Dengan guling sebagai bantalannya, aku merebahkan diri di atas kasur sambil mencari inspirasi baju di internet. Sejak tadi aku belum menemukan konsep yang pas dan cocok dengan seleraku. Belum lagi aku harus mencari sepatu dan aksesorisnya. Bagaimanapun aku harus memakai baju yang terlihat mencolok supaya mendapat sorotan lebih, begitulah ideku.
"Windy. Keluar dan makanlah. Ibu sudah memasak nasi goreng kesukaanmu," ucap Mama.
"Iya, Ma. Lima menit lagi," ucapku.
Toby masuk ke kamar dan melompat ke atas kasurku. Kuelus-elus bulunya yang lembut dan sedikit menggelitikinya.
"Toby yang manis, aku sedang sibuk. Bermainlah dengan bola ini," ucapku lalu melempar bola plastik keluar.
Toby langsung melompat dan mengikuti arah bolanya. Sekarang aku bisa kembali melihat-lihat inspirasi dari para selebgram. Siapa tahu aku mendapatkan konsep yang pas di sana. Di salah satu postingan selebgram yang kubuka, dia memakai baju berwarna hitam dan riasan khas halloween. Rambutnya memang dikepang dan terlihat bagus, tetapi riasan matanya tampak seram. Aku tidak mungkin memakai konsep halloween, itu akan terlihat menyeramkan. Lagipula ini kontes kecantikan, bukan ajang mirip zombie.
"Windy, nasi gorengnya keburu dingin," ucap Ibu.
"Dua menit lagi. He he…" Aku menunjukkan dua jari.
Hingga kesabaran ibu sudah habis karena aku yang tidak kunjung makan. Ibu membawa sepiring nasi goreng dan segelas air putih dan meletakkannya di atas kasur, tepatnya di sampingku. Aku terkejut dengan aksi ibu yang tiba-tiba.
"Makan atau ponselmu Ibu sita?"
"Iya, Bu. Aku makan nih," ucapku lalu meletakkan ponselku.
Aku makan dengan terburu-buru karena ibu tidak pergi dari kamarku. Ibu memang sangat perhatian, tetapi terkadang cukup merepotkan bagiku. Mungkin karena aku anak semata wayang jadi ibu sangat memperhatikanku, sekecil apa pun itu. Aku hampir tersedak saat dengan tiba-tiba ibu mengambil ponselku. Tamatlah riwayatku jika ibu sampai melihat apa yang kucari di internet.
"Tidak perlu menjadi selebgram. Kau hanya perlu belajar, jangan pusingkan soal uang," ucap Ibu sambil melihat ke layar.
Aku tak henti-hentinya mengucap syukur karena ibu mengira cita-citaku menjadi selebgram. Setidaknya keinginanku mengikuti lomba kecantikan tidak diketahui olehnya. Aku harus mempercepat makanku supaya cepat habis dan bisa melanjutkan kegiatanku.
"Sudah habis," ucapku.
"Taruh piring dan gelasnya di wastafel. Jangan lupa untuk mencucinya dan taruh di rak," perintah Ibu.
Ibu keluar bersamaan denganku. Sebelum mencuci piring, aku akan memastikan kalau ibu sudah masuk ke kamarnya. Rasanya aku ingin bersorak melihat keberuntunganku hari ini. Aku mencuci piring sambil berjoget menggerak-gerakkan pinggul ke kanan dan ke kiri. Coba saja sambil menyalakan musik, pasti suasananya akan makin mendukung. Setelah menaruh piring dan gelas di rak, aku kembali ke kamar dan mengunci pintunya. Aku menjatuhkan diri di kasur dengan semangat dan membuka ponselku.
"Windy," bisik seseorang yang membuatku terperanjat.
Tanpa berdosanya Sharla tertawa puas sambil memegangi perutnya. Aku berkacak pinggang sambil memicingkan mata karena merasa jengkel dengan sikap Sharla yang datang seenaknya.
"Aku tahu kau bisa datang dan pergi tanpa diundang. Tapi jangan memamerkan kesombonganmu itu padaku," ucapku masih kesal.
"Maaf, aku sudah terbiasa dengan ini. Penduduk es krim sangat terbiasa dengan hal ini," ucap Sharla.
"Aku bukan penduduk es krim," ucapku jutek.
TOK…TOK…TOK…
"Menghilang," suruhku pada Sharla.
"Siapa yang menghilang, Windy?!" tanya Ibu yang membuatku memukul kepalaku dengan pelan.
Setelah Sharla menghilang, kubuka kuputar kuncinya dan pintu pun terbuka. Aku berusaha terlihat biasa saja seperti tidak ada yang terjadi. Ibu masuk ke dalam dan melihat ke segala sisi seperti sedang mencurigai sesuatu.
"Kau tidak jadi ikut lomba itu, kan?" tanya Ibu yang membuatku melebarkan mata.
"Lomba apa, Bu?" tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Lomba kecantikan waktu itu. Kau tahu kan kalau Ibu tidak menyukai sesuatu yang akan mengganggu pelajaranmu. Kuharap kau mengerti," ucap Ibu mengelus pucuk kepalaku.
Setelah ibu keluar aku menutup pintunya. Ternyata Sharla sudah duduk di atas kasurku dan menatapku dengan malang. Maafkan anakmu ini, kurasa lomba kecantikan tidak akan mengganggu pelajaranku. Kuambil ponselku dan duduk di samping Sharla. Kemudian aku menatap Sharla dan mengedip-ngedipkan mata sebagai tanda bahwa aku membutuhkan bantuannya.
"Sharla yang manis, tolong bantu aku," mohonku dengan gaya imut.
"Kau memanggilku seperti memanggil toby," ucap Sharla berdecak.
"Aku tidak bermaksud. Sekarang bantulah aku," mohonku sekali lagi smabil memegang kedua tangan Sharla.
Namun, apa yang terjadi? Serbuk dari tangan Sharla mengeluarkan bau es krim yang sangat segar. Kulihat telapak tanganku yang terkena serbuknya dan kuciumi baunya. Aku benar-benar ingin memakan es krim sekarang juga.
"Serbuk di tubuhku memang enak. Jangan bersikap norak," ejek Sharla.
"Semua orang akan terpana melihat sesuatu yang tidak dimilikinya. Aku tidak norak," ucapku membantah ejekan Sharla.
Jadi ini enaknya menjadi makhluk es krim. Tubuhnya saja memiliki wangi seperti es krim. Kalau begitu mereka tidak akan susah payah menyemprotkan parfum setiap beberapa jam sekali. Mereka pasti juga tidak pernah mencium bau keringat. Ternyata makhluk yang tidak pernah bau benar-benar ada ya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Kau tidak jatuh cinta padaku, kan?" tanya Sharla yang melunturkan kekagumanku.
"Maaf, aku masih suka cowok," ucapku.
Tiba-tiba Sharla mengambil alih ponselku. Aku justru lega karena Sharla melihat apa yang sedang kulihat. Setidaknya Sharla akan langsung paham dan aku tidak harus mengeluarkan usaha lebih untuk mengatakannya padanya.
"Teman seperti ini sudah terlalu mainstream. Kau butuh sentuhan yang baru," saran Sharla.
Mendengar ucapan Sharla membuatku jadi antusias. Mengapa aku lupa kalau memiliki teman seperti Sharla? Kalau begitu kan aku tidak perlu repot-repot mencari ide ke sana kemari. Tinggal panggil Sharla, maka ide akan datang dengan sendirinya.
"Aku punya sesuatu yang bisa kutunjukkan padamu," ucap Sharla.
Sharla kemudian mengambil beberapa serbuk yang ada di tangannya dan melemparnya ke atas. Seiring dengan serbuk yang berjatuhan ke lantai, terciptalah sebuah gaun dengan perpaduan tiga warna, yaitu merah muda, putih dan cokelat. Kira-kira panjang gaunnya sampai lututku. Yang membuatku takjub adalah gaunnya yang mengembang seperti milik Cinderella. Kemudian ada hiasan seperti meses warna-warni yang menempel di gaunnya. Sharla kemudian melemparkan serbuk dari kakinya dan tiba-tiba gaun itu memiliki waffle di bagian belakangnya. Aku tidak yakin apakah memang waffle atau hanya tiruan berbentuk waffle. Benar-benar seperti es krim yang ditusuk dengan waffle sebagai hiasan. Sharla menahanku saat aku akan menyentuhnya.Aku menatap Sharla dengan kecewa saat melihatnya menggeleng pelan padaku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana penampilanku saat mengenakan gaunnya. Apa aku akan memakai gaun seindah ini untuk besok? Ini akan menjadi kejutan besar.