Chereads / Scandalous Kingdom / Chapter 4 - Awal Segalanya

Chapter 4 - Awal Segalanya

Kata penutupan belasungkawa dari keluarga bangsawan Hardfest benar-benar mampu menyentuh hati masyarakat dan kini saatnya untuk seoarang Anna Braveheart untuk berbicara. Wanita yang dikenal sebagai seorang aktivis itu kini terlihat berdiri sebagai penyambung kata dari sang ratu.

"Aku mungkin bukanlah apa pun dibandingkan semua darah keturunan bangsawan yang berada dibelakangku. Tetapi diberikan kesempatan untuk berdiri di acara sepenting ini, dan bagi negeri kita merupakan suatu kehormatan yang diriku terima. Aku mewakili perasaan dan harapan masyarakat ingin mengucapkan bahwa kami turut berduka cita untuk Raja George VII dan putra sulungnya Pangeran Edward. Semoga jiwa mereka senantiasa tenang di alam sana. Salah satu hal luar biasa yang selalu ingin dilakukan Pangeran Edward adalah membuka tempat dimana anak-anak negeri ini dapat mencapai potensi diri mereka secara maksimal," ungkapnya.

"Namun sayang saja sebelum melihat salah satu mimpinya itu terwujud, tuhan telah mengambil dirinya dari pelukan kita semua, masyarakat negeri ini. Dan hal itu juga pastinya membuat proyek kami terbengkalai. Akan tetapi the generous heart of our Queen telah memutuskan untuk membangkitkan kembali proyek ini. Jadi janganlah putus asa karena aku Anna Braveheart akan selalu bersama kalian. Ingatlah bahwa akan selalu ada pelangi sesudah hujan. Marilah kita sambut itikad dari Yang Mulia ratu bersama-sama dengan penuh suka cita," tutur Anna.

Dan begitulah momen peringatan dua tahun kepergian raja dan putra sulungnya ini akan selalu di ingat sebagai bagian dari sejarah. Sesuatu yang terjadi di masa lalu, takkan mungkin bisa di ubah, tak peduli seberapa keras mereka mencoba. Ketika anak panah telah dilepaskan, target yang menjadi sasaran adalah tempat labuannya. Melesat atau tidak, tak ada yang mengetahuinya. Hidup harus terus berjalan!

***

"Tunggu.." teriaknya.

Saat acaranya hendak di tutup secara sakral, sesuai dengan alur prosesi yang ada, tiba-tiba terdengar suara teriakan beserta sedikit isak tangis dari seorang gadis dengan gaun berwarna putih silver yang dikenakannya.

Dia berlari terbirit-birit menuju podium yang tersedia dan langsung segera meraih mikrofon yang masih terasa hangat di atas sana. Dirinya melangkah dengan tegas dan bangga melewati kerumunan tamu kehormatan, tanpa memperdulikan semua tatapan yang menyoroti langkahnya. Ia mengabaikan semua orang yang menundukkan pandangan pertanda dirinya sedang jadi bahan cibiran.

Dengan satu tarikan nafas usai menenangkan dirinya sendiri sejenak, mulutnya pun terbuka dan terdengar suara ucapan yang tak asing lagi bagi masyarakat umum. Ia menguatkan dirinya, berpegang teguh pada apa yang menjadi tujuan awalnya untuk datang ke sini.

"Aku tahu bahwa tingkahku barusan ini, sungguh tidaklah etis, menciptakan ledakan drama singkat di acara sepenting ini. Aku menyadari ini bukanlah opsi terbaik untuk melakukannya. Akan tetapi pepatah mengatakan harapan akan sirna jika waktunya telah usai. Tak mudah bagiku mengumpulkan semua keberanian untuk mengutarakan apa yang ingin aku ucapkan. Tapi sebelumnya aku mohon maaf atas perlakuanku yang mungkin terkesan lancang dan kurang sopan," ucapnya dengan emosional, tapi tetap menunjukkan sikap tegas dari penampilan anggunnya.

Para penonton yang dari tadi melihat dirinya dengan perasaan hina dan malu, kini mulai bersimpati pada sosok gadis tersebut yang sudah jelas di kenal oleh negeri ini. Sebuah potret dari pemandangan yang sangat tidak biasa, maka tentu saja setiap pasang kamera sekarang juga ikut menyoroti aksinya yang begitu spontan.

"Kalian semua pasti mengerti mengapa aku melakukan semua hal ini. Aku mempertaruhkan semuanya dengan mengambil segala resiko. Kalau demi atas nama kejujuran, sebenarnya aku tak pernah berniat datang pada hari ini ke sini. Apalagi jika itu hanya untuk berdiri di depan kalian semua seperti sekarang. Alasannya mungkin terdengar klise tapi itulah kenyataannya. Aku tak bisa percaya diriku sudah kehilangan sosok seorang ayah dan juga seorang saudara. Aku selalu berharap bahwa semua ini hanyalah halusinasi atau mimpi buruk semata, dimana ketika aku terbangun kakak atau ayahku akan ada di sekitar diriku untuk menenangkanku. Ini mungkin terdengar egois atau aku yang nyatanya selalu menolak fakta. Tapi apakah salah jika seorang gadis berusia lima belas tahun merindukan ayah dan juga kakaknya? Bisakah dia menerima kenyataan pahit bahwa sang ayah dan saudara tercintanya kini sudah tak ada lagi? Bagaimana bisa aku menerima kepergian mereka dengan hanya mengandalkan sebuah pernyataan bahwa kapal yang mereka gunakan pada saat itu menerjang badai dan lautan menelan mereka? Kita semua bahkan tak ada yang pernah melihat jasad sang raja dan juga sang pangeran. Batu nisan yang di bangun di pemakaman nasional kerajaan hanyalah berisikan peti dengan beberapa barang berarti milik mereka. Tak ada jasad yang terbaring di dalam sana," ungkap Isabelle dengan tegas.

"Lalu apakah salah jika seorang anak sepertiku masih berharap bahwa suatu saat ayah dan saudaranya itu akan kembali pulang? Tapi yah aku juga menyadari secara tak langsung, kalau nyatanya aku sudah menyakiti diriku sendiri. Aku mengutuk hari yang mungkin saja bernilai bagi orang lain. Aku membenci laut yang telah merebut hal yang berarti bagi hidupku. Tapi apa yang para ahli sastra itu katakan, 'saat seseorang berada dalam rasa putus asa, iman di dalam diri juga ikut menggoyah.' Diam-diam aku kembali ke makam palsu yang tak berisi itu, memanjatkan doa dengan harapan, baik mereka hidup ataupun mati, kedamaiaan akan selalu menyertai mereka. Hal buruk mungkin telah terjadi pada hari itu tapi hal di hari esok masihlah tak terduga. Hari ini, aku Isabelle Veliz berdiri pertama kali dalam acara peringatan mengenai raja dan pangeran negeri yang tercinta, mengucapkan bela sungkawa untuk kita semua," tutur kata Isabelle.

Air mata yang tak terbendung lagi turun bercucurah, baik itu dari kedua mata Isabelle yang tengah memberikan pidato terbaiknya ataupun bagi masyarakat yang ikut terisak sebagai pendengar setia. Turunnya sang princess dari podium dimeriahkan oleh sorakan dan juga tepuk tangan tanpa henti. Dan aksi beraninya tersebut juga tak sedikit mendapatkan dukungan dari pemebesar keluar bangsawan lain yang tengah duduk di area section kehormatan itu.

Adam berada di sana karena memang mereka datang bersama. Namun hal yang terjadi saat ini, membuatnya benar-benar terkejut. 'Damn Isabelle, kau mengeluarkan semuanya dengan sempurna.'

Dia masih tak percaya bahwa saudarinya itu akan bertindak begitu nekad, tapi siapa yang menduga bahwa hal itu menjadi salah satu penampilan terbaiknya. Tepuk tangan tentu saja dilayangkan oleh semua orang, tapi Adam lah yang memulai itu semua. Hari berakhir dengan sangat baik, kini masyarakat juga sedikit kembali memberikan kepercayaan pada sang ratu dan keluarga besar bangsawan kerajaanya. So it's a win win.

**To Be Continued**