetralkan perasaannya yang tak menentu.
"Ehemmm."
"Ini Saya mau memberikan surat ini untuk kepala PonPes kalian, Bu Indan ada rapat jadi beliau menyuruh saya memberikannya pada kalian. Tolong disampaikan pada Abah," tuturnya tegas dengan suara bariton yang khas, tampak begitu maskulin.
Pihu mengambil sebuah amplop itu kemudian memasukkannya kedalam tas ransel yang di sandangnya.
Pihu hanya menganggukkan kepalanya, kemudian berlalu pamit. Sedang Aisyah masih menatap pria itu dengan ternganga, wajah tampannya sukses membuat Aisyah sedikit menelan ludah. Matanya tak berkedip sedikitpun, kemudian ia tersadar setelah Pihu menarik pergelangan tangannya.
Aisyah baru berkedip setelah membalikkan pandangannya ke belakang, mengikuti langkah Pihu yang sudah menjauh. Pihu sudah duduk didalam bis itu dengan nafas yang memburu, sebentar saja mereka terlambat melangkahkan kakinya maka mereka akan tertinggal.
Siluet wajah cantik nan anggun itu masih bisa Randy lihat dari kejauhan, matanya yang sendu membuat hatinya berdetak tak keruan. Bibir tipisnya terangkat naik, membentuk senyum simpul yang tak bisa diartikan.
Tatapannya menghangat, namun menjauh mengikuti bis yang membawa Pihu berjalan lurus.
Ia mengusap wajahnya gusar, kemudian berbalik kembali menuju tempat dimana Dia mengajar. Waktu menunjukan pukul tiga belas lewat lima belas menit, masih ada lima belas menit sampai mengajar kelas sore dimulai, Dia melangkahkan kakinya ke kantin untuk menghilangkan rasa hausnya.
Ditempat lain, Aisyah tak henti berceloteh tentang pria yang baru saja mereka temui tadi. Senyumnya terus merekah dengan mata yang berbinar-binar sumringah, Pihu hanya menatap kosong keluar jendela menikmati pemandangan jalan yang masih tampak ramai.
"Randy," ucap Pihu pelan.
"Siapa?"tanya Aisyah penasaran.
"Namanya Pak Randy Syah, dia dosen kita dikelas."
"Kok kamu bisa tahu?" Tanya Aisyah curiga.
"Name tag nya sama dengan Nama yang tertera di meja dosen kita, aku liat di kelas barusan," jawab Pihu datar dengan matanya yang masih tak bosan menatap langit yang membiru haru.
"Ohhh," sahut Aisyah yang ber ohh ria sembari menganggukkan kepalanya mengikuti irama solawat yang sedang ia dengarkan dari mp3 miliknya.
____