"Terima kasih yang mulia atas perhatiannya, pelayanan yang saya terima sejauh ini sudah sangat memuaskan," ungkap Anna.
"Baguslah. Aku suka dirimu, kau lumayan menggemaskan. Andai saja para aktivis dan kritikus lain yang berada di luar sana juga dapat tersentuh dengan mudah berbaur sepertimu, pasti rasanya akan sangat menyenangkan. Bukankah semuanya indah saat keharmonisan dapat terjalin?" umpan balik Morgan.
"Ah iya, aku pikir juga seperti itu tuan," balas Anna sambil mengangguk.
***
Dari tempat mereka berdiri, lambat laun terlihat sesosok wanita yang pastinya sudah sangat terkenal di negeri ini. Wanita yang merupakan sosok dari kepala perintahan negara ini.
Camila melihat bagaimana Morgan mencoba begitu dekat dengan Anna. Dirinya jelas geram dan tak ingin membiarkan hal itu berlangsung karena terkahir kali hal itu terjadi, semuanya tak berakhir baik untuknya. Pria yang menjadi saudara iparnya itu selalu memiliki pikiran yang shady.
"Oh hai Anna, aku sedang menunggu dirimu. Barusan saja aku menyuruh asistenku untuk menghubungi dirimu tapi ternyata kau sudah berada di sini," sahut yang mulia ratu.
"Maafkan aku yang mulia ratu. Sebenarnya aku dari tadi sudah berada di sini, dan baru saja aku ingin menuju ruang tunggu untuk pertemuan kita. Namun aku justru bertemu Pangeran Morgan, dan kami berakhir dengan percakapan di lorong ini," ungkap Anna.
Camila yang mendengar hal itu berpura-pura terkejut seolah dia tak melihat hal yang pria bangsawan itu lakukan. Wanita itu tampak semakin mendekat, saat pandangan mata miliknya bertemu saudara iparnya, ia memberikan tatapan tajam miliknya.
"Jadi begitu, tumben sekali yah Pangeran Morgan, dirimu perhatian dengan klien milikku," kata sang ratu.
"Aku hanya ingin memastikan dirinya nyaman saja. Karena klien milikmu juga merupakan tamu di istana ini," balas Morgan.
"Oke, sepertinya cukup sampai di sini percakapan kalian. Boleh aku meminjam klienku kembali? Kurasa juga kau pasti memiliki banyak kesibukkan yang harus dilakukan," cetus sang ratu.
"Tentu saja, silahkan. Kau seorang ratu mana mungkin aku bisa mencegat dirimu. Yah kau lumayan benar," balas Morgan.
"Baiklah kalau begitu, Anna kau duluanlah pergi ke ruang pertemuan kita, aku akan segera menyusulmu," kata sang ratu.
Tanpa menjawab satu kata pun kaki Anna segera melangkah pergi mengikuti komando dari sang ratu itu sendiri. Sementara percakapan di antara sang ratu dengan Morgan masih berlanjut. Kedua bangsawan ini selalu terlihat saling ingin memakan satu sama lain.
"Apa yang kau inginkan dari klien milikku?" tanya Camila.
"Oh Camila, apa maksudmu? Aku tak berniat apapun. Aku hanya kebutulan saja bertemu dengan dirinya dan memulai beberapa percakapan ringan," ungkap Morgan.
"Panggil aku dengan sebutan Yang Mulia, kau tahu ada banyak orang luar yang lalu lalang di istana, tunjukkan rasa hormatmu pada pemimpin negeri ini setidaknya," tegurnya.
"Lagipula kau jangan bersikap konyol. Apa kau pikir aku sebodoh itu untuk percaya semua omong kosong yang dirimu katakan. Kau pasti sedang merencanakan sesuatu, aku tahu itu," tambah sang ratu.
"Aku tak mengerti maksudmu. Terserah kau saja Yang Mulia Ratu Camila. Bagaimana kalau memang diriku mendekati dirinya demi alasan pribadi. Kau tahu, demi kebutuhanku," balas Morgan.
"Cukup! apapun yang kau rencanakan hentikan, itu menjijikan! Aku tak mau kau mendekati Anna lagi. Kau berpikir aku tak menyadari bahwa belakangan ini kau bertingkah shady dibelakangku. Lagi pula ingat Morgan, umur dirimu dan Anna terpaut dua kali lipat perbedaanya," ucap Camila.
"Sudah, berhenti merendahkanku. Percayalah hal yang ingin kau percayai tapi jangan pernah kau menghakimi urusan percintaan atau hubungan ranjang milikku. Kau tak perlu bersikap polos di depan diriku juga. Aku tahu dengan jelas hal-hal yang kau lakukan dengan asisten pribadimu itu. Pasti darah mudahnya sangat berhasrat dan mampu memuaskanmu dengan baik," kata Morgan yang berhasil membuat wajah sang ratu menjadi kaget dan memerah.
"Sudahlah aku tak ingin membuang waktu dengan terus meladenimu di sini," balas sang ratu, mencoba menyembunyikan wajahnya yang tampak mulai memerah dengan sendirinya.
Sepertinya sang ratu tak mampu lagi mengeluarkan kata-kata untuk menghadapi Pangeran Morgan. Dirinya serasa terpaku, seakan wajahnya baru saja di tampar oleh sesorang.
Tapi di sisi lain dirinya juga menyadari bahwa berbicara dengan Morgan takkan ada habisnya. Pria itu seperti ular, dia bergerak dengan cepat dan di tambah kata-kata yang dia keluarkan selalu menyayat dan berbisa.
Beradu mulut dengannya takkan membawakan hasil yang berupa kemenangan karena dirinya sangat handal dalam bermain kata. Dirinya juga seorang pemain dan penyimpan rahasia yang hebat. Camila harus mulai mengantisipasi setiap langkah yang di buat oleh kakak iparnya itu.
***
Di sisi lain Isabelle memergoki seseorang yang tampak sedang mengintip, tidak lebih tepatnya sosok pria itu sedang mengawasi seorang wanita dari balkon yang ada di seberang sini. Melihat hal itu dari jauh membuat sang putri segera menyampari hal yang membuatnya menggeleng-gelengkan kepala
"Apa yang kau sedang lakukan? Jangan bilang kau sedang mengintip dirinya, kau tahu aku tak suka akan hal itu bukan. Aku tak suka perlakuan yang nakal seperti itu," ujar Isabelle.
"Eh, siapa yang sedang mengintip?" balas Adam dengan sebuah pertanyaan balik.
"Jangan bohong brother karena aku dapat melihat semuanya dengan jelas. Mulutmu mungkin bisa berbohong tetapi matamu tak bisa menyembunyikannya," ujar Isabelle memancing dirinya.
"Baiklah aku akan mengatakan segalanya. Namun kamu harus janji agar tak memberitahukan hal ini pada siapa pun," kata Adam yang tampaknya sudah tak memiliki pilihan.
Kini Adam membawa Isabelle masuk dari area luar balkon ke dalam. Mereka duduk bersampingan pada sebuah sofa yang terletak tak jauh dari posisi mereka sebelumnya. Tatapan yang dihadirkan oleh sang putri terkesan sangat menuntut, seakan dia ingin merampas segala hal yang ada didepannya.
"Baiklah bisa kau jelaskan apa yang baru saja kau lakukan?" tanya Isabelle.
"Ini tidak seperti yang kau bayangkan. Aku kebetulan memang tengah berada di balkon dan dari sini aku melihat sosok dirinya. Jadi tak ada maksud bagiku untuk membuntutinya. Semuanya benar-benar terjadi secara kebetulan dan tak ada unsur kesengajaan sama sekali," jelas Adam.
"Oh Okay. Tapi dari pengamatan yang aku lihat selama belakangan ini, aku tahu betul tersembunyi sesuatu di dalam sana. Cara dirimu memandangnya benar-benar berbeda, seolah dirinya memiliki sesuatu yang tampak istimewa dan bersinar di kedua matamu," ucap Isabelle.
"Jangan tanyakan dari mana diriku mengetahui segalanya. Akan tetapi berterusteranglah padaku, pada saudarimu ini terkait apa yang kau rasakan," tambahnya.
Adam tampak ling lung pada omongan yang baru saja dilontarkan oleh saudarinya itu pada dirinya sendiri.
**To Be Continued**