Alam cerah dan tak mendukung perasaan hati, Raina masih merasakan sesak di hatinya ia lembali ke Rumah Sakit. Berjalan tanpa semangat sambil bergumam dengan nyanyian.
"Rayu merayu, bujuk membujuk, aku tak tau aku jemu ..." Lagu Malaysia jaman dulu yang berjudul Risipi Berkasih.
Ia merasa sangat merana, ia masih malu dan sakit hati. 'Tidak mungkin dan tidak bisa aku percaya, jika harus menikah dengan adik dari orang yang aku nanti selama ini. Kenapa situasiku sangat rumit tak berujung, Ibu yang seharusnya mengerti dan bisa jadi teman anaknya, malah egois dan sangat matre, ah,semoga mbak Nada bahagia. Huh...,' Riana berdiri di depan pintu, melihat Hanif yang mulai ngobrol dengan bapaknya, Raina bersembunyi di balik tembok.
"Kamu dari mana? Sudah menikah?" tanya Mahfudz pada Hanif yang memeriksa tensi.
"Saya Jabar Pak, kakak kelas Raina, dan belum menikah." Hanif menjelaskan, Mahfudz tersenyum.
Raina tidak mau menguping. 'Semua bisa menjadi teman bapak, kecuali orang yang ku harapkan sebagai Imamku, tolong Raina hentikan perasaanmu yang hanya sepihak sebelum kamu terluka semakin parah. Cinta tak terbalas sangat menyakitkan, kenapa aku tak bisa mengerem padahal Kak Reza selalu cuek dan tak PHP, tapi cueknya itu membuat aku tambah lope-lope. Ini sangat tragis.' Raina duduk lalu main game ular tangga.
Berbeda dengan Nada yang berbunga-bunga. Rahman datang sambil memainkan ponselnya, ia tertawa sendiri tanpa merespon istrinya, ia sudah berpenampilan keren walau hanya dengan kaos abu-abu.
Rahman akan duduk di kursi ruang makan, ia menatik kursi lalu duduk gara-gara fokus dengan hp ia kurang mundur duduknya, hingga terjatuh, Nada menahan tawa, Rahman hanya memandang istrinya.
"Sakit malah di ketawain." Keluhnya, Nada datang dengan sayur bening bayam dan jagung, ia juga membawa tumis cumi-cumi. Setelah meletakkan makanan ia mengulurkan tangan kepada Suaminya, Rahman menerima tapi malah menarik tangan Nada, sampai Nada jatuh di atas tubuhnya.
"Aduh. Dor! Kalau beginian tidak bisa di sensor." Datang pemuda keren dengan kaos hitam dan kemeja putih langit, yang bersandar di pintu. Menikmati tontonan romantis pengantin baru.
Nada dan Rahman terkejut mereka segera berdiri dan membersihkan baju dari debu.
"Masuk Fadil, Mbak Nada sudah masak nih, ayo makan, ini Fadil adiknya Reza sepupuku juga, dia sering kemari
walau hanya main Game," kata Rahman, Nada menganguk lalu kembali ke dapur, Rahman bersikap agar tidak canggung. Fadil mendekat ke meja makan dan mencicipi makanan Nada.
"Enak banget." Fadil menarik kursi dan ikut makan. "Mas, setelah ini kita mengambil cenggeh di Toli-toli, harganya melonjak lancar terus rejekinya." cuplik Fadil, Nada datang dengan setoples rempeyek.
"Mbak, ini enak mbak, enak banget suami istri pinter masak ya di sini. Di sebelah kadang hambar kadang keasinan, parah mbak Sarah masakannya tak enak," ejek Fadil yang terus makan cumi-cumi tanpa nasi.
"Pagi-pagi jangan nyajak Gibah," tegur Rahman yang mengambil nasi.
"Ada kabar buruk, emak menjodohkanku dengan adik Mbak Nada, namanya Raina," ceplos Fadil yang lalu mengambil nasi, Nada terkejut dan melamun, fikiranya tak bisa berkutik, ia terdiam di tempatnya.
'Kasian Raina berhenti kuliah untuk Bibi malah sekarang Bibik memaksanya menikah dengan adik orang yang di cintainya,' batin Nada.
"Raina?" Rahman memandang Fadil, Fadil sangat santai menikmati makanan buatan Nada.
"Iya, kata Emak nikahnya bareng sama kak Reza, biyayanya biar gak keluar banyak. Apa tidak keterlaluan, aku nikah nggak mewah juga tak apa. Tapi ini pemaksaan, Aku benci. Mbak Nada." Tiba-tiba Fadil memanggil dan menyadarkan Nada.
"Iya." Nada kembali ke meja makan dengan air putih.
"Raina cantik dan polos, aku suka, tapi aku lebih suka yang hot." Ucapan Fadil yang nakal, Rahman Menceples pupunya. Tingkahnya sangat beda dengan Reza.
Fadil giat bekerja di kebun dan hanya lulusan SMA. Dan Reza sosok yang pendiam dan serius, juga suka petualangan.
Ponsel Rahman berdering, Rahman mengangkat nomer yang tak di kenal.
"Halo, Assalamu'alaikum," jawab Rahman menatap nomer asing.
"Wa'alaikumsalam ini aku, Mas Rahman, Farhan, saya ingin bicara dengan Mbak Nada," jelas Farhan, Rahman memberikan pada Nada.
"Farhan," kata Rahmat yang kembali makan dan ngobrol dengan Fadil.
Nada menjauh. "Halo, Assalamu'alaiukum."
"Wa'alaikumsalam, Mbak aku ada masalah, aku di tuduh mencuri, aku dapat hukuman. Mbak maaf, apa bisa membantuku," kata Farhan mengejutkan.
"Astagfirullah. Kok bisa?"
Farhan Ustadz muda di pondok pasti ini hanya fitnah, Nada yakin dan percaya. "Ya Allah apa lagi ini. Di hukum apa?" tanya Nada yang mulai resah.
"Aku sudah di gundul, dan harus membayar denda, satu juta, Mbak." Jelasnya, Nada terkejut menutup mulutnya.
"Astagfirullahhal'adzim, Mbak tidak punya uang segitu Han, kok bisa sebanyak itu?"
"Aku di tuduh mencuri hp, hp santri putri barang kali dia balas dendam karena kemarin aku dan santri lain mengejeknya. Ya aku diam mereka yang mengatai gadis itu, namanya Lisa anak Desa Barat. Aku mengulang ngaji adiknya, namanya Anis dan entah kapan hp itu ada di tas ku rusak pula, maka dari itu aku harus mengganti," jelas Farhan membuat Nada pusing.
"Mbak coba bicara sama Mas Rahman dulu ya. Mbak tidak punya uang jika tidak meminta. Dan Bapak masih di rumah sakit."
"Apa! Kok bisa. Oh ya tadi Mbak Raina bilang di Tinombo." Farhan terkejut karena belum tau.
"Jarak Pondok dekat dengan rumah tapi kamu sibuk di pondok, udah dulu nanti Mbak ke Pondok." Nada menutup telpon.
Di Pondok ada yang menetap seperti Farhan, ada pula yang selesai ngaji pulang, seperti Santri gadis.
Nada melihat Fadil, ternyata sudah pergi.
"Maaf Mas ada masalah." Nada mendekat ke suaminya yang sedang minum.
"Apa?" Rahman meletakkan gelas, lalu menghadap ke Nada yang merunduk.
"Farhan dapat hukuman karena di fitnah mencuri," jelas Nada dengan suara pelan
"Ah, belum apa-apa udah ada kasus. Keluarga bermasalah!" sahut Sarah yang tak tau muncul dari mana. Nada menoleh dan ia merasa takut.
"Kamu itu lho ratu kasus, pergi sana ngapain juga pagi-pagi udah kemari!" bentak Rahman yang mengusir Sarah.
"Salahkan Fadil gara-gara dia bilang masakan Nada lebih enak, aku jadi di suruh belajar masak ke Nada," jelas Sarah yang berjalan ke arah Nada dan Rahman duduk.
"Oke, aku ada keperluan dan istriku bukan guru masak. Jadi nanti aku yang akan menjelaskan ke Bude. Udah pergi sana," sikap jutek Rahman membuat Sarah kesal dan pergi.
Nada merunduk matanya memerah.
"Sudahlah, ayo kita pergi bersama ke Pondok habis itu kita jalan-jalan ke kebun Cengkeh, cepat mandi dan siap-siap, aku ingin melihat kamu cantik," kata Rahman menenangkan Nada, Nada beranjak, Rahman juga berdiri, menyisakan ciuman di pipi lalu pergi tanpa expresi, Nada tersenyum malu ia berlari ke kamar untuk bersiap.
Bersambung.