Sampai acaranya selesai, Alfa masih mencoba mencerna keadaan.
"Udah ngobrol sama Bianca?" tanya Sela sewaktu mereka dalam perjalanan pulang. Melihat Alfa menggeleng dari kursi belakang, wanita itu menghela napas. "Dua hari diam-diaman nggak baik loh."
"Ya gimana lagi coba? Orang aku nggak salah apa-apa. Bianca kan emang begitu kalau lagi kesel. Tinggal tunggu aja sampai dia ngomong."
"Kalau nunggu Bianca ngomong duluan ya nggak kelar-kelar masalahnya, Fa."
"Papa nggak tau sih. Aku tuh udah coba ngomong sama dia berkali-kali. Ngajak jajan ke kantin kek, ngajak makan bekal bareng, ngajak balik bareng. Dianya diam mulu. Capek juga dong ngomong sama orang yang tingkahnya udah macam patung jalan gitu."
"Terus itu Bianca sukanya apa?"
"Suka sate."
"Kalau gitu cari sate aja sekarang, terus kamu Mama bolehin nginep karena besok libur. Ini jalannya juga lewat dekat rumah Bianca kan?"
"Asli? Ada Kak Elion loh di rumah bunda."
"Emangnya kamu mau ngapain sama Elion?" tanya Matthew. "Jangan ngadi-ngadi ya kamu."
"Dih, Papa gitu banget. Maksud aku tuh ... kan biasanya Mama sama Papa nggak suka gitu kalau misal aku nginap di rumah yang ada cowoknya."
"Di sana kan ada orang tuanya Bianca, nggak mungkin kalian nyolong-nyolong."
Mendengar ucapan Matthew membuat Alfa mengulum senyumnya. "Oke deh, sekarang cari sate."
Dan karena keputusan mendadak itu, Alfa berakhir di rumah Bianca betulan. Dia agak tidak menyangka kalau Rena sekeluarga juga sedang menginap. Seisi rumah sedang asik nonton TV waktu Alfa datang.
"Liat siapa yang malam-malam mau numpang molor," kata Riani sehabis membukakan pintu untuk Alfa. Lalu mengambil tempat duduk di sebelah Rena, di atas sofa ruang TV.
Alfa cuma cengengesan sambil meletakkan keresek besarnya di depan para laki-laki yang duduk di karpet bawah, termasuk Jo suaminya Rena. Lalu melompat duduk di antara Bianca dan Meli.
"Bun, Bianca nih lama banget ngambeknya. Suruh ngomong sama aku gitu. Masa diemin temen sendiri 2 hari. Kan nggak boleh ya, Bun." Alfa duduk menekuk kakinya, memeluk lengan Meli yang cuma mengangguk-angguk ala kadarnya.
"Lo ke sini sama siapa?" Rena menyela selagi tangannya sibuk menepuk-nepuk pantat anaknya yang masih kecil.
"Sama papa-mama, cuma mereka langsung pulang karena besok ada kerjaan."
"Hari libur kok kerja."
"Orang sukses ya gitu, nggak kenal libur."
Alfa hampir menyangka itu suaranya. Tapi kemudian dia menghembuskan napas lega begitu menyadari kalau Heru yang menyeletuk demikian.
Pria itu tercengir tipis pada Alfa, mengangkat sepotong martabak manis yang barusan dia ambil dari salah satu kotak dalam keresek bawaan Alfa. "Makasih ya martabaknya."
Alfa mengangkat kedua ibu jarinya. Refleks ikutan nyengir. Lalu pandangannya berpaling pada Elion yang mengangkat salah satu kotak martabak, membiarkan penghuni sofa mengambil masing-masing satu. Kedua sudut bibir laki-laki itu terangkat lebih tinggi waktu mereka bertemu pandang.
Canggung.
Rasanya agak canggung. Makanya Alfa malah mempertahankan pandangannya dengan memasang ekspresi meledek.
"Terus gimana nih ceritanya? Kak Elion udah ada penggantinya Kak Nadia belum?"
"Kalau sama kamu aja gimana, Fa?" goda Jo, yang tanpa sadar membuat Alfa memerah.
"Ya, kalau aku sih sebenernya mau-mau aja, cuma kalau harus jadi pain killer doang ya mohon maaf, hatiku cukup berharga buat disakiti."
"Halah, tai!" cibiran Rena itu mengundang gelak tawa seisi ruangan.
Alfa melirik Bianca yang cuma senyum-senyum. Pura-pura fokus ke film yang mereka tonton. Karena itu Alfa jadi ingat soal pertemuannya dengan Neil. Makanya dia beranjak duduk dengan benar, lalu meneol lengan Bianca sampai empunya menoleh dengan alis terangkat.
"Bikinin gue minum kek. Nggak sopan banget sama tamu agung."
"Idih, tamu agung apaan? Lo ke sini bukannya cuma mau numpang tidur doang?"
"Ya, gitu deh." Alfa melirik Elion yang sudah balik nonton. Meneruskan, "Sekalian modus dikit nggak apa lah ya."
Elion hanya geleng-geleng dengan senyum terulas. Berniat lanjut menggigit martabaknya waktu Jo menyenggol dengan siku.
"Dikode itu. Nggak peka banget lo."
"Sorry, gue bukan anak pramuka yang ngerti kode-kodean."
Alfa tergelak. Melihat Bianca beranjak, gadis itu ikutan beranjak, meneol lengan Jo sambil lewat. "Canda, Mas Jo. Jangan godain orang yang lagi patah hati."
"Udah nggak patah hati gue," kata Elion, yang membuat Alfa berbalik dan jalan mundur. "Soalnya udah ada lo."
Ruangan itu heboh lagi. Elion tergelak paling keras, soalnya kena tonyoran dari para saudara.
"Kalau udah kayak gini tuh biasanya bakal ada apa-apa entar. Dulu gue sama Mas Jo juga gitu."
"Nggak bakal ya, Kak El. Kita kan sohib ambyaran." Alfa hanya sempat menyahut begitu sebelum sosoknya lenyap ditelan dinding penyekat dapur.
"Tapi ini ceritanya kamu dari mana, Fa? Rapi banget."
Kepala Alfa menyembul dari sela pintu. "Habis ikut papa. Biasa. Acara ajang pamer-pameran anak."
"Yang penting lo belum kecantol sama siapa-siapa, kan?"
"Gue nggak kecantol, cuma ya ... nggak bisa ngitung berapa yang kecantol gue."
"Nggak bisa ngitung soalnya nggak ada."
Alfa dongkol banget sama Riani. Cuma dia ingat kalau itu Riani yang mulutnya ngomong duluan baru mikir, jadi dia maklumi.
Orang-orang ruang TV masih sibuk ngobrol, Alfa sendiri memutuskan untuk menghampiri Bianca yang baru selesai mengaduk tehnya. Suasananya jadi agak ... serius. Alfa tidak nyaman, tapi dia perlu membicarakan ini dengan Bianca.
Sambil menerima sondoran cangkir dari Bianca, Alfa bertanya, "Kalau disuruh jawab jujur, lo masih suka nggak sama Kak Neil?"
Melihat Bianca kelihatan bingung karena Alfa mendadak bahas soal Niel, Alfa jadi meneruskan, "Mungkin gue bego sih. Dua hari lalu gue lihat dia di mall sama tante-tante yang modelannya kayak toko jalan. Tapi gue nggak begitu notice tante-tantenya, gue terlalu fokus sama Kak Neil. Dan ... lo tau? Tante-tante itu ... mamanya Neil. Madeleine, Maddy."
"Maksud lo?"
"Ini unbelievable, tapi malam ini gue ketemu dia di pesta. Dia datang bareng Tante Maddy, entah gimana ceritanya. Tapi habis itu gue paham, Tante Maddy mamanya Kak Neil, bukan kandung." Alfa diam sebentar. "Sorry, harusnya gue track dulu soal dia sebelum nge-judge di hari pertama lo ajak gue ketemu sama dia. Tapi gue sama sekali nggak expect kalau Neil anaknya Om Hatta. Soalnya ... mereka nggak kelihatan mirip. Dan gue jarang banget dengar soal keluarga Tante Maddy yang rasanya tertutup banget dari publik. Gue betulan minta maaf."
"Buat apa juga minta maaf? Gue putus sama dia bukan karena taunya dia cowok kere." Bahu Bianca mengedik, walau Alfa dengan sangat jelas bisa melihat sisa-sisa rasa terkejut dan luka dalam tatapan Bianca. "Lagian dia yang mutusin gue."
" .... Karena lo nggak datang ke acara ulang tahun Tante Maddy."
"Lo tau itu dari mana?"
"Jadi, bener Kak Neil udah kasih tau lo soal itu dan lo nggak mau dateng?"
"Bunda nggak pernah rayain ulang tahun. Gue nggak merasa perlu dateng ke acara yang bahkan nggak pernah gue rayain bareng keluarga gue sendiri. Itu malu-maluin."
"Lo udah bilang ke Kak Neil alasannya?"
"Gue nggak merasa perlu."
__________________________