Chereads / KYRA : THE BEGINNING / Chapter 4 - Chapter 4

Chapter 4 - Chapter 4

Lima belas tahun kemudian..

"Ini misi pertamamu."

Seberkas kertas terlempar ke atas meja di depan seorang gadis. Tingginya mencapai satutujuh0 sentimeter. Tubuhnya ramping, wajahnya cantik dengan rambut dikucir kuda ke belakang. Gadis itu mengambil berkas tersebut dan membukanya.

Terlihat gambar seorang pria tua dengan janggut di dagunya yang memutih tebal. Rambut yang sepertinya di semir hitam memperlihatkan sosok gagah di usia tua pria itu. Terdapat juga berkas yang berisikan daftar keluarga penting dan harta penting orang itu. Ada garis merah di bagian kata dalam kertas tersebut.

"Hapalkan dan ambil benda yang aku tanda merahkan di dalam berkas itu."

Fury mengangguk dengan mata keyaninan.

"Saya perlu membawa lelaki ini ke kastil, Ayah?" tanya Fury.

"Tidak perlu. Aku ingin kamu yang mencari informasi penting lainnya langsung kepada target. Terserah dengan cara apapun. Jika harus membunuhnya maka bunuh saja dia. Tapi ingat untuk mendapatkan informasinya terlebih dahulu," timpal Cedrick pada Fury.

"Ini misi pertamamu. Namun selama tiga tahun terakhir ini kamu sudah melakukan misi bersama Cester dengan baik. Jadi aku akan mencoba untuk menguji kemampuanmu untuk misi tunggal kali ini."

Fury mendengarkan dengan pasti.

"Ayah tidak perlu khawatir. Saya akan menyelesaikan misi dan akan kembali membawa informasi lain besok."

Cedrick tersenyum sumringah mendengar jawaban lantang putrinya.

"Jika tidak ada hal lain, saya undur diri dahulu, Ayah."

Fury membungkuk memberi salam dan pergi keluar ruangan meninggalkan Cedrick dengan anggota lainnya.

"Bukankah minggu depan adalah hari ulang tahunnya, Carmen?" Cedrick bertanya sambil mengambil gelas dan menuangkan wine dari dalam botolnya.

"Iya, tuan" jawab Carmen.

"Siapkan target selanjutnya. Dan beri berkas target itu padanya nanti setelah menyelesaikan misi pertamanya."

"Akan saya laksanakan, Tuan."

***

Fury keluar dari ruangan kerja ayahnya, pergi menuruni tangga ke lantai dasar menuju halaman parkir dan mamasuki mobil berwarna silver. Tampak seperti mobil pada umumnya. Memutar mobilnya keluar area kastil yang berada di tengan hutan milik keluarga Sein.

Bip!

Bip!

Fury yang menyetir seorang diri mengeluarkan ponselnya. Tertera nama 'Zee' di layar ponselnya.

"Ya," Fury menjawab panggilan telepon.

"Dimana kamu?" tanya seorang dibalik telepon.

"Aku sedang menyetir. Tiga menit lagi sampai. Sudah kamu siapkan keperluanku?"

"Sudah. Tinggal menyesuaikan waktu keberangkatan saja."

"Baiklah." Fury menutup panggilan sepihak.

Di sisi lain, seorang lelaki muda yang tingginya sekitar satu8tujuh sentimeter memegang tas sandang yang berukuran sedang. Berdiri di tepi jalan yang sekitarnya terlihat jalan setapak. Bunyi mobil dari arah timur membuatnya menoleh. Senyum dibibirnya tampak tertarik walau dalam sekejap mata wajahnya kembali terlihat dingin.

Mobil Fury sampai tepat didepanya. Masuk ke kursi samping kemudi dan melempar tas yang tadi dipegangnya ke kursi belakang.

"Gerak sekarang."

Suara pria itu tegas memberi perintah. Tanpa menjawab, Fury memutar mobil mereka laju ke jalan besar.

***

Disamping Fury adalah kakaknya. Mereka selalu melakukan tugas yang diberikan Ayah mereka setiap saat. Terlebih sejak tiga tahun terakhir ini. Kakaknya, Cester, selalu membawa Fury setiap kali dia bertemu targetnya. Kali ini seharusnya tidak ada misi tambahan dari Ayahnya, namun sepertinya Cester mengetahui misi adiknya dan sedang mencoba untuk membantu. Sepertinya sih …, batin Fury.

"Apa isi tas itu?" tanya Fury tetap fokus ke arah jalan.

"Hanya revolver untuk mainanmu dengan target kamu nanti," jawabnya santai.

"Aku sudah punya pistolku sendiri kak," timpal Fury.

Benar saja dia membawa satu tas sedang yang isinya sejata. Bahkan tanpa senjata api pun aku tetap mampu menghabisi tergetku. Apalagi ini hanya misi sederhana, pikir Fury.

"Pilih saja salah satunya dan jangan banyak mengeluh," ujar Cester masih dengan nada dinginnya.

"Hhm ... baiklah kalau kamu memaksa."

Mereka pergi ke rumah Fury. Ya ... sejak satu tahun terakhir ini gadis itu memilih untuk tinggal seorang diri. Ibunya di rumah selalu mengadakan pesta dengan teman-temannya. Bahkan dia tidak menyadari kepindahan anaknya hingga tiga bulan pertama. Dan ya ... reaksinya bisa di tebak. Dia hanya mengatakan bahwa Fury harus menjaga diri dan dengarkan perkataan ayahnya.

Aku bahkan bisa menjaga diriku sendiri, batin Fury. Karena selalu dilatih oleh pelatih yang diutus ayah sejak usianya tujuh tahun hingga lima belas tahun lalu, sejak itu Fury menjadi wanita mandiri dan mulai mencari-cari untuk keluar dari tempat tinggal keluarga Sein. Dan saat Fury mengatakan keinginannya, kakak sulung Fury selalu mengatakan akan selalu mengikutinya bahkan kalau gadis itu berniat pindah rumah.

Dan ya! Hal itu terjadi sekarang. Fury telah pindah rumah dan Cester mengikutinya. Bahkan menyuruh Fury untuk menjemputnya setiap ada kesempatan. Entah kenapa juga Fury merasa nyaman dengan sikap Cester seperti itu.

"Bawa tas tadi ke ruang siasat," perintahnya saat Fury keluar mobil.

"Iya."

Fury mengambil tas di balik kemudi dan membawanya ke dalam rumah. Seperti aku yang menumpang dirumahku sendiri. "Hemm …," pikir Fury.

Rumah ini hanya rumah kecil di dalam komplek. Memilih komplek sebagai tempat tinggal akan melatih pikirannya untuk fokus karena terasa bermasyarakat.

Rumah yang hanya satu lantai ini memiliki luar sepuluh kali sepuluh meter dengan tiga kamar tidur yang terdapat dua kamar mandi dalam dan satu kamar mandi di luar kamar. satu dapur dengan meja makan dua orang dan satu ruang tamu. dua kamar untuk dia dan Cester masing-masing, dan sisa satu kamar lagi untuk ruang siasat.

Fury meletakkan tas di atas meja diruang siasat. Membukanya dan melihat beberapa revolver. Senjata dengan kaliber. Empat puluh empat dengan lima peluru di dalam selongsong magnumnya. Cukup kecil dan pas di tangan.

"Itu LCR Luger Ultra-lite. Cukup ringan tapi tidak terlalu meredam suara," Cester masuk dari balik pintu sambil menyandarkan bahu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

"Aku tahu. Hanya ingin memegangnya saja. Dan kurasa cukup ringan kalau dalam misi sederhana. Tidak terlalu merepotkan membawa yang ukuran besar," gumam Fury tanpa menoleh ke arah Cester.

"Bawa saja itu nanti. Dan omong-omong, kapan kamu bergerak?" tanyanya membua Fury mengalihkan fokus.

"Aku akan bergerak nanti malam," timpal Fury sembari meletakkan senjata ke atas meja.

"Ini hanya mengharuskanku untuk mendapatkan informasi tentang penyaluran batu permata dari Tobby Bolan. Dan Ayah menyuruhku untuk mendapatkan informasi ke dalam pelelangan rahasia tujuh keluarga. Jadi aku hanya harus mengancamnya saja."

Cester tampak diam mendengar penyataan Fury.

"Tobby Bolan ya ...," gumannya.

"Ada apa kak? Apa ada yang tidak beres?" tanya Fury bingung.

"Rahasia tujuh keluarga bukanlah hal yang mudah untuk ditaklukkan. Bahkan Ayah selama puluhan tahun ini terus menyelidiki tujuh keluarga itu," ujar Cester sambil mengampu dagu.

"Saat misi dengan target si Gorme dulu dia pernah menyinggung orang dari tujuh keluarga itu. Dan tepat dengan misi kita yang harus mengambil pasokan senjata nya disaat itu juga orang suruhan dari tujuh keluarga membunuhnya. Ingatkah kamu?" tanya Cester.

"Ya, aku ingat. Sesaat sebelum kita mau membunuhnya, dalam penyembunyian kita mendengar pembunuh itu menyebut kata tujuh keluarga."

"Pokoknya kamu harus berhati-hati. Cukup siksa dia sewajarnya dan dapatkan informasi batu permata dan informasi dari pelelangan rahasia saja. Jangan menyinggung kata tujuh keluarga. Akan ada saatnya nanti kita berhadapan dengan mereka. Dan itu bukanlah saat ini," ucap Cester waspada.

"Iya, Kak."

"Sekarang bersiaplah."

Fury mengangguk dan keluar menuju kamarnya. Mandi sebentar dan memakai celana dan jaket polyester menampakkan lekuk badan gadis itu tampak sempurna. Lalu mengambil scarfmask berwanra abu tua untuk menutupi kepala dan sebagian wajahnya. Hanya area mata yang tidak tertutup. Mengambil revolver yang hanya ada satu di dunia. Karena senjata itu dia tempah langsung kepada seorang kenalan.

Fury keluar setelah mengambil senjata dan memasukkannya di balik pinggang dan pamitan dengan Cester.

Anehkan keluarga yang senang membunuh jika target melawan bisa memiliki keakraban sesama anggota keluarga? Orang biasa kan berpikir seperti itu. Dan ini lah keadaan sebenarnya keluarga Sein, pikir Fury.

"Aku pergi dulu, Kak."

"Ya, hati-hati!" seru Cester dari balik ruang siasat.

***