Berjalan menuju ruangan, Eira tiba-tiba berhenti. Dia kemudian melirik rumah di tengah benteng dengan curiga.
Mengerutkan kening, Eira menatap bolak-balik antara monster di luar benteng dan rumah itu. Dia kemudian melirik Audrey dan berkata. "Ikuti aku."
Penasaran dengan apa yang terjadi, Audrey mengikutinya dengan curiga. Meskipun mereka sering berkelahi, bukan berarti tidak ada kepercayaan antara mereka berdua. Sebaliknya dia memiliki kepercayaan mutlak pada Eira dan juga sebaliknya, dan tidak jarang mereka berdua saling berkerjasama.
Memasuki rumah, Audrey meminta maaf kepada para tetua dan meminta mereka bersama cucu-cucu mereka untuk sementara menjauh. Sementara itu, para pemuda terpaku di tempat seolah sedang bermimpi ketika mereka memandang Eira.
"Uhuk." Sebuah batuk membangunkan para pemuda, mereka tertawa malu dan kemudian menjauh bersama tetua.
Berjalan menuju sudut, Eira berdiri diam dan menatap ke bawah. Beberapa tombak es kemudian muncul dan tiba-tiba menusuk ke tanah dengan kecepatan kilat.
Tombak itu menusuk tanah dalam formasi melingkar seperti mencoba menjebak sesuatu.
Perlahan-lahan tombak itu mencair dan mengalir turun mengikuti lubang tempat di mana tanah itu tertusuk. Beberapa saat kemudian, suara mencicit terdengar dari dalam tanah.
Menatap tanah, Eira menggerakkan tangannya sebagai isyarat dan kemudian bola es keluar dari tanah dan mendarat di tangan Eira.
Melihat bola es itu keluar dari tanah, Audrey berjalan mendekat dan menatap benda di tangan Eira tepatnya binatang kecil yang berada di dalam bola es.
"Kurasa kamu sudah tahu tanpa aku beritahu." Melirik Audrey sejenak, Eira menatap binatang seperti marmut kemudian beralih ke ulat di dalam bunga.
Audrey menggangguk pelan sebagai jawaban. Mencium bau dari ulat itu, Audrey kemudian bertanya. "Bisakah kamu mencegah baunya agar tidak keluar."
"Tentu. Tapi apakah itu hidup atau tidak tergantung padamu." Mengerut kening pada binatang kecil itu, Eira kemudian mengeluarkannya dan meninggalkan bunga beserta ulat di dalam bola es.
Melempar binatang kecil itu, Eira menutup bola es dan membekukan bunga beserta ulat di dalam bola es, seketika bau yang terpancar perlahan-lahan mulai menghilang.
Sedangkan untuk binatang kecil itu, Audrey telah menangkapnya kemudian mengambil buah kecil dari sakunya dan memberikannya kepada binatang kecil itu yang terlihat ketakutan.
Melihat buah di depannya, binatang itu mulai tenang dan mencengkeram buah dengan kaki depannya, binatang itu lalu mulai makan dengan tenang. Melirik Audrey dengan mata berbinar, binatang itu merangkak melalui tangan Audrey dan duduk di pundaknya dengan tenang.
"Si kecil ini ternyata cukup cerdas." Melirik binatang di pundaknya, Audrey sedikit terkejut dengan kecerdasannya.
Melirik binatang itu, Eira melemparkan bola es dan tanpa menunggu tanggapan dari Audrey, dia kemudian berjalan keluar dari rumah.
Melihat Eira meninggalkannya, Audrey berbincang-bincang sebentar dengan para penyintas kemudian mengikuti Eira dengan bola es di tangan.
Kembali ke ruangan di atas benteng, Audrey duduk berhadapan dengan Eira sambil menatap bunga di dalam bola es dengan bingung, ragu-ragu apakah perasaan yang dimilikinya itu benar atau salah.
Tapi suara Eira tiba-tiba mengganggunya dari pemikiran lebih lanjut. "Jadi apa yang ingin kamu katakan kepadaku."
Terbangun dari pemikirannya, Audrey menyimpan bola es dan menjawab dengan santai. "Tidak ada yang khusus. Memang benar aku tidak bisa membunuhnya tapi itu karena monster itu terlalu jauh dariku. Awalnya aku juga berpikir bahwa itu Evolusi pertama tapi kemudian aku menolak pikiran itu."
"Selain itu." Menatap Eira dengan serius, Audrey melanjutkan. "Kita tidak memiliki banyak waktu, sudah saatnya bocah-bocah itu bangun. Kita tidak bisa selamanya menjaga mereka."
Tubuh Eira tiba-tiba bergetar seolah dia tersambar petir, bernapas perlahan untuk menenangkan diri dia kemudian bertanya. "Apakah tanda-tandanya sudah terjadi?"
Melihat reaksinya di luar apa yang dia bayangkan, Audrey mulai memahami bahwa situasinya lebih buruk daripada yang dia duga. Mengangguk pelan, Audrey menjawabnya. "Ya. Hari ini aku melihat pikirannya sedang hanyut, seolah-olah pikirannya... tidak, seolah jiwanya tidak ada di sini."
Berdiri dari tempatnya, Eira berjalan berjalan bolak-balik sambil mengerutkan keningnya. Dia kemudian kembali duduk dan berkata. "Kita masih memiliki waktu, paling lambat setengah tahun dan paling lama beberapa tahun."
Ketika Audrey ingin bertanya, Eira menjawabnya tanpa dia bertanya terlebih dahulu. "Aku tidak tahu kapan pastinya, tapi jika keberuntungan berada di pihak kita mungkin kita memiliki puluhan tahun lagi."
Hening menyelimuti ruangan tidak ada yang berbicara, keduanya memiliki pikiran masing-masing. Bagi Eira, hal yang paling menakutkannya benar-benar terjadi membuatnya sejenak lupa apa yang harus dilakukannya. Sedangkan Audrey, meskipun dia tidak tahu keseluruhan ceritanya tapi dia bisa menebak dari reaksi Eira bahwa itu jauh lebih buruk dari yang dia duga.
Memutuskan untuk berbicara, Audrey bertanya kepada Eira. "Bisakah kamu memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi."
Mendengar apa yang ditanyakan Audrey, Eira terdiam sejenak. Dia kemudian membuka mulutnya memutuskan keraguannya. "Aku tidak bisa. Bukannya aku meragukanmu tapi.., aku takut situasinya akan menjadi lebih rumit bahkan mungkin menyebabkan kematianmu."
Hening sekali lagi menyelimuti ruangan. Audrey tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya dan berjalan keluar ruangan. "Aku tidak tahu beban apa yang kamu tanggung. Tapi kamu memilikiku, dan jika ini menyangkut dia, aku tidak akan pernah kalah darimu."
Tersenyum ringan pada Audrey, Eira berdiri dan mengikutinya. "Aku tahu. Karena itu aku tidak pernah membiarkanmu menang."
Di luar benteng, An, Abir, Bahr, dan Tempo membersihkan sisa medan perang. Beberapa menit yang lalu, mereka dikejutkan oleh aroma wewangian yang tiba-tiba muncul dan ketika ingin meresponnya, aroma tersebut tiba-tiba menghilang.
Anehnya, monster yang menyerang benteng tiba-tiba mundur saat aroma itu menghilang. Dan ketika mereka ingin menanggapinya, beberapa monster sudah menghilang dari pandangan mereka, mereka hanya berhasil membunuh monster yang lambat dan monster yang masih menyerang benteng.
Berdiri di sekitar monster yang menyerang mereka secara diam-diam beberapa saat yang lalu. Abir memeriksa mayatnya dan terkejut dengan penemuan yang dia temukan. "Ini bukan Evolusi pertama."
"Tidak bisakah kamu jelaskan saja apa itu Evolusi."
Mengerut kening pada perkataan An, Abir menjadi ragu-ragu. Bukannya dia tidak ingin memberitahu mereka tetapi informasi tentang Evolusi termasuk ke dalam informasi rahasia, dia tidak bisa hanya memberitahu orang lain tentang Evolusi tanpa izin dari petinggi.
Terlebih lagi, jika informasi ini tersebar akan menyebabkan kepanikan. Oleh karena itu, para petinggi menutup rapat informasi tentang Evolusi agar tidak menyebar dan hanya beberapa orang saja yang mengetahuinya. Dan ini akan menjadi masalah lagi jika dia ditemukan menyebarkan informasi itu.
Menggertakkan giginya, Abir akhirnya memutuskan untuk memberitahu mereka tentang Evolusi ketika suara merdu terdengar.
"Sederhananya, Evolusi adalah tingkat kekuatan monster. Mirip dengan kita yang mengalami Terbangun, monster juga mengalami hal yang serupa meski sedikit berbeda dengan kita dan kami menyebutnya dengan istilah Evolusi. Mungkin kalian akan lebih memahaminya jika aku menyebutnya sebagai level."
Abir memalingkan pandangannya dan melihat Eira serta Audrey mendekati mereka. Menatap Eira yang berjalan mendekat, Abir bertanya dengan khawatir. "Apakah tidak apa-apa untuk memberi tahu mereka?"
"Aku yang akan bertanggungjawab." Eira menatap mereka dengan tenang.
"Tunggu." An tiba-tiba mengganggu Eira dan bertanya dengan sedikit ragu. "Jika apa yang kamu katakan itu benar, bukankah Evolusi itu sama dengan Kebangkitan."
Mengangguk pelan, Eira menjawabnya. "Kamu benar, Evolusi pada monster sama dengan Kebangkitan yang kita alami. Tapi, informasi tentang Kebangkitan jarang ada yang mengetahuinya meskipun itu bukan informasi rahasia, jadi aku tidak menggunakan istilah itu. Karena kamu mengetahuinya aku akan menjelaskannya lagi."
Melihat ke arah Bahr dan Tempo yang masih dalam kebingungan, Eira menjelaskan. "Seperti yang kalian tahu, untuk mengimbangi mereka kami manusia membangkitkan sebuah kemampuan dan kami menyebut keadaan itu Terbangun. Tapi itu tidak sederhana yang kalian pikirkan..."
Terdiam sejenak, Eira melanjutkan penjelasannya. "Ini tidak sesederhana kami membangkitkan kemampuan dan semuanya akan terselesaikan. Ketika kami gembira dengan kemampuan yang kami dapatkan, kami menyadari bahwa masih ada jarak antara kami dan mereka."
"Karena adanya jarak itu, kami kemudian membaginya menjadi tahapan dan fase. Evolusi yang kalian dengar adalah fase pada monster dan Kebangkitan adalah fase selanjutnya dari Terbangun."