Chapter 37 - Abu

"Tak ada yang tergantikan di dunia ini! Semuanya berarti!"

Teriakkan Helen menyebar dengan liar ke seluruh penjuru gereja yang hampir runtuh. Entah apa yang akan terjadi jika ia mengeluarkan seluruh kekuatannya di sini saat ini, karena dampaknya akan sangat buruk untuk dirinya, juga Milo yang berdiri di belakangnya.

Atau entahlah, Helen tidak yakin.

Gereja ini terlalu luas dan malah hampir menyerupai labirin. Akan tetapi dia harus bertahan. Tinggal beberapa menit lagi hingga matahari terbit, Helen harus menahan boneka sialan itu, atau nyawa kekasihnya menjadi taruhannya.

"Kau dan aku tahu, manusia seringkali melakukan tindakan yang sia-sia, hanya karena mereka ingin melakukannya. Dan situasi ini adalah buktinya. Mereka memainkan permainan pemanggilan arwah, karena rasa penasaran yang tak jelas." Ujar boneka wanita yang hidup itu sambil menyeringai seram. "Lebih baik kau serahkan dia padaku. Tak ada gunanya melawan. Meski kau bisa menahanku hingga matahari terbit, aku tetap tidak akan mati. Matahari hanya mengusirku ke dunia asalku, dan saat kembali ke sana, aku bisa bersantai seperti biasa lagi."

"Heh! Dia ini pacarku idiot! Tidak mungkin aku membiarkannya mati saat aku masih bisa melindunginya!"

"Tapi... kau itu cewek loh... " Ujar boneka itu. Dari sepertinya tidak setuju dengan argumen Helen. "Harusnya cowokmu yang melindungimu. Bukan malah sebaliknya."

"Dan kau itu setan jahat!"

"Dan kau benar-benar manusia yang sangat bodoh." Balasnya. "Menggunakan kekuatan dari sang Api, padahal kau itu hanya manusia biasa."

"Kan, yang punya kekuatan itu aku, bukan dia, jadi nggak masalah kan?" Kata Helen sambil kembali mengangkat tangan kanannya ke depan dada, dan garis-garis di sekujur tubuhnya juga ikut berpendar memancarkan warna jingga layaknya nyala api. "Ugh!" Tiba-tiba Helen merasakan seluruh tubuhnya seperti terkena sengatan listrik, tapi dia terus menahannya, dan tetap tersenyum.

"Hmm? Apa... yang ingin kau lakukan?" Tanya si boneka sambil menatap tajam Helen. "Jangan bilang... "

"Yah, kau pasti tahu kok." Kobaran api tiba-tiba muncul di atas telapak tangan Helen dan membentuk sebuah bola. Dan lama kelamaan, api itu terus membesar sampai-sampai hawa panasnya membuat keringat mengucur deras membanjiri tubuh Helen dan Milo. "Aku sadar, aku nggak akan bertahan sampai pagi... jadi, menciptakan matahari adalah pilihan terbaikku saat ini."

"Hnggghhh!"

Helen langsung menoleh ke belakang setelah mendengar suara itu.

Kekasihnya, Milo, mencoba untuk mengatakan sesuatu. Tampak dari wajahnya, kalau lelaki itu jelas sudah dilahap rasa putus asa dan ketakutan. Tapi, suaranya tidak mau keluar. Ia bahkan mencekik lehernya sendiri karena kesal dengan situasi yang dialaminya.

"Berarti ini saatnya ya?" Helen bertanya sambil menyunggingkan senyuman penuh arti. Pakaian gadis itu juga ikut terbakar. Tapi tekad Helen sudah bulat. Ia harus mengakhiri ini sekarang. "Kau ingat kan? Kalau kontrak itu akan membuatmu tak dapat berkata-kata, jika aku akan menghadapi kematian."

Wajah Milo menjadi pucat pasi saat mendengar perkataan Helen.

"Hngh! Hngh!"

"Maaf ya, Milo, karena selama ini aku sudah menjadikanmu umpan untuk memancing si keparat ini. Tapi, aku cinta kok sama kamu. Dan saat setelah ini selesai, jangan lupa ambil bayarannya oke? Kalau nggak salah, harga dari dosa setan yang satu ini bisa sampai tiga miliar loh. Jadi, kau bisa menggunakan uangnya untuk membayar sekolahmu juga."

Milo langsung jatuh berlutut, dan dia mulai menangis.

"Baiklah. Tolong rawat ibuku ya, Milo." Helen kembali mengarahkan pandangannya ke arah si boneka yang telah membunuh semua teman sekelas Milo, dan bersiap mengakhiri semuanya. "Jati diriku datang darimu, wahai Api. Dan kini, aku telah memenangkan pertarungan melawan kenyataan, masa depan yang kau tunjukkan, dan juga masa lalu yang kutinggalkan."

Bola api yang tadinya hanya sebesar bola voli, perlahan-lahan mulai berubah menjadi semakin besar hingga menyamai ukuran sebuah mobil, dan bersamaan dengan itu, garis-garis bak urat yang terukir di permukaan kulit Helen juga berpenjar makin terang.

"Tunggu!" si boneka melesat dengan cepat menuju Helen.

Namun semuanya sudah terlambat.

"Jadi, aku memohon maaf padamu, karena aku akan mengembalikan semuanya kepadamu dua kali lipat, bersama dengan jiwa dan ragaku!" Helen kembali berbalik menatap sang kekasih. "Maafkan aku juga, Milo, dan selamat tinggal."

Cahaya menyilaukan yang terpancar dari bola api memaksa semua orang menutup mata, tanda bahwa api raksasa itu telah meledak dan menghamburkan ombak api ke segala arah, serta membakar segalanya.

"Jangan... kumohon... jangan ambil dia dariku... "

Saat api padam, satu-satunya makhluk yang masih berdiri di sana hanyalah Milo seorang. Tak ada satupun luka bakar maupun goresan yang tertoreh di tubuhnya. Tapi, pandangan matanya yang penuh nestapa terpaku pada seonggok abu di lantai yang tadinya telah mempertaruhkan nyawa demi melindunginya.

Abu itu adalah apa yang tersisa kekasihnya, Helen.