"Hah?" Nig terkejut apa yang bar saja terjadi. Tanpa pikir panjang, dia kembali melepaskan anak panah kedanya pada Wedden.
Tuk!
Anak panah it kembali terjatuh tepat dihadapan Wedden yang belum berkedip.
Nig menyumpah serampah. Dia kembali memasang anak panah namun ditahan oleh Mod. Nig memberontak dan tetap melepas anak panahnya.
Ren menendang tubuh Wedden hingga terjatuh kesamping dan anak panah itu tertancap pada dinding di belakangnya.
Ren juga terkejut. Wedden mengerang kesakitan karena tendangan kuat pria berambut merah muda itu.
"Hentikan, Nig!" Mod menahan tubuh Nig yang hendak menghampiri Wedden yang tergeletak.
"Apa kau ingin bermain-main denganku? Hah!" sentak Nig yang membuat semua orang terdiam seketika.
Wedden berusaha untuk bangun dengan pelan.
"Kau baik-baik saja?" tanya Ren yang tidak dapat memberikan bantuan karena masih diikat erat.
Wedden menatap Ren kesal, namun pria berambut panjang merah muda itu hanya mehela napas lega setelah melihat temannya tidak cidera.
"Hey kau! Apa kau ingin celaka?" suara nyaring Ren tidak kalah menggema dibanding suara Nig. "Sudah kukatakan dia adalah keturunan Raja Peri. Dia adalah keturunan penyihir, ada kekuatan hebat dalam tubuhnya dan tidak sembarangan orang dapat mencelakainya. Apa kalian masih belum mengerti?" celoteh Ren yang diabaikan oleh Nig.
Pria berambut hitam panjang itu masih dengan amarahnya menatap Wedden. Matanya menyala-nyala, dia marah sekali dan semakin membenci sosok keriting itu.
Mod menepuk pelan bahu pimpinan mereka. Dia membawa Nig keluar juga para pasukan yang lain, hanya meninggalkan tiga tawanan yang kemudian dikunci dirumah itu.
Wedden menyandarkan tubuhnya di dinding. Dia memandangi gagang pintu dengan tatapan kosong. Tubuhnya nampak tidak berdaya dengan sesekali dia menarik napas panjang.
"Apa kau sungguh penyihir dan memiliki kekuatan dalam dirimu?" celetuk Ser yang baru saja bangun dan bersandar pada dinding.
"Entahlah … akupun tidak begitu yakin," sahut Wedden seperti tidak bernyawa.
"Lalu … kenapa kau tidak menyelamatkan diri saat ditangkap gnome hutan waktu itu?"
Wedden tidak menjawab. Ser pun akhirnya kembali diam dan membanrkan posisinya agar lebih nyaman. Luka di kakinya masih belum sepenuhnya kering, beberapa ramuan daun hutanpun masih menempel sebagai obatnya.
"Apakah aku sangat membahayakan untuk orang lain?" ucap Wedden lirih. Ren yang sedang menahan laparnya itu hanya menoleh tidak begitu minat.
"Pria itu sangat marah. Kurasa akupun akan begitu jika berada diposisinya. Tempat yang damai tiba-tiba diterjang badai kegelapan penuh sihir. Kacau sekali," oceh Wedden dengan suaranya yang masih lirih.
"Darimana kau tahu kalau tempat ini sebelumnya damai?" tanya Ren menanggapi.
"Mereka tidak pernah dikunjungi badai seperti ini sebelumnya," sahut Wedden.
"Aku yakin ini bukan yang pertama untuk mereka."
"Bagaimana kamu tahu?"
"Mereka menyelamatkan diri dengan baik. Apa menurutmu itu akan mereka lakukan saat mereka tidak tahu apa yang akan terjadi?"
"Mungkin mereka memiliki firasat yang baik," sahut Wedden.
"Ck! Kamu kenapa bodoh sekali! Kamu tidak pernah pergi ke alam bebas, makanya kamu tidak tahu bagaimana kerasnya hidup di alam liar dengan segala jenis ancaman." Ren sedikit membenarkan posisi duduknya.
"Seseorang tidak akan tahu cara menghindari dan mengobati gigitan ular, kalau mereka tidak pernah tergigit oleh ular."
Wedden mehela napas panjang.
"Berhentilah mehela napas seperti itu. Lebih baik sekarang gunakan kekuatanmu melarikan diri," ujar Ren.
"Iya aku setuju. Ayo kita menyelamatkan diri," sahut Ser yang sedari tadi menguping.
"Hey, Nak! Siapa yang memberimu ijin untuk mendengarkan?" Ren menatap Ser tajam. Ser sedkit mengerucutkan bibirnya, khas gaya bocah yang sedang kesal.
"Bukankah kau menyukai pertarungan?" tanya Wedden pada Ren.
"Aku tidak ingin mengotori tanganku dengan bertarung dengan mereka," sahut pria berambut merah muda.
Wedden mebenarkan posisi duduknya. Dia kembali mencoba fokus dan mengumpulkan semua energinya seperti sebelumnya.
Cukup lama, Wedden lalu membuka mata dan mencoba untuk melepaskan diri dari ikatan tali yang kuat pada tubuhnya.
Ren dan Ser mengamati pria kriting itu dengan seksama. Namun keduanya harus mendengkus bersamaan karena tidak terjadi apapun pada Wedden. Tali yang terikat erat masih belum terlepas, bahkan melonggarpun tidak.
Huhh!
Wedden menghembuskan napas dengan kasar. Dia lalu kembali mencoba untuk fokus dan mengumpulkan energinya.
"Argh sial! Kenapa ini tidak berhasil!" umpat Wedden yang sangat geram dengan dirinya sendiri. Tangannya sudah mulai mati rasa akibat tali yang terlalu kencang, namun dia sama sekali tidak dapat menyelamatkan diri.
Ren dan Ser kembali mendengkus dan menyandarkan tubuh mereka pada dinding.
"Menyerahlah! Tidur saja," ujar Ren yang lemas. Namun pandangannya tertuju pada sebuah belati yang tergeletak di dekat pintu. Sepertinya itu adalah milik salah satu pria berjubah hitam yang terjatuh dan tertinggal.
Segera saja Ren mencoba untuk berdiri dan mendekati belati itu. cukup sulit untuk memotong tali yang mengikat tubuhnya sendiri.
Dengan sangat hati-hati dan mengangkat kepalanya, Ren mencoba untuk memotong tali yang melingkar pada tubuh bagian atas.
"Kurasa aku bisa membantu jika kau melepaskanku terlebihdulu," celetuk Wedden yang memperhatikan tindakan Pangeran Soutra.
Ren sedikit mengintip dengan sebelah matanya. Dipandanginya Wedden dan Ser yang kedua tangannya juga terikat kencang hingga ke tubuh. Lalu dia memperhatikan belati di tangannya.
Untuk sesaat dia mengutuki dirinya sendiri yang menjadi bodoh.
Benar perkataan Wedden. Seharusnya mereka saling bantu dalam dituasi seperti ini. Ren membantu memotong tali pada Wedden, lalu setelahnya Wedden akan membantu Ren. Karena jika hanya memikirkan diri sendiri, dia akan sangat kesulitan.
Ren mendekat pada Wedden, begitu juga dengan Ser yang sangat mengharapkan untuk dapat segera pergi dan terbebas dari penawanan ini.
Tidak berhasil.
Ketiga pria itu mengumpat bersamaan saat mengetahui kalau belati itu tidak lagi tajam. Membutuhkan waktu yang sangat lama hanya untuk memutus satu bagian dari tali yang melingkar erat.
"Kenapa kau tidak dapat menggunakan kekuatanmu!" geram Ren.
"Aku tidak tahu. Kenapa kau menyalahkanku!"
"Lalu apa aku harus menyalahkan bocah ini?" ujar Ren yang menarap Ser.
"Hey kenapa aku juga? Kita ditawan bersama, tentu salah bersama." Sahut Ser nyaring. Bocah itu sangat tidak terima dengan tatapan Ren.
"Kamu kenapa mencuri mahkota itu?" tanya Ren yang dengan cepat mengganti topik pembicaraan.
"Aku membutuhkan uang."
"Jika membutuhkan uang, kau harus bekerja. Kenapa kau mencuri? Apa kau bodoh dan tidak memiliki suatu keahlian apapun?"
"Kami miskin," ujar Ser lirih yang membuat suasana menjadi lebih hening. "Aku dan keluargaku membutuhkan uang untuk hidup kami yang tidak kunjung makmur. Hasil kebun dibeli murah oleh pihak kerajaan, sementara kebutuhan juga banyak termasuk modal untuk kembali berkebun. Para orang kerajaan semakin kaya, mereka juga selalu makan makanan yang segar, namun kami semuanya sangat menderita."
"Kau membalas dendam?" tanya Ren.
"Tidak. Aku hanya ingin membuat raja merasakan kehilangan."
Ren dan Wedden diam menyimak.
"Keluargaku, mereka tewas karena kekurangan makanan sehat dan harus bekerja sangat keras. Ayah dan ibuku sakit-sakitan, adikku … dia harus mengonsumsi air biasa padahal dia masih balita."
Ren mengerutkan dahinya.
"Kasihan sekali," ujar Wedden yang menghayati.
***