Si keriting Wedden hanya menuruti permintaan sang pangeran dengan keadaan yang masih penasaran dengan apa yang dia lihat.
"Aku bingung, kenapa seorang pemburu hebat harus berpenampilan cantik dan menarik," gumamnya lirih ketika dia sedikit melirik kearah Ren yang meringkuk di dekatnya. Ternyata pangeran Soutra itu mendengar perkataannya, dia langsung saja membuka matanya dan memandang Wedden tak suka dengan pancaran matanya yang berkilap terkena cahaya remu rembulan malam itu. Wedden segera berbalik dan menutup matanya, mencoba untuk tidur.
Matahari sudah menyinari seluruh tempat tidur dan tubuhnya ketika Wedden terbangun dan menyadari kalau pangeran Ren telah menghilang dari sampingnya. Dia tersentak dan segera bangkit dari kantuknya, dia mencari-mencari di sekitar dan menahan teriakannya yang mungkin akan mengganggu kesunyian hutan.
"Apa yang kau cari?" ujar seseorang yang sedang dicari oleh Wedden, pangeran Soutra nan rupawan itu tengah membakar kelinci hutan hasil buruannya tadi pagi-pagi sekali dengan api yang dia buat dari gesekan antar kayu. Dia membakarnya tidak jauh dari tempat peristirahatan mereka tadi malam, hanya saja Wedden yang memang tidak mengenal alam liar itu sedikit gelisah dengan ketidak hadiran pangeran itu di dalam gua.
"Kau memburunya?" tanya Wedden mendekati pangeran yang tengah membalik-balik tubuh besar kelinci yang berdaging lembut itu.
"Dia yang menghampiriku ketika aku sedang mencari air di sungai," sahut Ren tenang seraya menyerahkan sebuah wadah air kepada si keriting Wedden yang duduk di sampingnya.
Setelah menikmati sarapan lezat mereka, kedua pria keturunan raja itu langsung melanjutkan perjalanan menuju desa Wakla yang berjarak sekitar lima kilometer dari hutan tempat mereka berdiam sekarang. Mereka membawa semua barang bawaan mereka dan berjalan dengan terus waspada dengan penghalang dan rintangan apapun yang telah menunggu mereka di depan sana.
Wedden mulai bersiul mengusir kesunyian yang dia rasakan sejak beberapa menit yang lalu, dia juga sedikit menggumamkan sebuah lagu rakyat yang sering dia dan Keff nyanyikan di penginapan ketika jam istirahat. Ren tidak menegur tindakan Wedden ini, karena pangeran berambut panjang merah muda ini juga merasakan kesunyian yang sama dengan yang dirasakan oleh orang Vitran itu. Sesekali dia memandang ke atas, dia sangat mengkhawatirkan akan kehadiran makhluk bersayap yang telah membunuh para pengawalnya kemarin.
Wedden terus bersiul dengan sesekali meraih dan memakan buah berry hutan yang ada di jalan. Tapi dia merasakan sesuatu, dia merasakan adanya hembusan angin yang tiba-tiba datang dan membelai rambut keritingnya dan mengibarkan rambut panjang pangeran Ren. Langkah mereka terhenti dan mereka saling waspada akan keselamatan satu sama lain, Ren telah bersiap untuk mencabut pedang peraknya dan Wedden telah mencabut dan menyiapkan sebuah anak panah di busurnya. Mereka saling pandang dan kembali bersiap siaga dengan apapun yang akan menghampiri mereka.
Suara lengkingan yang sangat keras dan kepakkan sayap yang sangat besar terdengar seiring dengan datangnya angin yang berhembus kencang dari belakang mereka. Satu, hanya satu memang. Tapi makhluk sihir bersayap itu telah berhasil merontokkan jantung Wedden dan menggetarkan jiwa pemburu pangeran Soutra.
Wedden bersiap untuk melontarkan anak panahnya, tetapi Ren menahan tindakan Wedden itu. Dia menyuruh Wedden untuk tetap tenang di tempat dia berdiri sekarang. Wedden yang belum siap mati itu hanya menurut kepada sang pangeran ahli berburu, dia menurunkan busur dan anak panahnya dan hanya diam berdiri ditempatnya. Disana, tepat di depan kedua pengelana itu, berdiri menjulang tinggi sosok hitam kucing bertaring yang sedang mengendus dan memandangi sekelilingnya. Tak jarang, sosok besar penuh sihir itu memeking dan menyemburkan api ke arah yang di pandangnya. Dan dalam beberapa menit kemudian, kucing sihir itu kembali terbang dengan memeking nyaring menyakiti telinga orang Vitran dan pangeran Soutra yang masih mematung ditempat semulanya.
Kedua menarik napas panjang lega ketika makhluk iblis itu telah pergi dari hadapan mereka. Mereka kembali menyimpan senjata mereka dan melanjutkan langkah mereka.
"Kenapa dia tidak membunuh kita?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut sang pewaris raja Elf dengan busur masih di tangannya.
"Dia memiliki penciuman yang buruk, dia juga tidak dapat melihat kita dengan pakaian berwarna terang ini," sahut pangeran Soutra dengan langkah cepatnya. "Makhluk iblis itu hanya mengandalkan pendengaran mereka untuk berburu, makanya aku melarangmu untuk memanah makhluk itu ataupun lari untuk menghindar. karena itu akan membuatnya mengetahui keberadaan kita".
Wedden mengangguk mengerti, dia masih berjalan dibelakang sang pemandu jalan yang sudah sangat hafal dengan situasi hutan.
Sesampainya di tepi hutan, Wedden dan Ren dikegetkan dengan keberadaan seorang remaja desa yang memiliki rambut berwarna merah marun dan menunggangi keledai kecil serta membawa sebuah pedang sedang menghadang mereka, seolah dia memang sudah mengetahui kalau kedua pria ini akan melewati jalan itu.
"Disini! Aku menemukan pria cantik bersama si pria kurus!" teriak remaja lelaki itu dengan nyaring kearah lain, sepertinya dia sedang memberi kabar kepada orang desa lainnya. Sementara itu, Wedden sedikit bergumam tak suka dengan sebutan 'si pria kurus' yang tadi dilontarkan remaja berambut merah marun itu. Sebenarnya Ren juga merasakan hal yang sama, hanya saja dia memilih untuk diam dan mencermati sosok pria kecil di hadapannya ini.
Tidak lama setelah si pria muda itu berteriak tentang kehadiran Wedden dan Ren, datanglah seorang pria gagah yang memiliki tubuh lebih besar dari Ren dari arah yang tadi di teriaki si pria muda itu. Pria gagah ini tampak mirip dengan pria muda yang menaiki keledai itu, rambutnya juga berwarna merah marun dan beralis tebal, hanya saja rambutnya lebih pendek dan lebih rapi dari rambut si pria muda yang panjang hingga ke telinga.
"Selamat datang di desa kami, Pangeran.," ujar pria gagah itu seraya menundukkan kepalanya tanda hormat kepada pangeran Soutra. Sikapnya memang berbeda dengan sikap pria muda yang terlihat bandel dan susah diatur itu.
"Aku Ley Arkstone dan dia Tao Arkstone, adikku.," sambung pria gagah itu memperkenalkan sosok adiknya yang baru saja turun dari keledai dan menyeringai nakal kearah sang pangeran dan Wedden.
"Aku sedikit mengenalmu" ujar Ren dengan sedikit senyumnya kepada Ley.
Pria gagah dan adiknya itu segera membawa kedua pria pengelana menuju rumahnya di tengah desa Wakla, desa paling ujung di daerah Utara itu. Dia menyuguhkan berbagai hidangan yang dapat dimakan serta diminum oleh tamu kehormatannya. Tao, sang adik yang sedikit kurang menghargai seseorang itu tampak acuh dan sibuk memberi makan peliharannya di depan rumah. Dia samasekali tidak ingin ikut bergabung dengan kakak dan kedua tamunya.
"Rader telah memberitahuku semuanya tentang kalian, tentang siapa kalian dan apa yang menjadi tujuan kalian dalam perjalanan ini." Ley duduk dan menuangkan minumannya kedalam gelas miliknya. "Jadi, apa yang bisa kulakukan untuk membantu kalian?" tanya pria ahli pedang yang hanya tinggal berdua dengan adikknya itu.
"Kau, apa kau tau bagaimana bentuk buku pusaka Rapher?" Wedden sama sekali tidak menyukai basa basi. Dia sudah sangat penasaran seberapa hebatnya mantra suci milik leluhurnya itu.
"Aku tidak tahu, tapi menurut legenda buku itu berwarna emas pucat dan hanya terdiri dari beberapa lembar didalam isinya," Ley mencoba menceritakan apa yang dia tau.
"Menurutmu, bahasa apa yang digunakan dalam mantra itu? Kenapa hanya keturunan sang raja yang dapat membacanya?" tanya Wedden mulai muncul sifat bodohnya. Ren hanya diam, dia tidak memperdulikan pertanyaan orang Vitran itu dia hanya ingin melihat bagaimana respon si ahli pedang dari desa Wakla ini.
"Bukan bahasanya. Tetapi, jika buku pusaka itu dibuka oleh orang yang bukan keturunan sang raja Elf, maka buku itu hanya akan terlihat kosong tidak ada tulisan apapun. Dan raja Rapher telah menyelimuti buku pusaka itu dengan sihir perinya dan dia telah bersumpah diatasnya bahwa tidak akan ada seorangpun yang akan dapat membaca mantra dalam buku itu kecuali dia yang memiliki bagian dari darahnya".
***