Chereads / Everything Can Be Something / Chapter 12 - Bagian Dua Belas : Situasi Aneh

Chapter 12 - Bagian Dua Belas : Situasi Aneh

~~~

Ravi memegang tangan Herman yang sedang tak sadarkan diri. Dengan wajah datarnya, ia hanya terdiam memperhatikan keadaan Herman yang dipenuhi berbagai macam peralatan kesehatan di wajahnya.

"Ravi?" panggil Halimah, ia kembali dan membawa beberapa makanan lalu menyimpannya di atas meja.

Seketika wajah Ravi berubah, ia menoleh ke arah Neneknya yang berjalan menghampirinya. Ia berdiri demi mempersilakan sang Nenek untuk duduk di kursinya.

Halimah bersiap untuk duduk namun saat itu ponsel di tasnya terdengar bersuara, ia pun mengundurkan niatnya dan kembali duduk di sofa lalu mengangkat panggilan itu.

Ravi memperhatikan Halimah lalu ia menganggukkan kepalanya saat Halimah berpamitan dan pergi ke luar ruangan. Ia kembali duduk di kursinya.

Malam tiba, Ravi pulang ke rumahnya dan Widya bersama Reza datang mengunjungi Herman di rumah sakit. Widya berusaha menahan air matanya saat ia melihat sang ayah terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang rumah sakit.

"Papa belum sadar sejak tadi?" tanya Widya.

"Sore tadi Papa terbangun, sekarang Papa sedang beristirahat, kamu tidak perlu khawatir," ucap Halimah. Ia mengelus punggung putri pertamanya itu.

Reza ke luar dari ruangan begitu mendapatkan panggilan dari seseorang. Alisa yang meneleponnya, mengatakan ia akan mengunjungi Herman. "Hmm, nanti aku tunggu di pintu masuk, Alisa!" ucapnya.

Ravi kembali untuk mengambil barangnya yang tertinggal, tanpa sengaja ia berpapasan dengan Reza dan mendengar percakan singkatnya barusan di telepon. "Bukankah ini masalah pribadi keluarga kita? Jangan bilang, lo ajak pacar lo ke sini?"

Reza menoleh ke arah Ravi, ia kemudian mengantongi ponselnya dan menghela napas malas. Ia perlahan menyunggingkan senyumannya, "kenapa? Karena lo gak bawa Sabila, jadi gue gak boleh bawa pacar gue ke sini, gitu?" ucapnya sinis.

Tanpa menjawab, Ravi berjalan menabrak tubuh Reza dan kembali masuk ke ruang perawatan sang Kakek. Reza terkekeh tak percaya dengan tingkah laki-laki yang bahkan lebih muda darinya itu.

Sementara, Salma kembali duduk di meja kerjanya setelah ia menyeduh kopi barusan. Hampir seluruh pegawai sudah pulang, hanya ia dan Rania yang masih berfokus pada kompuer di hadapannya.

Rania meregangkan tubuhnya, ia kemudian membereskan barang-barangnya, "Mbak Sekre, gue pamit pulang duluan ya," ucapnya.

"Hmm! Hati-hati," ucap Salma yang hanya fokus pada layar monitornya. "Jadi sekretaris sesibuk ini ternyata," gumamnya pelan.

"P-permisi..."

Salma tersentak kaget ketika seorang wanita setengah paruh baya berlari ke arahnya dengan napas yang masih terengah-engah. Ia dengan cepat berdiri dan menghampiri wanita dengan rambut dicepol itu, "kenapa Bu? Ada yang bisa dibantu?" tanyanya yang ikut gelisah.

Dengan deru napas yang masih belum stabil, "P-Pak Daniel, dia dimana?"

"Pak Daniel? Dia di ruanganya, ada apa ya?" panik Salma.

"Alden kejang dan sekarang sedang di mobil, d-dan..."

"Ehh? Kejang?" kaget Salma lalu ia berlari dengan cepat menuju pintu ke luar perusahaan, "anak kejang kok ditinggal sendirian?" ucapnya yang berlari tak karuan lalu ia berhenti di resepsionis, "panggil Pak Daniel!"

Salma membuka pintu mobil belakang dan terkejut melihat seorang anak kecil yang sudah tak sadarkan diri dengan mata yang terbuka dan bibirnya mengeluarkan darah. Ia memangku anak laki-laki itu dan merasakan betapa panasnya suhu tubuh anak itu. Ia dengan susah payah melepaskan jas yang dikenakannya dan menempatkan kain itu di bibir Alden agar anak itu tak melukai bibirnya lagi.

Ia menepuk-nepuk pipi anak itu, "A-Alden? Alden? Kamu dengar? Alden?" ucapnya.

Daniel dengan cepat ke luar dari lift dan berlari menuju wanita paruh baya yang merupakan pembantunya itu, "dimana Alden?" ucapnya panik.

"D-dia di mobil," jawab wanita paruh baya itu.

Daniel tak bisa berpikiran jernih, ia berlari sekuat tenaga dan membuka mobil yang terparkir di depan perusahaannya. "Salma?"

Salma menoleh ke arah Daniel, "tunggu apa lagi? Cepat nyalakan mobilnya?!" ucapnya agak berteriak.

"Bu, tolong kembali ke rumah dengan sopir dan bawa baju-bajunya Alden, saya pergi duluan," ucap Daniel lalu ia segera mengendarai mobil itu dengan kecepatan penuh. Sesekali ia menoleh ke belakangnya dan nampak Salma yang sedang memeluk putranya yang tengah tak sadarkan diri.

"Pak Daniel, tolong fokus menyetir saja!" ucap Salma.

Mendengarkan ucapan Salma, Daniel berusaha menjernihkan pikirannya dan berusaha menyetir dengan cepat. Sepuluh menit berlalu, Daniel memukul stirnya kesal karena kemacetan yang terjadi. "Kenapa? Kenapa harus sekarang?" geramnya.

Salma melirik ke arah luar melalui jendela mobil, tinggal beberapa langkah menuju rumah sakit. "Pak, tolong buka pintu mobil!" pintanya.

Daniel menoleh ke belakang, "sebentar lagi sampai-"

"Saya bisa berlari dari sini," ucap Salma, "tolong..."

Setelah pintu mobil terbuka, Salma dengan cepat berlari menuju rumah sakit. Ia yang hanya memakai rok pendek dengan kaos polos putih berusaha mengalahkan dinginnya hawa malam itu dengan kedua tangannya yang memeluk erat anak berusia 4 tahun setengah sadarkan diri yang terus menggertakkan giginya. Tanpa sadar, air matanya mengalir.

"Ada apa ini?" tanya seorang suster yang melihat kedatangan Salma.

"K-kejang,"

Suster itu menunjukkan jalan kepada Salma dan menyuruhnya untuk membaringkan Alden di ranjang yang sudah tersedia. "Sudah berapa lama?"

Salma yang baru membaringkan tubuh Alden hanya menggelengkan kepalanya perlahan, "mungkin kurang dari satu jam," ucapnya dengan ragu.

"Kami akan menanganinya, tunggu sebentar," ucap seorang dokter laki-laki yang baru tiba, "cepat ambil sample darahnya!" ucapnya pada seorang suster dan ia langsung memeriksa Alden.

Daniel dengan napas yang tak stabil baru tiba dan berdiri di samping Salma. Ia melirik Alden sang putra dan langsung mengalihkan tatapannya ke arah lain. Ia beberapa kali menelepon seseorang namun tetap tak mendapat balasan.

Kini, Daniel dan Salma berada di luar ruangan. Daniel hanya menggosok-gosokkan kedua tangannya sambil mondar-mandir, sementara Salma hanya terduduk di bangku dan terdiam.

Dokter ke luar dari ruangan, "kalian sudah bisa masuk sekarang," ucapnya. "Salah satu dari kalian bisa ikut saya?"

"Biar saya yang jaga Alden," ucap Salma.

Daniel menganggukkan kepalanya lalu ia mengikuti langkah dokter yang sudah berjalan mendahuluinya. Meski begitu, ia tetap berusaha menghubungi seseorang dengan ponselnya.

Salma berjalan perlahan menghampiri Alden yang hanya terbaring lemah, "Alden?" panggilnya dengan pelan.

"Permisi Bu, ini pakaian yang tadi digigit oleh anak ini," ucap suster itu sembari menyerahkan jas biru muda kepada Salma. "Sekarang, Ibu bisa tenang karena semuanya sudah baik-baik saja, saya permisi," ucapnya sambil tersenyum dan berlalu dari hadapan Salma.

Salma mengangguk setelah ia menerima jasnya kembali, ia duduk di hadapan Alden dan mengelus kepala anak itu sekilas, "kamu gak apa-apa?"

Namun, anak laki-laki yang terbaring itu hanya melirik ke segala arah dan terdiam lemah.

"Alden..."

"Yah... A-Ayah... dimana?"

"Ayah? Ayah kamu..."

"Ayah di sini, Nak!" ucap Daniel setelah ia menutup pintu dengan perlahan dan menghampiri sang putra yang terbaring namun tersenyum begitu melihatnya. Daniel memangku Alden, membantunya untuk duduk. "Kamu gak apa-apa 'kan sekarang? Ada Ayah juga di sini," ucapnya.

Alden menggelengkan kepalanya dan tersenyum.

"Salma? Jas kamu..."

Salma hanya terkekeh, "kenapa dengan jas saya? Pak Daniel harusnya khawatirin Alden," ucapnya sambil tersenyum. "T-tapi, saya mohon permisi sebentar, ya?"

"Ahh i-iya silakan, Salma," ucap Daniel.

Di depan rumah sakit tempat Herman dirawat, Rangga masih berada di mobilnya. Ia ragu untuk menginjakkan kaki di sana, apalagi ia mendengar jika semua keluarga sudah bergantian menjenguk Herman, hanya ia yang belum.

Matanya menyipit melihat seorang gadis berambut panjang yang tak asing memasuki rumah sakit, "Alisa? Dia ngapain di sini?" herannya.

Setelah segala pertimbangan, ia memarkirkan mobilnya dan berjalan memasuki aula rumah sakit. Ia berjalan menuju ruangan Kakeknya dan tak sengaja berpapasan dengan seorang wanita yang menarik perhatiannya.

Salma berjalan menuju toilet rumah sakit dengan kepala yang menunduk karena ia sedang berusaha membersihkan jasnya yang terkena bercakan darah akibat gigitan Alden selama kejang tadi. Setelah beberapa langkah berlalu, ia terdiam dan membalikkan badannya. Nampak terdiam dan berusaha mengingat siapa laki-laki yang baru saja berpapasan dengannya. Ia kemudian menggelengkan kepalanya dan kembali melanjutkan perjalanannya.

"Salma Natalina?" gumam Rangga lalu menghentikan langkahnya. Ia membalikkan badannya namun wanita berkaos putih itu sudah hilang dari koridor. "Salma Natalina di sini? Alisa juga?" herannya.

Alisa mengernyitkan keningnya, ia berdiri di ujung koridor dan terkejut melihat bagaimana Salma dan Rangga berpapasan namun tak bertegur sapa sama sekali. Ia menyilangkan lengannya, "kakau gak salah, Rangga Maulana memperkenalkan Salma waktu itu..." gumamnya. "Salma!"

Salma menghentikan langkahnya di ujung koridor dan menoleh lalu membulatkan matanya, "lo ngapain di sini?" sinisnya.

"Lo sendiri?" balas Alisa yang sama sinisnya dengan Salma. "Jangan-jangan lo..." ucapannya terhenti ketika ia merasakan handphone-nya bergetar.

"Angkat saja! Siapa tahu panggilan penting, daritadi bergetar terus!" sinis Salma. Ia lalu kembali melanjutkan perjalannya.

"Kenapa sih Daniel?" ucap Alisa dengan emosinya, "ada perlu apa?" lanjutnya dengan sinis.

"Daniel?" gumam Salma. Ia menghentikan langkahnya dan kembali membalikkan badannya untuk melihat Alisa yang sedang menelepon.

Alisa lalu terdiam di tempatnya, tangannya yang barusan memegangi handphone kini mulai merasa lemas. Ia menundukkan kepalanya lalu berjalan dengan cepat menuju suatu tempat.

Salma mengejar Alisa dan menghentikan langkah wanita itu hingga membuat Alisa menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh amarah. "L-lo barusan bilang Daniel?"

"Lepasin!" teriak Alisa.

"Alisa?! Alden sedang-" panggil Daniel yang berlarian dan terdiam melihat Alisa yang sedang bersama Salma di sana.

Rangga berlarian mencari wanita yang berpapasan dengannya dan langkahnya tiba-tiba melambat. Ia perlahan menghampiri ketiga orang yang nampak bingung itu, "situasi macam apa ini?" ucapnya dengan datar.

Salma perlahan melepaskan tangannya dari Alisa, ia melirik Daniel dan Alisa bergantian. Benar-benar mengejutkan, apa yang sebenarnya terjadi. "Alisa? Pak Daniel?..." ia tak tahu harus berkata seperti apa.

Tanpa bicara, Daniel meraih tangan Alisa lalu membawanya pergi dari situasi membingungkan itu. Tersisa Rangga dan Salma yang sibuk dengan pikirannya masing-masing.