Kyra Ronan di culik oleh seorang pria jangkung dengan proporsi badan yang sempurna sebagai seorang pria. Bentuk badannya tergambar jelas dari balik baju seragam pria tersebut. Bahunya yang tegap dengan garis rahang di wajahnya yang keras menandakan jalan hidup yang dilalui pria tersebut selama ini tidaklah mudah.
Sambil menggendong seorang anak dalam dekapannya yang tertidur karna obat bius yang digunakan sebelumnya. Dia masuk ke sebuah kastil yang jauh dari pemukiman warga. Saat masuk, terdapat seorang pria lainnya yang menunggu tepat di dalam pintu masuk kastil besar tersebut.
"Tuan, anda sudah kembali," ucap pria yang menunggunya di balik pintu dengan rasa hormat.
"Ya."
"Saya mendapatkan informasi terkait kediaman keluarga Ronan, Tuan,"
"Jelaskan."
"Sepuluh menit sebelum anda datang saya mendapat kabar bahwa rumah kediaman Ronan diledakkan. Belum diketahui pasti penyebab ledakan tersebut. Namun dapat dipastikan perkiraan anda sebelumnya yang mengatakan bahwa keluarga Ronan termasuk salah satu keluarga pemasok senjata dan peledak misterius selama lima belas tahun terakhir ini."
"Lalu bagaimana dengan ronan itu sendiri?" tanya pria itu berjalan memasuki sebuah kamar yang cukup luas.
Dibaringkannya anak tersebut ke atas ranjang berukuran besar dan menyelimutinya dengan selimut. Dia menoleh kebelakang, tempat pria yang menjelaskan informasi kepadanya.
"Ikuti aku, Carmen."
"Baik, tuan."
Mereka masuk ke dalam ruangan yang tak jauh dari kamar Kyra tertidur. Dalam ruangan itu terdapat banyak kertas yang berserakkan. Ada papan besar di sisi kanan dengan banyak tempelan gambar serta tali-tali yang tersambung di setiap tusukan gambar.
Pria yang dipanggil tuan itu duduk di kursi kerja yang berada di bagian tengah ruangan. Pria itu menjatuhkan tubuhnya lemas di atas kursi kerjanya, mengangkat kedua kakinya keatas meja yang tepat ada didepannya, dan bersedekap diatas perut kerasnya.
"Bagaimana dengan ronan atau dengan anggota keluarganya yang lain?" tanyanya melihat ke arah Carmen.
"Yang didapatkan hanya rumah itu telah menjadi abu. Tapi tidak dengan ronan dan keluarganya yang lain, Tuan," jawab carmen.
"Baiklah. Karena mereka berhasil lolos kali ini. Untuk sementara waktu kita harus mundur. Kita telah mendapatkan kelemahannya saat ini. Jadi hanya waktu yang akan menghancurkan mereka."
"Tuan, bagaimana dengan ..."
"Anak itu akan aku masukkan dalam silsilah keluarga Sein. Dan saat dia sadar, aku akan memberinya sebuah nama baru."
"Dengan nama apa, tuan?" tanya Carmen.
"Hmm... Fury. Ya berikan nama itu pada anak yang aku bawa tadi," katanya
"Fury Sein. Nama yang indah, bukan? Dia akan menjadi nona muda keluarga Sein yang akan aku latih. Mengajarkannya bagaimana membasuhkan tangan dengan darah."
Sein menyeringai licik menatap Carmen. "Baik, Tuan. Saat matahari terbit, saya akan mengurus persiapan berkas nona muda."
Carmen membungkuk mohon undur diri keluar ruangan. Sein membalas dengan melambaikan tangan ringan.
***
Hari menunjukkan cahaya paginya. Kyra mengerjap, alisnya mengerut di kening kecil anak itu. Melihat sekelilingnya dengan seksama sembari perlahan duduk.
Seorang wanita muda berumur sekitar dua puluh lima tahun memakai seragam pelayan wanita berdiri di depan pintu masuk ke kamar Kyra.
"Anda sudah bangun, Nona Muda?" tanyanya membungkuk hormat.
"Apa maksudmu kak? Siapa kamu? Dan Ibuku mana?"
Kyra turun dari tempat tidur, dengan tergesa-gesa keluar dari kamar yang terasa asing dengannya.
Bahkan anak berumur lima tahun mampu paham dengan lingkungannya, batin pelayan wanita itu mengikuti nona mudanya.
Tampak Carmen berbincang dengan seorang pria di samping tangga melihat Kyra berlari kecil keluar dari kamarnya. Dia lantas menahan anak itu yang melewatinya hendak menuruni anak tangga.
"Nona Muda, anda sudah bangun?" tanya Carmen
"Siapa kau? Aku tidak mengenalmu. Ibu bilang kalau berjumpa dengan orang asing harus lari dari tempat itu. Dan sekarang aku tidak mengenal kalian. Itu artinya aku harus lari dari tempat ini."
"Anda mengenal saya nona. Namun saat ini ingatan nona sedang bermasalah. Dan anda tidak punya ibu. Ibu anda telah meninggal saat melahirkan anda, Nona Muda."
Carmen masih membungkuk di depan Kyra. Menahan kedua bahu anak itu ringan. Dan menjelaskan suatu hal yang membuat anak didepannya terkejut.
"Aku punya ibu!" teriak Kyra.
"Aku juga punya ayah. Kakak laki-lakiku ada tiga. Aku punya semuanya."
Kyra tak henti meneriaki Carmen. Namun Carmen tidak memiliki banyak waktu dengan anak didepannya. Lantas dia menyuruh lelaki tua yang dipanggilnya khusus untuk membawa anak ini ke ruangan putih.
"Bawa dia ke ruang putih," perintah Carmen.
Pria tua itu menundukkan kepala sembari membawa nona mudanya.
"Cuci otaknya sesuai rencana yang sudah aku jelaskan sebelumnya."
"Baik, tuan."
Pria tua itu menyeret Kyra yang meronta-rinta minta dilepaskan. Namun kekuatan anak kecil tidaklah sebanding dengan pria tua yang menyeretnya.
Pelayan wanita tadi mengikuti Kyra sampai ke lorong sebelah kanan yang juga berada di lantai yang sama dengan ruang kamar Kyra sebelumnya.
***