Chereads / Yakin Karena Istikharah / Chapter 8 - Konyol

Chapter 8 - Konyol

Malam yang dingin banyak membuat insan terlelap dengan kenyamanan dalam tidurnya. Lupa bahwa ada yang menunggu untuk sedikit menambah amal. Tahajjud adalah salat malam yang istimewa namun sering di sia-siakan, banyak manusia yang lalai.

Rahman terbangun ia salat dan mengaji di lain ruangan, karena tidak ingin membuat Nada terbangun. Setelah selesai salat tahajut 4 rokaat 2 salaman, di lanjut dengan solat tasbih, salat yang lama karena membaca tasbih di setiap gerakan solatnya, lalu salat witir 3 roka'at 2 salaman.

Rahman kembali ke kamar, ia berbaring menghadap ke Nada, menelan ludah, lalu melihat kecantikan istrinya saat tidur, ia hanya memandangi wajah ayu, putih, bersih, merona.

"Mas jangan melihatiku..." Nada masih dalam pejaman matanya. Rahman mengamatinya.

"Mas!" Nada membuka mata yang masih terang, dengan menatap Rahman.

"Wuh!" Rahman sangat terkejut." Mata jernih, kau belum tidur?" Rahman duduk.

"Sebenarnya dari tadi aku tidak bisa tidur, aku sering terjaga setiap waktu," ujar Nada tentang dirinya.

"Mari kita berseru-seru." Ajak Rahman, mengulurkan tangan.

"Mas, aku M. Mas mau ngapain?" Nada sangat deg-degan sampai keringatnya mulai keluar dari pori-pori.

"Fikiranmu jangan mesum dong. Ayo!" Rahman turun dari ranjang, Nada duduk dan mengikuti langkah Rahman, mereka berjalan dan berjarak, Rahman menoleh dan kembali ke Nada, Rahman menarik tangan Nada dan menggandengnya, mereka berjalan bersama, mata Nada tak henti tertuju pada Rahman, ia merasa tenang di kala ada yang menggenggam tangannya. Rahman memperat genggaman tangan itu.

Langkah demi pangkah menuruni anak tangga, Nada masih terus memang suaminya.

"Lihat ke arah jalanmu, nanti..." Rahman faham jika istrinya tak henti memandanginya.

"A ... ya Allah." Kaki Nada terkilir. "Sakit." Tanpa berkata Rahman langsung membopong Nada. Rahman menuruni anak tangga, ia terlihat santai dan tak merasa keberatan.

Perasaaan hati Nada tak bisa dikatakan. Nada sudah merasakan cinta dari Rahman. 'Perasaanku kacau, aku tak ingin melepas pandanganku.' batin Nada.

"Makanya lihat jalan jangan memandangiku," tegur Rahman mengajak Nada ke teras belakang rumah, mata Nada terbuka lebar melihat hiasan, di taman yang tersembunyi, kolam renang ukuran 3x3 meter, bunga mawar yang terjejer, bunga matahari, bunga anggrek di samping kursi panjang bercat putih.

"Hanya kau yang tahu tempat ini, bahkan ibu saja tidak pernah kesini," jelas Rahman yang menurunkan Nada di kursi panjang, ia duduk di samping Nada.

"Lihatlah ke atas," suruh Rahman menekuk dan menyatukan jari-jarinya kedua tangannya ke belakang lalu dan jadi penyangga kepalanya, ia menikmati hiasan langit yang sangat indah. Nada juga ikut memandang ke langit.

Bintang- bintang sangat terang, bulan sabit memberikan sinarnya, jarang sekali sepasang kekasih berduan di tengah malam.

"Ada satu hal yang ingin ku katakan, agar kita saling kuat dan percaya tanpa kecewa." Rahman menoleh ke Nada, Nada juga menatapnya.

"Apa Mas?" Nada mengigit bibir yang bawah.

"Jika aku dan kamu saling mencintai, biarkan aku dan kamu seperti ini, tiada yang perlu di rubah, menjadi diri sendiri dan mencintai apa adanya, agar aku atau kamu tak kan kecewa, ketika salah satu dari kita tidak seperti di inginkan, sikap, sifat, tingkah laku, kita harus memahami itu dan saling mengerti." Tangan Rahman menggenggam tangan kanan Nada, hati Nada berdesir dengan diiringi detak jantung yang terus berdebar.

"Karena aku faham hati wanita selalu ingin di mengerti dan pria sering tak peka dengan keinginan itu, aku sering acuh, dan kamu harus biasa," tegur Rahman, Nada tersenyum.

"Saling mengerti, memahami bukanlah hal yang mudah, tapi kita harus saling belajar." Lanjutnya Nada hanya mengangguk-angguk.

"Aku akan berusaha dan berjuang, agar rumah tangga kita utuh." Singkat Nada yang menumpukkan tangan kirinya di atas genggaman Rahman.

Rahman tersenyum,

"Sepupuku akan menikah, mungkin kau mengenal Reza mungkin juga adik kelasmu saat di MTS."

"Reza Maflevi?" tanya Nada. 'Kasian Raina, kandas dan retak hatinya, di cari adonan semen untuk merekatkan hati yang retak. Adikku semoga kau di jodohkan dengan pria baik.' batin Nada bengong, ia sedikit syok.

"Iya, dia udah pacaran selama 4 tahun sama anak desa tetangga, aku tak suka dengan gadis urakan itu, tapi yang menikahkan bukan aku jadi aku oke-oke aja," lanjut Rahman.

"Jadi, Reza masih saudara?" Nada masih tak percaya dan raut wajahnya bingung.

"Ia, dia sepupuku, dulu waktu kecil kami sering main bersama, dan akhirnya aku ke Jawa dia ke Makasar, sekarang jadi dokter di kota, bisa jadi ayah yang merawat Reza." Rahman melihat wajah konyol istrinya yang melonggo, ia tertawa, lalu menaikkan dahi Nada hingga tertutup rapat mulut yang terbuka itu, Nada langsung grogi.

'Nada ini memalukan bagaimana bisa melonggo di hadapan suami, pasti sangat jelek. Apa mungkin Raina dan Reza bertemu, aduh UGD bisa-bisa, rasa berharap tumbuh lagi.' batin Nada.

"Nada ...." suara aneh terdengar dari Rahman, yang terdengar tegang dan gugup, Nada merinding. "Astagfirullah, Nada ...." Rahman menarik bahu Nada dan bersembunyi dia merunduk di pundak Nada, Nada mulai merinding, bulu tanganya berdiri, lehernya terasa ada yang meniup, Nada memeluk erat Rahman sangat ketakutan,

"Mas, ada yang meniup leherku," bisik Nada dengan suara bergemetar, Rahman semakin mempererat pelukannya, tapi ia sadar tangannya berada di pundak Nada, Rahman langsung menyembuyikan tangannya di tengah-tengah pelukannya.

"Masih ada yang meniupnya?" tanya Rahman dengan suara pelan, rasa deg-degan tak karuan, udah dingin ada sesuatu pula.

"Iya Mas, memang Mas tadi lihat apa?" Nasa berkata pelan, sambil melirik kesana kemari, intuk memastikan sesuatu.

Rahman mengangkat kepalanya sebentar.

"Masya Allah! Masih ada, Astagfirullah, Astagfirullah," Rahman bersembunyi lagi, dan tambah membuat mereka merinding.

"Mas sebenarnya lihat apa sih?" Nada takut tapi penasaran, Nada menantang diri mencoba mencari apa yang di lihat suaminya.

"Barang putih, berayunan." Jawaban Rahman dengan suara mengerikan.

"He ..." Nada memeluk erat suaminya, "Mas mari masuk, kita lari," kata Nada mengajak suaminya.

"Seharusnya tidak boleh takut, takut hanya kepada Allah SWT, Tapi ini menyeramkan," Rahman mengangkat tubuhnya menggenggam erat tangan Nada.

"Ayo lari ...." Rahman sudah mengambil ancang-ancang dan bersiap untuk kabur, Nada akan berdiri tapi kakinya masih sakit karna terkilir tadi.

Rahman kembali duduk. "Katanya mau masuk rumah, ayo, dari tadi barang putih besar itu menghadap ke kita lhoo," kata Rahman semakin gelisah dan terus menggosok tangan kanannya ke lengan kirinya.

"Mas sih, masih jam 02:00 ngajak keluar," Nada sedikit kesal karena rasa takut.

"Kau mau memastikan barang putih bergelantungan itu apa?" tanya Rahman ingin Nada melihat hal yang menyeramkan itu, Nada menelan ludah karena takut, ia menoleh dan mencari.

"Astagfirullah," Ia bersembunyi di pundak Rahman. Ia sangat ketakutan.

"Tunggu, itu pohon nangka 'kan?" Rahman memberanikan diri untuk mengamati yang di kira hantu.

"Mas, itu nangka yang di bungkus dengan karung putih." Nada memastikan.

"Kita bodoh, Astagfirullah, kita takut dengan buah nangka, Masya Allah... hehehe," ucap Rahman menyesali tingkahnya, mereka saling menatap dan tertawa terbahak-bahak.

"Ayo masuk," ajak Rahman, ia udah berdiri.

"Gendong," pinta manja dari Nada.

Rahman tersenyum dan faham jika kaki Nada masih sakit, lalu membopong istrinya. Berjalan dan memasuki rumah.

"Nada." Rahman kembali dengan wajah tegang. Nada kembali merinding, ada sesuatu yang melingkar di kaki Rahman, Rahma, lari dengan menggendong Nada, Nada semakin erat berpegangan di pundak suaminya.

Setelah di dalam rumah, "Apa yang menempel di kakiku?" Rahman menurunkan Nada di sofa, "Apa ini," kata Rahman tak berani melihat kakinya, Nada melihat ada rumput kering yang melingkar di pergelangan kaki Rahman. Lalu menarik rumput itu, dan ia tertawa lepas, Rahman bernafas lega, ia duduk menjatuhkan tubuhnya di samping Nada dengan lemas.

"Malam ini sangat parno, gara-gara masalah sepele yang membuat bulu merinding." Keluhnya, Nada menahan tawa, Rahman tertawa melihat Nada yang ngumpat tawa sampai pipinya merona.

Sangat konyol.

Bersambung