Chereads / The Guardians : Seeker / Chapter 17 - Dua Gadis

Chapter 17 - Dua Gadis

*Retak*

Tiba-tiba sebuah suara retakan terdengar dari tubuh mereka, suara itu terdengar jelas dan keras di kepala mereka tapi suara itu juga terasa ilusi seolah tidak nyata.

Melirik satu sama lain, Audrey dan Eira sama-sama bisa merasakan kejutan luar biasa yang masing-masing mereka berdua rasakan. Mereka tidak pernah mengharapkan situasi ini akan terjadi terutama ketika mereka berpikir semuanya akan berakhir, kejutan tak terduga ini membuat mereka senang sekaligus lega.

Melirik tubuh mereka sendiri, keduanya bisa merasakan bahwa tubuh mereka yang terluka parah terasa lebih ringan, kepala mereka juga lebih jernih. Mereka tidak pernah merasa sesegar sekarang ini kecuali ketika mereka pernah memukul Z yang sebelumnya ketahuan main mata.

Tiba-tiba aura kuat memancar dari keduanya, meskipun tubuh mereka berlumuran darah itu tidak bisa menyembunyikan aura, sebaliknya intimidasi yang mereka keluarkan lebih besar dan menakutkan dari sebelumnya.

Mengikuti aura itu, dinding es yang sebelumnya retak mulai memperbaiki dirinya dengan cepat, getaran yang sebelumnya mengguncang dinding es tiba-tiba melemah sampai tidak terasa.

Di sekitar mereka, cahaya hijau tiba-tiba mulai berkumpul dan mengelilingi mereka, menyelimuti mereka dengan kehangatannya. Luka yang mereka alami secara bertahap hilang seolah semuanya hanya ilusi, tapi aura yang mereka pancarkan tidak hilang sedikitpun, itu mulai menguat dan memadat membentuk suatu ruangan mandiri disekeliling mereka.

Ruang itu kecil, tapi keduanya bisa merasakan bahwa mereka bisa melakukan apapun yang mereka inginkan seolah mereka adalah penguasa ruang itu. Mereka juga merasakan bahwa mereka tak terkalahkan ketika mereka berdua bertarung di ruang itu.

Terkejut, mereka berdua saling melirik, tidak tahu bagaimana harus bereaksi, mereka berdua belum pernah mendengar keadaan seperti ini pernah terjadi, apalagi mengalaminya sendiri. Tanpa menatap satu sama lain keduanya sepakat tidak pernah memberitahu siapapun mengenai keadaan mereka ini.

Di sisi lain, binatang itu tiba-tiba merasakan aura besar meluap-luap tidak jauh di depannya. Itu merasa seperti perahu di lautan ombak, terombang-ambing siap terbalik kapan saja.

*Mengaum*

Merasakan ancaman dari aura itu, raungan harimau tiba-tiba keluar dari binatang itu. Raungan ini berbeda dari sebelumnya, raungan ini tampak mengandung martabat dari seorang raja.

Mengikuti raungan, getaran di udara menjadi lebih intens, ruang juga tampak bergelombang menghadapi getaran. Ukuran tubuh binatang itu juga mulai menyusut, dari sebesar gajah itu kembali ke ukuran harimau normal.

Audrey dan Eira saling melirik, terkejut dengan raungan itu. Namun, ketika mereka memalingkan kembali wajah mereka, mereka menemukan binatang itu telah menghilang dari tempatnya.

*Bang*

Gunung es yang kehilangan targetnya mulai jatuh menghantam paku tanaman. Kedua serangan mereka gagal mengenai binatang itu, hanya bisa saling menyerang satu sama lain.

Berdiri diam di tempatnya, keduanya memindai sekeliling dengan waspada, tapi serangannya tidak kunjung datang. Tidak menemukan kehadiran binatang itu lagi, keduanya memiliki satu pikiran yang sama.

"Itu melarikan diri."

Ragu apakah harus mengejarnya atau tidak, Audrey tiba-tiba menyipitkan matanya setelah merenung sejenak. Dia melirik kejauhan dan merasakan getaran yang dia rasakan dari tumbuhan. "Satu km di tenggara. Cepat. Itu hampir dua km."

Ketika mendengar kata Audrey, Eira yang berada tepat di sampingnya juga ikut menghilang, namun tak lama kemudian...

*Mengaum*

Dari arah Audrey menunjuk, raungan keputusasaan tak lama kemudian terdengar, itu bergemuruh, menyebar dan mulai menyelimuti hutan. Hutan mulai sunyi setelah raungan itu menghilang, bahkan suara bising serangga tidak sedikitpun terdengar, seolah mereka sedang mengheningkan cipta mengantar kepergian sang raja.

*Bang*

Detik berikutnya, sebuah bangkai terlempar di dekat Audrey, tak perlu menebak, itu adalah bangkai binatang Harimau Bercula itu. Melirik binatang itu, Audrey melihat Eira yang berdiri tegak layaknya Dewi Es di depannya, namun saat ini tubuhnya mengepul dengan uap di sekelilingnya.

Melihat uap yang keluar dari tubuhnya, Audrey hanya membutuhkan satu pikiran di benaknya, seketika cahaya hijau mulai muncul dan menyelimuti tubuhnya. Dia kemudian tersenyum santai dan berkata. "Selamat."

Bukannya berterima kasih kepadanya, Eira hanya menatapnya dengan heran, merasakan tubuhnya tiba-tiba jauh lebih ringan dari sebelumnya.

"Bukan hanya kamu saja yang meningkat." Tersenyum ringan padanya, Audrey tahu apa yang sedang dia pikirkan. "Tiga puluh menit. Hanya itu yang bisa kuberikan untukmu."

Mengangguk lembut, mengerti dengan apa yang dia maksud, Eira tiba-tiba memadatkan sayap di belakang punggungnya. Mengepakkan sayapnya, dia kemudian menghilang, hanya menyisihkan hembusan angin di tempatnya.

Menyaksikan Eira menghilang, dia kemudian menatap mayat di tanah, mau tak mau Audrey mengeluh lagi. "Haaah. Berani-beraninya dia memanfaatkan kami, bahkan dia juga tahu bahwa aku pasti akan mengambil daging binatang jelek ini untuknya."

Melirik bocah-bocah itu yang masih menonton di benteng, Audrey meneriaki mereka. "Untuk apa kalian berdiri di sana, kemari dan bantu aku membawanya!"

...

Timur laut, pantai.

Beberapa tubuh tergeletak tak berdaya di tanah, pemilik tubuh itu sedang menatap gadis yang saat ini menatap mereka dengan acuh tak acuh, tak ada ekspresi padanya, dia menatap rendah mereka seolah dia sedang melihat serangga.

"Siapa kamu? Di mana Kanna?" Mraz menatap ngeri wanita di depannya.

"Bagaimana kamu bisa melupakanku, aku Kanna." Gadis itu akhirnya tersenyum pada mereka, tapi senyuman itu begitu dingin, tak ada satupun perasaan yang ditemukan padanya.

"Mustahil, Kanna di..dia..dia.." Jason berteriak keras, namun tidak mendengar sanggahan dari temannya, dia melirik mereka dan menemukan mereka sedang menatap gadis itu dengan lebih ngeri.

"Kau..kau... bagaimana mungkin..Anak Neraka sendiri yang...Anak Neraka.." Cruel menyangkalnya tapi seolah kabut di pikirannya perlahan menghilang dia kemudian menatapnya dengan horor.

"Ini menyenangkan bermain rumah-rumah dengan kalian, tapi.. sudah waktunya untuk mengakhiri." Menatap mereka tanpa ekspresi, mata gadis itu perlahan menjadi lebih dingin.

"Serang!!"

Tanpa menunggunya menyerang, Cruel dan teman-temannya mulai memborbardirnya dengan sihir. Mereka menyerangnya dengan kekuatan penuh, namun seolah mereka telah sepakat, mereka tiba-tiba melarikan diri ke arah yang berlawanan.

Menghadapi serangan mereka, gadis itu hanya meliriknya sekilas sebelum mengucapkan satu kata. "Bubar."

Seketika, seolah telah mendengar perintah, sihir itu mulai melambat dan menyebar, menghilang tanpa jejak sedikitpun. Di sisi lain setelah gadis itu membubarkan sihir itu, udara di sekelilingnya mulai memadat dan membentuk cakram setengah bulan yang kemudian menyerang mereka.

"Tanpa rapalan!!"

Keempatnya terkejut dengan serangannya, tapi itu tidak menghentikan mereka untuk tetap melarikan diri. Namun, serangan itu tiba secepat itu muncul, tanpa mereka sadari serangan itu sudah berada di belakang mereka.

*Menebas*

Seringan bulu setajam pedang, itulah bilah angin. Merasakan ancaman dari belakangnya, mereka kemudian menggunakan seluruh trik yang mereka miliki untuk bertahan. Tapi meskipun itu berhasil menghalau bilah angin, itu hanya sesaat sebelum itu mulai memotong mereka.

*Memotong*

Terjatuh ke tanah, mereka merasakan tubuh mereka perlahan-lahan menjadi dingin. Entah itu hanya ilusi atau bukan, mereka samar-samar melihat pria berjubah hitam berjalan mendekati mereka dengan sabit kematian di tangannya. Namun apakah itu disengaja atau tidak, tubuh mereka yang tertebas masih mengeluarkan vitalitas yang mempertahankan kehidupan mereka dari kematian.

Terbaring di tanah, mereka menatap gadis itu dengan horor. Melihat gadis itu perlahan berjalan, keempatnya kemudian menatapnya dengan ngeri menyadari tubuhnya tiba-tiba terbelah sejumlah mereka. Tapi, tiba-tiba...

Cruel yang terbaring lemah, dengan cepat mengeluarkan kertas kecil sebelum menempelkan ke tubuhnya sendiri. Seketika tubuhnya mulai mengeluarkan cahaya kecoklatan, sebelum terurai seolah terbuat dari tanah.

*Shoot*

Sebelum tubuh Cruel sepenuhnya terurai, salah satu gadis itu mendadak melemparkan sesuatu ke tubuhnya. Cruel yang hampir sepenuhnya terurai, mulai terbatuk-batuk penuh darah sebelum tubuhnya mulai hancur menjadi tanah.

"Jimat pelarian tanah." Semua gadis dengan tenang menatap tanah tempat Cruel menghilang.

Namun tidak hanya berhenti sampai disitu, Vile tiba-tiba menyerang Mraz yang secara kebetulan berada di dekatnya. Dia menikamnya, kemudian mengambil salah satu kantong di pinggangnya, sebelum tubuhnya berubah menjadi transparan dan perlahan menghilang.

Ketika Vile bersukacita, senang akhirnya terlepas dari bahaya ini, sebuah pedang kemudian memotong melalui tubuhnya, tubuhnya yang transparan mulai beriak sebelum dia berteriak kesakitan dan kemudian menghilang.

"Sihir ruang? Bukan, itu formasi." Melirik potongan tangan yang terjatuh ke tanah, gadis itu akhirnya melihat ke tempat satu-satunya orang yang tersisa.

Melihat tempat itu kosong tanpa ada tanda-tanda orang sama sekali, senyum alami perlahan muncul di wajahnya namun senyum itu sedikit membawa kesedihan dan keputusasaan.

"Hahaha. Takdir ya."

*Kresek*

Di belakang punggungnya, semak-semak mulai bergerak dan bergoyang sebelum keluar seorang gadis berjubah putih dengan rambut biru es. Gadis itu menatapnya dengan terkejut sebelum melihat mayat gemuk tidak jauh darinya, dia kemudian menatapnya dengan waspada.

Menyadari keberadaan gadis berambut biru es itu, sosok gadis yang dipanggil "Kanna" itu berkedip-kedip tidak jelas kemudian ketiga tubuhnya mulai memudar sebelum menjadi kabut yang menyelimutinya. Di kelilingi kabut, sosoknya perlahan-lahan berubah, saat ini berdiri di depan pendatang itu adalah gadis cantik berambut pirang yang sebelumnya dipanggil Z... Lilyan.

"Siapa kamu? Apa yang kamu inginkan darinya." Tidak terkejut dengan perubahannya, Eira menatapnya dengan dingin.

Tidak terpengaruh oleh intimidasinya, Lilyan tersenyum elegan padanya, dia menatapnya dengan ramah seolah ekspresi acuh tak acuhnya sebelumnya tidak pernah ada.

Eira mengerut kening pada reaksinya, tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Melihatnya tidak memiliki permusuhan padanya, Eira memutuskan untuk bertanya. "Kamu mengenalku?"

"Bagimu ini adalah pertama kalinya kamu bertemu denganku. Namun, esok akan menjadi pertama kalinya aku bertemu denganmu." Lilyan sedikit tersenyum menghadapi pertanyaannya, senyum itu begitu ilusi terasa sangat misterius.

"Apa maksudmu?" Eira mengerut kening, tidak mengerti sedikitpun perkataannya. Mengahadapi senyumnya, dia tidak bisa menghentikan jantungnya dari berdetak kencang.

"Aku akan memberimu sebuah nasihat, mana yang lebih penting, dia atau dunia ini." Menatap dalam padanya, tubuh Lilyan secara bertahap mulai kabur. "Pikirkanlah, semua ini tergantung padamu, kami akan menunggu kalian."

Menyelesaikan perkataannya, tubuh Lilyan secara bertahap terkoyak, sedikit demi sedikit dia mulai menghilang dari dunia ini seolah dia telah tertelan oleh ruang itu sendiri. Namun suaranya masih menggema seolah berusaha memperingatkannya lagi dan lagi.

"Pikirkanlah....kami.....menunggu...kali...an."

"Tunggu, apa maksudmu!" Eira berdiri diam di tempatnya, menyaksikan tubuhnya perlahan-lahan menghilang dari dunia. Tapi dia tidak bisa menahan hatinya bergetar ketika mendengar peringatannya, dia merasa perkataannya samar-samar membangunkan ingatannya, ingatan terdalam yang tidak pernah dia inginkan.